Aku tetap mengabaikan pria itu dan berusaha sabar agar tidak membalas pesannya dengan kata-kata kasar. Masalahnya hanya waktu, dia akan lelah sendiri jika aku tidak pernah merespon. Dia memiliki kesan yang lugu, sebenarnya itu hanya topeng. Dia sebenarnya buaya berkepala serigala.
Aku ini wanita mandiri, bisa bekerja dan menghasilkan uang sendiri, ke mana-mana sendiri dan membeli apapun menggunakan uangku sendiri. Tiba-tiba dipertemukan dengan pria yang hanya bermodal mengirim pesan: sedang apa, apa kau sudah bangun, jangan lupa makan, jangan lupa mandi, selamat tidur, selamat siang, selamat pagi, jangan lupa buang air, membuang sampah, mencuci baju, membersihkan dosa, menutup pintu, jendela, menutup aib dan lain-lain. Ya ampun, maaf, itu sangat tidak berguna bagiku. Apalagi pria yang gila wanita, dalam hidupnya pasti hanya terbayang-bayang tubuh wanita. Siapa yang bisa hidup dengan pria seperti itu? Hanya yang sama-sama gila yang bisa.
Percayalah, di zaman ini pria yang punya banyak uang tidak akan cukup dengan satu wanita, tapi jika wanita punya banyak uang -- satu laki-laki pun tidak akan dia butuhkan, dia bisa membeli pria jika ingin. Pria yang baik dan tulus sulit ditemukan pada zaman ini. Kesetiaan seorang pria tidak bisa diukur dari seberapa cantiknya dirimu, seberapa pintarnya dirimu, seberapa kayanya dirimu atau seberapa seksinya tubuhmu. Kesetiaan itu datang dari dalam diri pria itu sendiri dan seseorang tidak bisa mengendalikan hati orang lain. Godaan pasti terjadi, tapi tergantung bagaimana pria itu mengambil keputusan saat godaan itu datang.
Aku sudah lelah dengan kehidupan asmaraku, rasanya tak ada satu pun pria yang bisa kupercaya. Mengapa pria meninggalkan wanitanya jika ada wanita lain yang lebih baik? Mengapa pria begitu pemilih dan serakah? Mengapa pria mewujudkan semua keinginan wanitanya pada wanita lain? Mengapa? Jika sejak awal tak mencintai, untuk apa memulai sebuah hubungan? Semua rasa sakit itu dimulai dari beberapa tahun yang lalu. Dia menganggap sepele perasaanku dan perpisahanlah pemenangnya.
Sejak saat itu aku takut memulai sebuah hubungan baru dan aku takut jatuh cinta lagi. Bagiku jatuh cinta adalah gerbang untuk menyakiti diri sendiri, karena itu aku tidak ingin jatuh cinta. Jika harus menikah maka pernikahan hanya sebuah transaksi bagiku. Mewujudkan pernikahan yang dilandasi saling cinta bukan hal yang mudah, aku menyadari hal itu karena aku pernah dibohongi. Perkataannya menunjukkan seolah dia hanya mencintaiku, tapi sikapnya menunjukkan sebaliknya. Dari pengalaman itu akhirnya aku menyadari bahwa isi hati seseorang tidak bisa dilihat dari perkataannya, tapi sikaplah yang menunjukkan semua isi hatinya. Mulut bisa berbohong, tapi tidak dengan bahasa tubuh.
'Pilih saja dia, aku tidak masalah. Jika kau benar-benar mencintaiku, tidak akan mungkin ada yang lain di hatimu. Kau tidak benar-benar menginginkan aku, jika kau menginginkan aku, kau tidak akan mengambil opsi yang lain kan? Jadi pilih saja dia, aku akan baik-baik saja. Ini adalah pertemuan terakhir kita, selamat tinggal.'
Aku masih ingat betul kata-kata terakhir yang kuucapkan padanya dan aku merasa sangat puas mengatakan hal itu padanya. Bahkan saat pertemuan terakhir itu aku tidak memberinya kesempatan untuk bicara karena aku tahu, orang yang sudah berbohong padaku tentang satu hal, dia akan berbohong tentang hal yang lainnya. Aku tidak mau mendengarnya lagi.
-o0o-
Baru saja duduk di ruang kerja, Ayah datang dengan undangan di tangannya. Undangan itu berukuran sedang dengan desain keemasan yang memberi visual mewah. Aku dapat menebak kalau undangan itu dari salah satu perusahaan besar di negara ini, biasanya undangan itu dari perusahaan yang meluncurkan produk baru, brand atau membuka cabang baru. Ayah pasti akan menyuruhku untuk datang ke sana sekaligus menemui seorang pria pilihannya. Membosankan. Aku sudah hafal dengan taktik Ayah: pesta adalah ajang pencarian jodoh.
"Kali ini undangan dari perusahaan mana?" tanyaku acuh tak acuh.
"Lissel Group."
Aku mengernyit sekaligus kaget karena aku sensitif terhadap perusahaan itu. "Lissel Group?" tanyaku memastikan.
"Iya."
"Bukankah mereka menjauhi kita?"
"Sepertinya mereka tidak seburuk itu."
"Ayah terlalu berpikir positif, dunia bisnis itu kejam."
"Hahaha," Ayah tertawa. "Kejam bagi yang tidak beruntung anakku. Ayahmu ini sudah menelan banyak garam."
"Apa rencana Ayah?"
"Tentu saja datang ke pesta."
"Dan menemui seorang pria?"
Ayah mengangguk. "Sepertinya... kali ini akan sangat sulit, tapi kau harus berusaha."
"Siapa yang harus kutemui? Jangan memberiku pria tidak berguna lagi."
"Tidak akan. Kali ini mungkin sedikit berguna bagimu atau mungkin dia akan sedikit menyulitkanmu. Lucas Chen, kau pernah dengar? Kau pasti pernah mendengar nama itu, tidak mungkin kau tidak pernah mendengar tentangnya. Namanya sudah terdengar di seluruh pelosok negeri ini."
"Lucas Chen? Apa hubungannya dengan dia? Dia hanya seorang pengacara. Apa dia akan hadir di acara seperti itu? Kurasa dia tidak akan hadir meskipun diundang sebagai tamu penting karena dia selalu menolak undangan. Dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan pesta bisnis. Lebih baik cari yang lain saja, dia tidak akan hadir."
"Kali ini dia pasti hadir karena ayah sudah membuat janji dengannya."
Mataku melolot. Aku merasa sangat tidak percaya itu. Lucas Chen hanya seorang pengacara dan tidak ada hubungannya dengan Lissel Group, bahkan pria yang kata orang-orang bak pangeran berdarah dingin itu jelas-jelas tidak bekerja dengan Lissel Group. Bagaimana mungkin dia bersedia hadir ke pesta?
"Ayah, jangan mengada-ada. Lucas Chen tidak akan hadir, memangnya dia sudah mengkonfirmasi janji temu dengan Ayah?"
"Sudah. Asistennya mengatakan kalau dia akan hadir di pesta itu dan ayah sudah memastikan hal itu."
"Tidak mungkin dia hadir. Mungkin asistennya membohongi Ayah. Di saat Ayah sudah di lokasi pertemuan, pasti asistennya tiba-tiba menghubungi Ayah kalau Lucas Chen membatalkan pertemuan karena ada kepentingan mendesak. Aku sudah hafal tindak-tanduknya karena rekan-rekan bisnisku banyak mengalami hal demikian. Jadi cari target lain saja."
"Lucas Chen adalah target yang sempurna. Kalau kau bisa mendekatinya, kalian mungkin saja bisa sampai ke jenjang pernikahan."
"Pria sempurna seperti dia, apa mau menjadi suamiku? Kita tidak tahu tipe idealnya seperti apa. Kebanyakan orang seperti dia mencari yang sepadan, aku tidak sepadan dengannya. Ayah tidak perlu bekerja keras untuk menjodohkan aku dengan dia."
"Ck, kau ini. Apa kubuat janji dengan Evin Ji saja?"
"Jangan!" tolakku spontan.
"Kenapa? Dia pria seumuran denganmu dan pewaris tunggal Lissel Group. Dia lebih sempurna secara keseluruhan dari pada Lucas Chen."
"Aku tidak mau. Siapapun yang ada hubungannya dengan Lissel Group, aku tidak akan berkencan dengannya."
"Kenapa?"
"Ayah, Lissel Group bukan rekan yang sepadan dengan kita. Ayah ingin aku diinjak-injak?"
"Sebenarnya Lissel Group tidak terlalu buruk. Keluarga Ji bukan orang yang sombong, mereka hanya disiplin. Mereka tidak akan mencampuraduk urusan asmara dengan bisnis."
"Tidak, tidak. Aku tidak mau."
"Kalau begitu dengan Lucas Chen saja. Meskipun dia kalah secara financial dengan Evin Ji, tapi kurasa dia lebih tampan dibandingkan dengan Evin ji. Orang-orang mengatakan dia sangat cerdas, selain menjadi pengacara — dia juga seorang pembisnis. Apa salahnya mencoba?"
"Ayah ingin mencarikan aku suami atau mencari penyokong untuk perusahaan Ayah? Kali ini aku tidak setuju, lagi pula aku tidak ingin menikah dengan siapapun."Ayah menghela nafas berat. "Nak, ayah hanya ingin kau menikah dan hidupmu terjamin. Ayah sangat heran padamu, banyak wanita berlomba-lomba mencari perhatian Lucas Chen, kenapa kau tidak? Ini adalah kesempatan emas, Nak. Di lain waktu belum tentu dapat. Lagipula ayah sudah dikonfirmasi kalau Lucas Chen setuju dengan kencan buta.""Ayah! Bukankah aku sudah memperingatkan? Ayah tidak boleh mengemis-ngemis lagi berharap para pria mau berkencan denganku. Apa Ayah tidak dengar gosip di luar sana? Mereka mengira Ayah menjualku dan terobsesi punya menantu kaya.""Ayah dengar, semuanya. Tapi mereka tidak tahu niat ayah yang sebenarnya, jadi biarkan saja. Kadang ayah iri melihat putri rekan-rekan ayah yang begitu bersemangat mencari perhatian Lucas Chen, tapi kenapa kau tidak melakukannya? Bahkan rekan-rekan ayah sudah banyak yang memiliki
"Siapa kau?" tanyaku waspada. "Aku adalah salah satu orang yang masuk ke dalam daftar calon suamimu." "Maaf, aku tidak memiliki calon suami. Katakan siapa namamu!" "Kau tidak mengenalku?" "Tidak." "Baiklah, izinkan aku berpakaian terlebih dahulu." Aku memberinya jalan dan dia meninggalkan kamar mandi menuju lemari, membukanya lalu mengambil pakaian baru dari sana. Diam-diam aku berjalan menuju telepon yang terletak di meja samping ranjang, aku mengangkat gagangnya dan menekan angka satu untuk memanggil bagian resepsionis. Belum sampai dijawab, pria yang kupikir sedang ganti baju di kamar mandi ternyata berdiri di belakangku dan mengambil alih gagang telepon dengan tenang. "Tidak perlu memanggil orang karena orang lain tidak akan peduli. Aku kemari hanya untuk numpang mandi, kau tidak perlu lapor polisi atau semacamnya jika ingin selamat," bisiknya. Tak! Pria ini meletakkan kembali gagang telepon ke tempat semula. "Tuan, aku tidak tahu siapa anda, tapi bisakah anda menggunakan
"Hahaha! Itu benar, Tuan Jamie," sahutku. "Ayahku memang terobsesi memiliki menantu kaya. Sebenarnya bukan untuk menyokong XP Fire, dia hanya ingin aku bahagia dengan memiliki suami yang sepadan denganku. Kami tidak munafik, sebenarnya keluarga kalian juga begitu kan? Bahkan di antara kalian pasti dipaksa menikahi orang di atas kalian. Hanya saja... kalian tidak memperlihatkannya. Aku tidak dijual, ayahku hanya berusaha mencarikan aku suami, meski begitu... yang berhak menilai calon suamiku adalah aku sendiri, dan..." Aku melirik Jamie dengan muak. "Tentu saja Tuan Jamie Lim bukan seleraku, maaf. Karena itulah saat di restoran aku meninggalkan anda. Anda bukan tipe idealku." "Bukankah aku yang meninggalkanmu?" sahut Jamie dengan sorot mata mengancam. Aku tersenyum sinis lalu beralih pada teman-teman Jamie. "Kalau kalian tidak percaya, kalian bisa cek rekaman CCTV di restoran itu, kalian akan tahu siapa yang lebih sampah di sana," kataku pada teman-teman Jamie. Aku melirik Jamie deng
"Wah, bukankah itu Evin Ji?" "Itu Evin Ji." "Iya, itu Evin Ji." "Dia sangat tampan jika dilihat langsung." "Benar. Dia adalah orang yang akan menerima kekuasaan tertinggi di Lissel Group." "Aku belum pernah melihat pria seperti itu, dia terlalu sempurna." Sejak kehadiran pria itu, mulailah terdengar bisikan-bisikan dari para tamu, membicarakan tentang Evin. Para wanita begitu memuja dan memuji sosok Evin Ji. Mereka tidak tahu siapa sebenarnya Evin, jika mereka tahu — mereka tidak akan pernah mengatakan hal-hal yang membuat nama Evin melambung tinggi. Tapi bagaimanapun juga, Evin tetap menjadi yang nomor satu meskipun dia bejat. Karena dia tertolong secara financial dan fisik. Jika dia miskin atau jelek, dia sudah dihujat habis-habisan. Jika kau kaya atau tampan/cantik, kau akan aman. "Bagaimana, Nona Maria? Apa menurutmu Evin Ji pria yang tampan?" tanya Nyonya Mo padaku. "Tidak munafik, sebagai wanita saya mengakui kalau Evin Ji adalah pria yang tampan dan sempurna." "Apa dia
Pria aneh. Bagaimana bisa kami bertemu dengan situasi seperti ini? Berawal dari dia mandi di kamarku, lalu bertemu di lorong sepi dan mengantarku ke kamar. Dia berkata kami saling kenal dan merupakan calon suamiku? Apa dia sedang berhalusinasi? Atau hanya menggodaku? Sepertinya dia hanya menggodaku karena aku memang sedang cantik malam ini. Tapi... sedang apa dia di lorong sepi itu? Dan siapa dia? Dia tahu namaku dan tahu nama ayahku. Dia juga tahu kalau aku adalah tamu undangan Lissel Group. Astaga, pria itu membuatku semakin takut, dia masuk kamarku tanpa izin — bahkan masuk tanpa kunci akses, lalu kami bertemu di lorong sepi, bahkan dia menyapaku seolah dia tahu wanita di lorong itu adalah aku. Tidak, mungkin saja itu memang kebetulan. Apa aku terlalu menganggapnya serius? Tidak. Masalah ini memang serius. Kejadian demi kejadian tampaknya tidak kebetulan. Sejak dia mandi di kamarku sudah aneh dan dia mengatakan hal-hal yang tidak kumengerti. Aku tidak merasa pernah bertemu dengan
Pria ini tergelak, cenderung mengejek. "Kau sangat tidak sopan, Nona. Harusnya kau menawarkan sarapan padaku atau mengajakku sarapan bersama di sini. Bahkan tak menyuruhku duduk, kau malah mengusirku?" "Sayangnya aku tidak punya niat mengajak anda sarapan bersama, karena itu aku bersikap tidak sopan, maaf." Pria ini tergelak lagi, kali ini dia tampak merasa geli dengan responku. "Baiklah, kalau begitu apa boleh aku duduk semeja denganmu?" "Maaf, sebaiknya anda cari tempat duduk lain saja. Di sana banyak meja yang kosong." "Kenapa?" "Karena aku merasa tidak nyaman dengan anda, maaf." Pria ini tercengang mendengar jawabanku yang mungkin membuat harga dirinya merosot. "Rupanya kau sangat 'jujur'." "Terima kasih, itu adalah salah satu kelebihanku." "Hahaha! Baiklah, rupanya kau sangat menyebalkan. Nikmati sarapanmu, aku tidak akan mengganggu. Sampai jumpa." Pria itu pergi meninggalkan mejaku. Kukira dia akan mengambil sarapan, ternyata tidak. Dia meninggalkan ruang penjamuan. Lalu
Muncul rasa tidak enak dalam diriku, pria itu tampak sangat santai saat resepsionis berhasil memanggil petugas keamanan ke lobby. Aku khawatir aku salah paham dengannya, mungkin saja kami memang bertemu secara kebetulan. Tidak, bisa jadi dia berlagak polos supaya orang lain tidak curiga kalau dia itu penguntit. "Nona, di mana orangnya?" tanya salah seorang petugas keamanan padaku. Dengan mantap aku menunjuk ke arah pria aneh itu yang masih berdiri di tempatnya. Petugas berbalik untuk melihat siapa orang yang kutunjuk. Petugas keamanan kaget dan kebingungan. Dua petugas itu malah membungkuk singkat sebagai sapaan hormat terhadap pria itu. Apa sebelum menangkap penjahat mereka selalu memberi hormat terlebih dahulu? Aneh. Orang-orang di Del Express banyak yang aneh. Yang lebih aneh, pria itu malah menyerahkan kedua tangannya kepada petugas untuk diborgol. Apa dia sangat ingin ditangkap? Ya Tuhan, dia sungguh manusia aneh. Karena sudah begitu, kedua petugas memborgol si pria dan berkat
"Halo, Etman, aku akan hadir ke pesta. Saat kau tiba segera bawa semua barang-barangku dan tunggu aku di lobby. Setelah pesta selesai aku langsung pulang dan satu lagi, jangan menerima pesan apapun kecuali dari mulutku sendiri. Apa kau mengerti?" jelasku pada sopirku melalui telepon."Baik, Nona. Saya mengerti."Akhirnya aku memutuskan untuk hadir ke pesta. Soal Evin? Aku sudah menyiapkan rencanaku. Kuharap hari ini aku beruntung....Pesta dimulai pukul 20.00. Saat ini masih pukul 19.00, sedangkan aku baru saja selesai berdandan. Long dress bahan brukat dan satin membungkus tubuhku, dress ini merupakan koleksi terbaru dari Louvi Paris dan hanya tersedia lima buah di dunia dengan warna yang berbeda-beda. Aku memilih warna dark navy karena aku menyukai warna itu. Jangan tanya betapa mahalnya dress ini. Rambut panjangku kubiarkan terurai dan sebagian kujepit supaya terlihat lebih rapi. Karena aku sudah cantik sejak lahir, aku tidak perlu berlebihan memoles wajahku.Sebelum pukul 20.00