Share

2. Rencana Licik

"Sudah saya cek, Tuan Garcia…"

"Cek lagi! Itu tugasmu! Masa harus aku ajari bagaimana caranya?" Alfonso membentak melalui ponsel dalam genggaman tangannya. Ia sedang menelepon pengacaranya.

"Tapi surat wasiat itu memang sah, sudah didaftarkan oleh notaris Tuan Adalfo Garcia. Semuanya sudah sesuai ketentuan, tak ada yang bisa kita tuntut lagi --"

"Cari lagi! Apa pun yang bisa jadi celah! Kalau tak bisa dengan cara yang legal, pakai cara lain!"

"Tapi, Tuan Garcia, saya tak bisa melanggar hukum --"

"AAARGH!!" Alfonso meraung, melemparkan ponselnya ke lantai marmer sampai hancur berkeping-keping.

Tubuh kekar setinggi lebih dari seratus delapan puluh sentimeter itu terhenyak ke atas sofa kulit mewah di belakangnya. Wajah keturunan latin itu seolah dinaungi kabut gelap, mata birunya berkilat-kilat penuh amarah. Belum pernah sekali pun dia kalah dengan orang lain, apalagi cuma seorang gadis mungil yang bukan siapa-siapa seperti Siena Mori!

Sesosok tubuh berlekuk sensual memakai mini dress warna biru berjalan mendekat, mengambil tempat duduk di samping Alfonso. Rambut pirangnya yang panjang sepunggung dikibaskan ke belakang. Wanita bermata lebar itu menggelayutkan tangannya dengan manja ke bahu sang pria.

"Honey Bear, jangan marah-marah terus… Itu sudah ponsel ketiga yang kamu rusak dalam sebulan ini," suara wanita itu mendesah di dekat telinga Alfonso. Aksen British-nya terdengar kental.

"Lama-lama aku bisa jadi gila gara-gara si tua dan gadis itu, Gloria…!" geram Alfonso. Sepasang matanya menatap nanar ke depan tanpa fokus.

Wanita bernama Gloria Stevens itu membelai pipi Alfonso, membuat wajah sang pria menoleh memandangnya. "Mana mungkin kamu bisa kalah dari gadis itu, Honey Bear? Dia cuma seorang gadis umur dua puluh empat tahun, dan tak punya pengaruh apa-apa. Sedangkan kamu? Kamu Alfonso Garcia yang hebat, ditakuti semua media…."

"Tapi aku bukan sedang berhadapan dengan media! Justru ini cuma seorang gadis yang bukan siapa-siapa…!" seru Alfonso dengan berang.

Senyuman terukir di bibir Gloria. Dia sudah terbiasa menghadapi prianya yang gampang tersulut emosi, dan dia tahu betul bagaimana menaklukkan Alfonso. "Apa kamu tahu kalau Siena Mori itu dulu juga seorang jurnalis? Lebih tepatnya kolumnis."

"Tentu saja aku tahu. Dia kolumnis di Angels Daily. Tapi sejak warisan Adalfo jatuh ke tangannya, dia langsung keluar dari pekerjaannya. Huh!" Alfonso mendengkus.

"Jelas saja! Buat apa lagi dia susah payah kerja, kalau semua harta itu sudah dimilikinya? Harta yang harusnya jadi milikku!" Alfonso mengumpat lagi dengan suara lantang.

"Honey Bear…"

Gloria melingkarkan tangannya ke leher Alfonso. Kalau boleh protes, Alfonso sebenarnya tak suka dipanggil dengan julukan seperti itu, membuatnya terlihat konyol. Tapi itu panggilan sayang yang diberikan wanitanya, yang entah kenapa begitu menyukai beruang.

"Cuma karena Siena Mori tak bekerja lagi sebagai kolumnis, bukan berarti dia tak meninggalkan jejak karyanya di media. Dari berita TV yang aku tonton kemarin, kabarnya dia sudah kerja dua tahun di Angels Daily. Dan sebelumnya, dia kuliah di California State University di Los Angeles. Pasti ada sesuatu yang bisa kamu temukan. Tulisan, skripsi, kolom, apa saja, yang bisa kamu pakai untuk ancam dia, Honey Bear…," celetuk Gloria.

Mata Alfonso melebar menatap wanita cantik berkulit putih yang wajahnya mengingatkan pada artis Hollywood, Margot Robbie. "Maksud kamu?"

"Yah…, carilah sesuatu yang jadi keahlian kamu, Honey Bear… Kamu kritikus. Kamu yang lebih tahu bagaimana cara jatuhkan seseorang lewat media. Si Siena Mori itu tak mungkin tak punya cela di masa lalu. Ah, semua jurnalis pasti punya... Itu tugas kamu. Korek masa lalunya, dan ancam dia dengan kesalahannya itu. Dengan begitu, mau tak mau, dia harus serahkan harta si tua Adalfo itu kembali ke kamu, pewarisnya yang seharusnya…," papar Gloria, sambil tersenyum penuh kemenangan.

Seketika raut wajah Alfonso yang tadinya muram kembali menjadi cerah. Bibirnya yang berkerut mulai mengembang. Ia meraih pinggang wanitanya ke dalam pelukannya.

"Gloria, itu ide yang paling brilian! Ternyata kamu memang benar-benar cerdas…!" pujinya setengah berbisik di telinga Gloria.

"Ah, Honey Bear… 'Kan sudah kubilang, aku lebih suka kamu panggil aku dengan panggilan sayangku…,"  rengek Gloria dengan suara manja.

Alfonso tersenyum geli. Walaupun Gloria memang suka norak dalam memberikan nama panggilan kesayangan, tapi tak apalah, selama wanita itu cukup cerdas untuk memberinya ide cemerlang. Itu juga sebabnya Gloria adalah wanita yang paling lama bertahan menjadi kekasihnya, dibandingkan wanita-wanita lain yang pernah bersamanya. Dia tak suka wanita yang membosankan.

"Cutie Pie…," panggil Alfonso. Bibirnya sudah mulai menelusuri leher mulus wanitanya, memberikan kecupan yang membuat sang wanita mendesah nikmat.

"Oh, Honey Bear…," rintih Gloria, menarik tubuh kekar Alfonso dengan tak sabaran, sehingga tubuh pria itu berbaring menindihnya di atas sofa. "Apa aku boleh minta hadiah karena sudah memberi ide tadi?" Mata Gloria yang indah berkedip-kedip menggoda, tangannya sudah mulai memainkan kancing kemeja Alfonso.

Seringai nakal menghiasi bibir Alfonso. "Sudah pasti, Cutie Pie… Berapa kali pun kamu mau, asal kamu mampu imbangi permainanku…," lirih Alfonso, sambil jarinya menggerayangi tubuh indah sang wanita.

Gloria terkikik. Suara tawanya dengan segera berganti menjadi suara desahan dan erangan penuh gairah. Sofa kulit di ruang tamu apartemen mewah itu menjadi saksi bergeloranya hasrat sepasang kekasih malam ini, sekaligus dimulainya rencana licik mereka berdua untuk menjerat Siena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status