Share

7. Ancaman

Siena menutup kopernya. Semua barang yang diperlukan sudah masuk ke dalam koper, sekarang tinggal menyiapkan tas selempangnya. Yang dia perlukan adalah dompet, paspor, barang-barang pribadi dan… foto Adalfo serta ibunya yang selalu dia bawa ke mana-mana. Dua jam lagi, pesawat pribadi milik Adalfo akan membawanya dan Damien menuju ke Dubai.

Mendadak terdengar bunyi langkah kaki mendekat, seperti berlari ke arah kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Siena membuka pintu kamar tidurnya. "Lucio? Ada apa?"

Pelayan yang setia itu berdiri di muka pintu, entah kenapa wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. "Nona Siena…," gagapnya.

Dahi Siena mengernyit. "Kenapa, Lucio?"

"Tuan Alfonso Garcia sedang menunggu Nona di ruang tamu."

*****

Alfonso duduk di kursi bermodel antik di ruang tamu. Kedua tangannya ditumpangkan ke atas lengan kursi, kaki kanannya diangkat di atas kaki kirinya, terlihat bagai seorang bos besar. Siena muak melihat wajah pria itu. Mau apa lagi dia ke rumah ini? Mungkin Siena perlu mempertimbangkan untuk menyewa pengawal pribadi, khusus untuk mengusir Alfonso kalau dia berani datang lagi.

"Hallo, Siena…."

"Ada urusan apa lagi kamu ke sini?" serobot Siena dengan nada ketus. Ia berdiri beberapa meter jauhnya, menjaga jarak dari Alfonso.

Senyum melengkung di bibir Alfonso. "Begitu caramu menyambut cucu dari kakek angkatmu? Bukankah itu berarti kita juga saudara angkat?"

Siena menggertakkan gigi. "Cukup omong kosongnya. Sekarang kamu baru mengaku sebagai cucu Tuan Adalfo? Ke mana saja kamu waktu Grandpa tinggal sendirian di rumah ini?"

Alfonso tertawa dengan suara keras. "Kamu begitu peduli dengan Kakekku ya? Sampai-sampai kamu memanggilnya Grandpa. Hmm, baiklah.… Kita langsung ke tujuan utamaku saja."

Alfonso menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Aku ke sini untuk buat kesepakatan dengan kamu, Siena…. Kesepakatan untuk mengembalikan warisan Kakekku padaku, pewaris yang seharusnya. Setelah itu, aku janji akan biarkan kamu hidup tenang."

"Apa?" Siena sontak bereaksi. "Apa kamu sedang mabuk? Atau pikiranmu sudah tak waras? Jangan harap aku akan serahkan warisan Grandpa padamu! Aku sudah berjanji pada Grandpa, akan mengurus semua miliknya. Karena Grandpa sendiri berkata, kamu tak akan mampu mengurusnya dengan baik!" sergah Siena dengan nada tinggi.

Sebersit rasa perih menyeruak di hati Alfonso. Benarkah Adalfo menganggapnya tak mampu mengurus apa pun? Sangat melukai harga dirinya!

"Aku bukan datang untuk berdebat, Siena…" Alfonso jelas berusaha menguasai dirinya. "Tapi aku tawarkan kesepakatan yang sama-sama menguntungkan bagi kita berdua."

"Bagaimana bisa menguntungkan kita berdua? Yang aku tahu, kamu cuma menginginkan harta Grandpa. Aku tak akan tertipu dengan akal licikmu."

"Oh, aku tak menipu siapa pun. Justru aku tawarkan kesempatan bagi kamu untuk melindungi nama baikmu, Siena…," potong Alfonso, bibirnya tersenyum miring. "Kamu seorang penulis kolom 'kan? Bagi seorang penulis, setiap karyanya itu sangat berharga. Aku tahu betul itu, karena aku juga penulis. Kamu pasti tak mau kalau sampai ada yang tahu, bagaimana kamu telah menipu kepercayaan orang-orang yang membaca tulisanmu."

"Apa maksudmu? Aku tak pernah menipu siapa pun!" bantah Siena. Walaupun begitu, tanpa sadar kaki kanannya melangkah mundur, gerakan yang menunjukkan keraguan.

Mata Alfonso yang tajam dengan sigap menangkap kesan itu. Ia menyeringai lebar. Tangan kanannya merogoh ke dalam saku sebelah kiri jasnya, mengeluarkan dua lembar kertas yang berupa hasil cetakan dari artikel. Sambil menatap Siena, ia memamerkan lembar kertas yang pertama.

"Ini tulisanmu waktu masih kuliah tahun terakhir di universitas, terbit di sebuah media daring. Ulasan tentang istana Suku Maya yang ditemukan di Meksiko. Kamu pakai tulisan ini sebagai salah satu portofolio untuk diterima bekerja di Angels Daily bukan? Bagaimana kalau mereka sampai tahu, bahwa tulisanmu ini adalah hasil plagiat tulisan orang lain yang sudah terbit lebih dulu? Hanya saja orang itu menulis dalam bahasa daerah, dan tulisannya cuma terbit di koran lokal di Meksiko. Kamu bahkan tak menyebutkan tulisan orang ini sebagai sumber referensimu," beber Alfonso, sambil mengangkat lembar kertas kedua yang berisi artikel dalam bahasa daerah Meksiko.

DEG! Jantung Siena bagai sedang ditekan dan dijungkirbalikkan. Darah di kepalanya seolah mengalir keluar entah ke mana. Kepalanya mulai terasa melayang. Oh, tidak! Bagaimana Alfonso bisa menemukan tulisan itu? Kesalahan bodoh yang dia lakukan tiga tahun yang lalu!

Mengamati wajah Siena yang pucat pasi, seringai Alfonso tambah lebar. Ia sudah berada di atas angin sekarang. Sedikit lagi, nasib gadis itu berada dalam genggaman tangannya.

"Oh, aku lupa cerita kalau aku tahu sedikit bahasa daerah Meksiko. Tak susah dipelajari, apalagi kalau kamu sudah bisa bahasa Spanyol, mi señorita…," desis Alfonso. Ia menghempaskan kedua lembar kertas ke atas meja dengan gaya congkaknya, seolah membuang barang yang tak berguna lagi.

Siena masih terpaku di tempatnya berdiri, jantungnya terus berdentum. Cuma dalam sekejap, dunia seolah terbalik bagi Siena. Semua gara-gara dosanya di masa lalu, hanya karena dia ingin sekali tulisannya dimuat di media daring, dia mengambil jalan pintas. Sekarang dia malah terjebak di jalan buntu!

"Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" Siena bertanya dengan nada datar, berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar.

Dia sadar Alfonso punya pengaruh yang tidak main-main di dunia jurnalistik. Pria itu seorang kritikus yang sudah menyeret jatuh nama banyak jurnalis dan media. Biarpun Siena sudah tak bekerja di media lagi, tetap saja dia tak mau nama baiknya tercoreng.

Alfonso bangkit berdiri, menghampiri Siena dengan langkah santai, sampai mereka berdiri berhadapan. "Seperti kukatakan tadi, kamu cukup buat surat wasiat baru, yang menyatakan kamu mengembalikan semua warisan Kakek padaku, termasuk rumah ini. Dengan begitu, aku janji akan tutupi rahasia kecilmu ini, dan kamu bisa kembali berkarya lagi," ucap Alfonso.

"Oya, aku tak sejahat yang kamu duga. Kalau kamu mau, kamu boleh pilih satu dari sekian banyak perusahaan Kakek. Aku berikan padamu secara cuma-cuma, supaya kamu bisa tetap nikmati hidup mewah, tanpa harus susah payah bekerja lagi. Bagaimana? Bukankah aku sudah sangat murah hati?" sambung Alfonso, membentangkan kedua tangannya lebar-lebar dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya.

'Oh, Grandpa… Apa yang harus aku lakukan?' keluh Siena dalam hati. 'Maafkan aku, Grandpa… Aku benar-benar bodoh. Gara-gara kesalahanku, sekarang aku tak berkutik di hadapan Alfonso, membiarkan dia mengancamku seenaknya.'

Siena memutar otaknya. Dalam situasi seperti ini, dia tak boleh menyerah. Bagaimanapun juga, masih ada pesan terakhir Adalfo yang harus dia selesaikan.

"Grandpa memberikan tugas padaku untuk mengurus asetnya yang berada di luar negeri. Dua jam lagi, aku harus pergi ke Dubai bersama Damien. Setelah aku selesaikan semua permintaan terakhir Grandpa, aku janji akan mengurus kesepakatan kita," Siena berterus terang, berharap bisa sedikit mengulur waktu. Dia butuh waktu untuk bisa berpikir jernih.

Mata biru Alfonso berkilat-kilat menatap Siena. "Kamu pikir aku begitu gampang ditipu? Kalau itu aset milik Kakekku, berarti itu juga milikku. Kamu akan pergi ke Dubai bersamaku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status