Share

4 - Rencana Menikah

Perlahan Olivia membuka matanya yang sejak tadi hanya melihat warna hitam. Jantugnya berdebar hebat sejak sebuah kain tipis melingkar di kedua matanya.

Sialan! Dimana aku?

Pandangannya sinis ke seluruh ruangan ini. Namun ia tak terlalu merasa terkekang karena tak ada satupun tali yang mengikatnya seperti adegan kejam di sinetron.

“Nona, silakan ditunggu.”

Olivia kontan menoleh ke belakang. Tampak seorang pria mengenakan jas hitam formal sedang bertugas.

“Hah? Nungguin siapa?” tanya Olivia yang tak kunjung mendapat jawaban juga.

Dengan mata ayamnya, nampak seseorang telah datang mendekatinya. Ia pun menoleh ke kanan.

“Eh?” Celetuk Olivia menghentikan langkah kaki wanita tersebut. Wanita yang ditemuinya di sebuah restoran korea di mall hari yang lalu.

Perempuan itu sempat terkesiap melihat Olivia ada di kursi makan tersebut.

“Oh, hai!” sapa Olivia ketika wanita itu mencoba duduk.

Ketika tak ada angin berembus di antara mereka, Olivia bertanya. “Kenapa kita di sini? Tau nggak?”

“Sudahlah,” imbuh wanita itu. Tak acuh terhadap Olivia.

Tap tap tap

Perempuan yang bertatapan muka dengan Olivia tadi seketika berdiri dan menunduk setelah mendengar suara derap langkah.

“Tante,” kata perempuan tersebut. Menyapa seseorang yang dikenalnya.

“Bella? Kamu sudah di sini,” sapanya.

“Mah? Apa maksudnya?”

Olivia pun melirik ke Ivan – pria yang baru saja dikenalnya itu.

Lantas Li Hua menyuruh Ivan untuk duduk berdampingan dengan Olivia. Sedangkan ia duduk bersama Bella. Seolah memberi tanda bahwa Li Hua berpihak pada Bella. Begitu yang dipikirkan Ivan.

“Ivan? Bisa jelaskan sama mama dan Bella atas kejadian kemarin? Bella bilang kalau kamu … sudah punya calon istri?”

Perkataan tersebut membuat Bella menundukkan kepalanya. Seakan ini akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Ivan mendengus sebal. “Bu-bukan begitu ….”

Pikiran Ivan tak karuan. Tidak pernah beranggapan akan terjadi seperti ini karena sebelumnya tidak pernah. Hingga Olivia pun jadi ikut terpanggil dalam masalah keluarga ini sekarang.

“Kamu mau menikah? Dengan wanita di sebelahmu?” sindir Li Hua sembari mengangkat dagu ke arah Olivia.

Gerakan tersebut membuat Ivan tak suka terhadap ibunya sendiri. Sedangkan Olivia tak punya masalah apapun terhadap keluarga ini.

Mengapa jadi terlibat terlalu dalam? Padahal Ivan hanya bermain kecil saja sejak Olivia memanggilnya sebagai “suami” saat di bar. Dan menggunakan momen itu untuk menghindar dari Bella.

“Memangnya kalian mau menikah kapan ha!?” Li Hua bertanya kembali dengan nada mendesak.

Olivia hanya bisa terdiam sejak ia duduk bersama mereka berempat. Lamun kali ini ia tak bisa tinggal diam dan berusaha untuk pergi dari sini sebisa mungkin.

“Kami tidak akan meni—“

Sebelum menyelesaikan ucapannya, tangan Olivia digenggam oleh Ivan. Hal yang sama terulang kembali.

Lamun kali ini Ivan tak mengatakan apapu terhadap lawan bicaranya. Ia hanya bisa memandang geram pada mamanya dan Bella. Kemudian menggandeng Olivia dan keluar dari restoran ini.

Kaki Olivia sempat terseok sebab Ivan berjalan sangat cepat.

“Pelan-pelan, dong?” pinta Olivia lembut. Saat ini ia tak bisa santai.

Entah kenapa kejadian tadi mendorongnya untuk berpikir lain. Bahwa kehidupannya sebelumnya teralu santai. Ternyata memang ada hal-hal aneh yang akan muncul diluar dugaannya.

“Masuk mobil,” suruh Ivan sesegera mungkin.

Olivia mengerucutkan bibirnya dan masuk ke mobil. Mereka pun melaju.

Ivan lebih suka menyetir sendiri daripada dengan sopir. Kali ini dia menyetir mobil SUV hitamnya yang super gagah itu.

“Oh, iya! Aku belum kabarin Pak Herman!”

Olivia menatap aneh dalam tasnya. Berusaha merogoh tas untuk mendapatkan ponsel kesayangannya itu.

“Duh! Hapeku pasti tadi jatuh!” keluhnya seiring menepuk jidat.

Acuh pada perkataan Olivia, Ivan bertanya bagaimana ia bisa berada di restoran tadi bersama Bella.

Olivia pun menceritakan kejadian ia yang seperti diculik tadi. Sebenarnya saat di mall, Olivia agak dipaksa masuk ke dalam mobil di tempat parkir mobil saat Olivia hendak menuju mobilnya.

Namun entah mengapa sergapan itu terasa terlalu cepat. Olivia juga tak terlalu ingat bagaimana ia disekap sebab tadi ia sambil memainkan ponselnya.

Ivan menepikan mobil.

“Tunggu,” pesan Ivan pada Olivia.

Perkataan yang keluar dari mulut Ivan tak sebanyak yang diucapkan Olivia. Pria ini sungguh minim komunikasi dan hanya bicara seperlunya saja.

Selang sepuluh menit menunggu di area parkir pinggir jalan, akhirnya pintu utama terbuka.

Sebuah tas kertas berbobot ringan mendarat di paha Olivia.

“Apa ini?” Olivia bertanya-tanya sembari memerhatikan wajah Ivan yang sedang memutar setir.

“Hape? Iphone 13? Eh? Aku bisa beli sendiri kok,” tolak Olivia secara halus. Memang benar Olivia bisa beli sendiri karena uangnya berlimpah juga.

Seketika Ivan menarik kembali tas berisi ponsel itu dan membuangnya ke kursi belakang. “Ya udah buang aja.”

Sambil menggigit bibir dan memandangi tas tersebut melayang ke belakang, Olivia merasa kesal. “Eh gimana, sih!? Gaje banget!” batinnya geram.

“Mana rumah kamu?”

Olivia masih mengatur napasnya merespon ketidakjelasan pria yang ada di sampingnya ini.

“Belok kiri,” suruh Olivia. Kemudian berlanjut mengarahkan Ivan menuju rumahnya.

Anjir aku udah kayak GPS aja. Kalau belok baru ngomong dan kasih tanda. Kenapa nggak pesenin taksi aja daripada begini!?

Sudah di depan rumahnya, Olivia menurunkan dirinya dari dalam mobil. Belum sempat menutup pintu mobil tersebut. Langit juga sudah berganti gelap tanpa ada sinar oranye berpadu biru.

Sepersekian detik setelah Olivia turun. Dari arah belakang ada seseorang yang keluar dari mobil juga.

“Livia!”

Olivia menoleh ke belakang. “Mama?”

Ivan melirik pergerakan mereka berdua dari cermin yang ada di dalam mobil.

“Kamu kemana saja?” Aulia sangat cemas dengan keberadaan Olivia. Sehingga ketika saat ini Aulia hanya bisa memeluk Olivia sembari menahan haru tangisnya.

“Tante?”

Aulia terkesiap ketika ada suara pria dibalik anaknya ini.

“Maaf, Tante. Olivia tadi pergi sama saya,” ucap Ivan. Hal yang terduga terjadi.

Olivia juga menambahkan. “Tadi hapeku juga jatuh, Ma. Jadi nggak bisa kabarin.”

“Saya Ivan. Teman Livia,” kata Ivan seiring mengulurkan tangan pada Agnes.

Tentu saja Aulia membalas jabat tangan itu. Merasa heran karena kali ini Olivia memperkenalkan teman lelaki padanya. Meskipun ia masih sangat ingat prinsip Olivia sejak kuliah. Bahwa ia tak ingin berpacaran lagi apalagi menikah.

Kemudian Ivan berpamitan pulang agar memberi mereka waktu untuk bersama. Lagi pula Ivan juga merasa tak ada urusan dengan Olivia lagi. Ia berharap bahwa ini terakhir kali mereka bertemu sehingga tak ada masalah seperti tadi.

Olivia juga meminta maaf pada Herman karena tak sempat mengabari.

Ketika sudah memasuki rumah dan bebersih diri, Olivia duduk di ranjang. Yang kemudian disusul oleh Aulia.

Kejadian hari ini malah membuat waktu antara anak dan ibu yang sudah agak berjarak ini kembali dekat seperti dahulu kala. Sebelum Olivia menjadi semakin tertutup sejak kuliah di luar negeri.

“Mamah takut kena marah papa kalau kamu tadi kabur atau kenapa-kenapa. Makanya mama sama Pak Herman cari-cari kamu sendiri.”

“Ya, Mah. Maaf aku nggak ngabarin dulu.”

Aulia mendekatkan wajahnya ke Olivia. Ia pun berbisik, “sudah sejak kapan kalian pacaran? Sudah ada rencana menikah, ya?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status