Share

5 - Hamil?

That you were Romeo, you were throwing pebbles.” — Taylor Swift.

***

Ivan memejamkan matanya. Hari yang tak biasa telah terjadi. Seperti laba-laba telah bersarang di otaknya.

“Mah!? Ini maksudnya apa?”

Li Hua berkata, “mama sudah nggak bisa nunggu. Mama mau kamu menikah.”

Lantas Ivan semakin stress, ia mengacak adul rambutnya yang lemas itu.

“Aku belum mau!” tolak Ivan mentah-mentah. Melihat Li Hua menyicip beberapa masakan di sebuah hotel.

Tampaknya Li Hua sedang merencanakan pernikahan baginya. Itu yang ada di pikiran Ivan. Sebab mamanya bertemu dengan pihak wedding organizer di hotel yang mereka kunjungi ini.

Kemudian Ivan menarik tangan Li Hua dan mengajaknya keluar dan pulang.

Ivan mengantar Li Hua ke rumah. Lantas ia bergegas ke gedung perusahaan keluarga mereka.

Tak bisa memendam ini sendiri, Ivan berinisiatif untuk bertemu papanya.

“Papa tau perbuatan Mama? Aku dijodohkan,” ujar Ivan datar. Raut wajahnya seperti kain kusut.

Chen— papanya Ivan, menghentikan kegiatan yang sejak tadi ia garap. Tertarik dengan pembahasan yang dibuka oleh anaknya ini.

“Yaaa papa tau. Papa juga setuju kalau kamu menikah nantinya. Toh kamu juga sudah mapan. Mau mencari apa lagi? Papa juga butuh pewaris nantinya. Memang ini akan papa kasih ke kamu. Tapi papa berharap nanti akan ada cucu juga,” balas Chen dengan lembut.

“Iya, tau. Tapi aku nggak mau dijodohkan,” desak Ivan. Mempertahankan bentengnya.

Chen merekatkan jemarinya dan meletakkannya tepat di depan dagu. “Hmm. Kemarin papa juga sudah bilang ke mama biar kamu sendiri yang mencari istri pilihanmu. Tapi tau sendiri kan? Mama sukanya mengatur apapun dengan kemauannya sendiri.”

“Papa nggak bisa bantu!?”

Ingin menolak namun takut menyakiti hati anaknya, Chen menggidikkan bahu. “Nanti papa usahakan. Sekarang papa mau fokus ini dulu. Ada masalah dari Jakarta.”

“Kenapa, Pa?”

“Itu. Truk box kemarin macet. Jadi ekspedisi ke Surabaya belum sampai-sampai.”

Ivan mengangguk pelan. Sekaligus mempelajari bisnis ini.

“Padahal harusnya sudah sampai tadi pagi. Banyak orderan yang belum bisa dipilah dan dikasih ke agen pengiriman,” jelas Chen seiring mengembuskan napas lelah.

“Ya, sudah. Kamu sekarang pulang aja. Bulan depan baru fokus bantu papa lagi. Full-time, ya!” sambungnya.

Ivan mengiyakan permintaan papanya. Lagi pula ia juga sedang mempersiapkan mental untuk mengurus bisnis ini. Mengganti papanya yang sudah ingin pensiun dan di rumah saja.

***

“Van? Sini?”

Ivan mendekat ke mamanya yang ada di depan TV.

Dilihatnya sedang membawa sebuah kotak berwarna silver. Ia tak mengerti itu apa. Namun setelah mendekat, ia tahu itu adalah cincin.

“Coba cincinnya ini? Pas atau nggak?” pinta Li Hua.

“Mah! Mama jujur sama Ivan! Udah persiapin semuanya sampai mana?!”

Ivan menolak tak ingin mencoba cincin tersebut. Semakin keluh pikirannya. Ia pun sedikit menggunakan nada tinggi untuk bicara kepada mamanya.

Li Hua mendesah sembari membenahi rambut coklatnya itu. “Ma-mama … sudah pesan gaun juga.”

“GAUNNYA BELLA?!” desak Ivan.

Li Hua mengangguk seiring menunjukkan senyum menangnya.

PRAK!!!

“Ivan!?”

Suara itu rupanya ponsel yang dilemparkan ke lantai.

“Ivan nggak suka cara mama kalau gini! Ini dah keterlaluan, Ma!”

Emosinya meledak ketika sudah tahu apa yang dilakukan mamanya di belakang. Kini Ivan berjalan memunggungi mamanya.

“Kamu mau ke mana?”

“Pergi dari rumah!”

“IVAN!”

Teriakan itu tak mampu menghentikan langkahnya. Ivan sangat tak ingin menikah dengan wanita yang dipilihkan mamanya.

Bella sebenarnya adalah wanita sempurna. Namun kecantikan dan kesempurnaannya itu masih belum mampu mencuri hati Ivan.

***

“Livia?”

“Ya, Mah?”

Aulia dan Olivia masih bersama di ruang makan. Setelah menyantap makan malam bersama. Tanpa Billy.

“Kamu tahu tradisi keluaga Tionghoa, kan?!”

“Ya, Ma. Iyaaa. Livia tau,” jawab Olivia bermalas-malasan.

“Itulah kenapa Mama mau kamu menikah nantinya.”

“Ma? Apa salahnya kalau aku yang pegang usahanya papa nanti? Karena aku bukan cowok?!” imbuh Olivia sedikit protes.

Aulia mengambil napas dalam. “Mama tau keiniginan kamu untuk tidak menikah dan bisa mengurus bisnis lanjutan nanti. Tapi papa juga mau kamu punya suami.”

Pasalnya, Aulia mengingat perkataan Billy. Apabila Olivia ingin mengurus bisnis ini, ia harus menikah. Kalau Olivia tetap bersikukuh, Billy akan merelakan bisnis ini diteruskan oleh keponakan lelakinya.

Dengan adanya Ivan kemarin, Aulia berusaha membujuk anaknya ini untuk segera menikah sebelum suaminya mewariskan perusahaan ke orang lain selain Olivia. Namun nyatanya Olivia dan Ivan tidak ada perasaan apapun. Mereka juga sudah tidak bertemu lama.

“Kamu tau papa, kan? Pikirannya papa itu masih jadul. Dulu menikah sama mama juga penuh tantangan karena mama bukan satu ras dengan papa kamu. Tapi Papa kan anak pertama dan laki-laki. Jadi papa bisa meneruskan perusahaan ini,” lanjut Aulia.

Keseriusan mereka kali ini harus tersendat lagi. Bel pintu rumah berbunyi.

Asti segera membukakan pintu rumah.

“Bu, ada tamu. Katanya mencari Ibu,” ucap Asti pada Aulia.

Aulia beranjak dari kursi makan dan menuju ke ruang depan. Bertemu dengan sosok tamu yang membangunkan rasa penasarannya. Sudah pukul 7 malam.

“Tante?”

Tampak senyuman lebar di wajah Aulia ketika melihat sosok tamu tersebut.

“Masuk, Van?” Aulia menjawab dengan semangat.

Saat mereka berdua sudah duduk berhadapan, Ivan merasa ketegangan di lehernya.

Setelah berbasa-basi, Ivan seketika berbicara tak masuk akal. Entah dari mana ia mendapatkan keberanian seperti itu.

“Maksud saya … da-tang ke sini untuk mengajak Olivia berumah tangga, Tante.”

Sungguh tak terduga. Aulia tak perlu berusaha keras untuk mencarikan Olivia calon suami. Seperti firasatnya lalu. Yang ia kira Ivan adalah pacar Olivia. Kini memang datang untuk meminta ijin menikahi putrinya.

Bagi Aulia hal ini sungguh aneh tetapi ia tak ingin kehilangan kesempatan ini. Demi mempertahankan kelangsungan hidup Olivia kelak. Serta mempertahankan perusahaan keluarga yang sudah dibangun oleh mertuanya dan dibantu oleh Billy hingga semakin berjaya ini.

Samar-samar mendengar pembicaraan ini, Olivia berjalan lamban ke ruang depan serta memfokuskan telinganya untuk memperjelas apa yang didengarnya.

“Kamu! Ngapain kamu ke sini?! Kamu mau ngajak aku menikah?!” geram Olivia setelah mendengar perkataan yang tak masuk akal terucap dari bibir laki-laki yang tak terlalu dikenalnya secara mendalam ini.

Mana mungkin Olivia mau menikahinya? Keinginan untuk menikah saja tidak ada. Apalagi menikah dengan seseorang yang hampir tidak pernah ia temui sejak kejadian ganjil lalu.

“Liv? Maafin aku. Aku nggak sanggup hidup tanpa kamu,” ucap Ivan sembari berjalan lamban menuju Olivia.

Dih! Gila kali ya ni orang?!

Olivia menjauhkan diri sembari mencibirkan bibir pada Ivan yang tak jelas itu. Tentu saja Olivia menolak mentah-mentah.

“KITA NGGAK KENAL! SANA PERGI! BERANI-BERANINYA DATANG KE RUMAH NGAJAKIN NIKAH! STRESS!”

Ivan seketika menarik tubuh Olivia dan memeluknya erat hingga tak bisa lepas.

“A-aku mencintai kamu dan calon anak kita yang ada di perutmu,” kata Ivan. Suaranya keras hingga terdengar oleh Aulia dan Asti yang ada di dapur. “Aku mau bertanggung jawab.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status