Selama beberapa hari ini Nayla tinggal dirumah lama nya, beruntung dia masih menyimpan kunci rumah lamanya jadi setidaknya dia tidak akan luntang-lantung di jalanan. Namun aneh nya saat dia pulang hari ini terlihat lampu dirumahnya menyala padahal setahunya dia tidak pernah menyalakan lampu. Karena takut jika itu maling gadis itu pun langsung berlari menuju rumah nya.
"Oh anda siapa?" tanya nya pada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari rumah nya.
"Saya pemilik rumah ini. kamu siapa?"
"Apa? Tapi ini rumah saya Tante."
"Pemilik rumah ini sudah menjual nya pada saya tadi siang."
,,,,,,,,,,,,,
Nayla membuka pintu rumah ayah tirinya dengan sangat kencang, bahkan penghuni rumah yang sedang makan malam itipun langsung menoleh kearahnya.
"Nay kamu pulang?" tanya tuan Wijaya dengan senyum senang nya Melihat putrinya kembali pulang kerumah.
Tidak memperdulikan pertanyaan ayah tirinya itu, Nayla langsung berjalan menghampiri sang Ibu yang duduk disalah satu kursi ruang makan. "Ma, kenapa mama menjual rumah kita?!" tanyanya dengan nada bicara yang bisa dibilang tidak sopan.
"Nay, tolong jangan berteriak. Kamu sudah tidak pulang berhari-hari sekarang pulang marah-marah. Di mana sopan santun mu?!" bentak Ibunya.
"Aku tidak peduli! Yang ingin aku tanya sekarang kenapa mama menjual rumah lama kita?!! Mama, itu rumah peninggalan papa kenapa mama tega menjualnya!!" Tampak nya Nayla sudah benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya didepan ibunya.
"Nay, jangan berteriak didepan mamamu!" Samuel yang juga berada ditempat itu pun akhirnya ikut mengeluarkan suaranya karena tidak suka dengan apa yang Nayla lakukan pada ibu nya.
Melihat Samuel yang ikut bicara tentu saja membuat Nayla langsung menatap tajam kearah pria itu. "Kamu diam! aku tidak ada urusan denganmu!"
"Ma, aku tidak peduli Ibu menikah dengan siapapun. Aku tidak melarang mama berbuat apapun tapi tidak dengan menjual rumah papa. Itu peninggalan papa satu satu nya !! Kenapa Ibu tega melakukan itu?"
"Karena mama tahu kamu tinggal disana beberapa hari ini. Mama tidak ingin kamu tinggal disana Nay, kamu sudah punya keluarga baru," Jawab Nyonya Marisa yang tak lain adalah Ibu kandungnya. Wanita paruh baya itu mencoba menurunkan nada bicaranya.
"Ckk, dari awal aku tidak menyukai keluarga ini. Mama saja yang selalu memaksaku."
"NAYLA WIJAYA!!"
"Jangan memanggilku dengan nama itu karena sampai kapanpun aku tidak akan menghapus nama papa dari Namaku!" Sentak Nayla sebelum akhirnya melangkahkan kakinya pergi meninggalkan rumah itu.
Nyonya Marisa yang sudah ingin mengejar anaknya itu langsung ditahan oleh Samuel. "Mama disini saja, Nayla biar aku yang urus," Ucap nya kemudian segera menyusul Nayla.
Samuel yang dengan cepat bisa menyusul Nayla itu pun langsung menahan tangan gadis itu agar berhenti. "Lepas!" Teriak Nayla.
"Tidak! Kamu mau kemana lagi ha? Kamu mau keluyuran lagi?"
"Bukan urusanmu. Cepat lepas !"
"Nay, aku mohon jangan pergi. Kalau kamu tidak suka aku disini aku yang akan pergi," Sahut Michelle yang ternyata juga ikut menyusulnya. Gadis itu berjalan menghampiri Nayla dan juga Samuel.
Nayla menatap Michelle dan Samuel secara bergantian. Sungguh miris, 2 orang yang dulu menjadi sahabat nya kini berubah menjadi orang yang sangat ia benci.
"Nay, tolong jangan kekanakan. Kamu hanya perlu meminta maaf pada mama dan menyelesaikan masalahmu, bukan dengan pergi keluyuran seperti ini."
"Ckk, kamu tidak usah menasehatiku kalau kamu sendiri masih banyak kesalahan." sindir Nayla tak suka dengan apa yang baru saja kakak tirinya itu katakan.
"Nay.."
"Sampai kapanpun aku akan membenci kalian terutama kamu Michelle ! Kamu tidak lebih dari wanita murahan yang sudah tega merebut kekasih sahabatmu!"
"NAYLA!!"
"Kenapa? Memang benar bukan? Kalian berdua sama-sama brengsek!"
PLAK!
"Kak Sam," teriak Michelle kaget saat melihat Samuel tanpa sadar menampar pipi Nayla cukup keras bahkan sampai meninggalkan bekas kemerahan di pipi chubby Gadis itu.
Samuel yang baru sadar dengan apa yang ia lakukan menatap tangannya bergetar, sungguh dia tidak sengaja melakukan itu.
"Aku benar-benar membencimu SAMUEL WIJAYA!" Teriak Nayla sebelum akhirnya berlari pergi meninggalkan mantan sahabatnya yang dengan tega mengkhianatinya.
,,,,,,,,,,
[ Aditya : "Halo Ibu, ada apa?" ]
[ Ibu andara : "Halo Adit? Adit, Chiko demam tinggi. Dia terus mengigau memanggil namamu." ]
[ Aditya : "Benarkah? Besok Aku akan kesana Bu. Tolong katakan pada Chiko, aku akan kesana besok." ]
[ Ibu Andara : "Baiklah, maaf Ibu mengganggumu malam malam." ]
[ Aditya : "Tak apa Bu, Kalau begitu saya matikan tlp nya. Besok saya akan kesana menjenguk Chiko." ]
Chiko adalah salah satu anak panti asuhan tempat dulu Aditya diasuh. Dia baru berumur 8 tahun, sejak lahir dia sudah dibuang oleh orang tuanya di panti asuhan. Chiko merupakan anak yang sangat nakal dan juga jahil, namun sangat penurut jika sudah ditangani Aditya karena Aditya lah yang sejak dulu menemaninya dipanti .
"Aish Aku lupa membeli mie instan. Sial, kalau saja cacing di perutku tidak berisik Aku malas keluar," Umpat Adit kesal. Pria itu segera beranjak mengambil jaketnya sebelum pergi ke mini market untuk membeli ramen.
Udara malam ini sangat dingin karena memang sudah mulai memasuki musim hujan. Sesampai nya di Mini market, Dia tidak sengaja melihat seseorang yang ia kenal terlihat mengambil beberapa roti secara diam-diam. Sepertinya orang itu ingin mencuri, pikir nya.
Tanpa mengucapkan apapun, Adit menarik tangan orang itu menuju kasir, mengambil alih beberapa roti yang berada di tangannya "Tolong dijadikan dua," ucap nya pada kasir mini market.
Setelah selesai urusannya di mini market, Adit keluar menemui orang tadi yang menunggunya diluar Mini market. "Nih, kenapa kamu mencuri? Kupikir kamu orang baik," Ucapnya sambil memberikan sekantong plastik berisi roti tadi.
"Aku akan mengganti uangmu nanti."
"Tunggu," Adit mencoba mencegah orang itu yang hendak pergi namun sepertinya usahanya gagal karena orang itu terus saja melangkahkan kakinya pergi.
"Nayla !" Pria itu tersenyum saat akhirnya berhasil membuat Orang tadi menghentikan langkahnya. Dengan langkah panjangnya Adit menghampiri gadis yang berhenti beberapa langkah didepannya.
"Mau makan Mie bersama?"
,,,,,,,,,,,,,
Adit menatap lekat Nayla yang sedang memakan Mie instan nya dengan sangat lahap. Pada akhirnya setelah beberapa saat berdebat, pria itu berhasil memaksa Nayla untuk ikut dengannya kekontrakannya. entahlah apa yang ada dipikiran Pria itu sampai nekat membawa Nayla ke kontrakannya untuk makan Mie bersama.
"Aku sudah selesai. Nanti semua nya akan aku ganti," ucap Nayla setelah selesai memakan mie nya dan beranjak ingin pergi.
"Setidaknya cucilah mangkok kotormu. aku bukan pelayanmu," sahut Adit sebelum melanjutkan memakan mie nya.
Nayla tidak menolak, gadis itu membawa mangkok nya tadi untuk dicuci. Diam-diam Adit memperhatikan gerak-gerik gadis itu yang sibuk mencuci mangkok, bahkan gadis itu juga mencuci panci bekas merebus mie tadi. Entah sadar atau tidak sudut bibir Adit terangkat membentuk senyum tipis, sangat tipis namun cukup terlihat.
"aish apa yang kamu lakukan Dit," batinnya sebelum kembali memasang wajah dinginnya.
"Sudah, biarkan aku pergi sekarang."
"Tunggu."
"Apalagi? Kamu tidak menyuruhku mencuci mangkok mu ini kan?"
"Betul! kamu harus mencuci mangkok ku juga," Jawab Adit membenarkan ucapan Nayla barusan.
"Apa?!"
Tidak menjawab pertanyaan gadis itu, Adit beranjak berdiri menuju kulkas mini nya, mengambil es batu dan handuk kecil sebelum kembali menghampiri Nayla. "Kompres pipi mu. Apa kamu baru saja berkelahi?"
Seketika Nayla baru sadar jika pipi nya masih sangat perih akibat tamparan kakak tirinya tadi "Tidak, aku gapapa. Ini tidak sakit. Aku akan pergi sekarang,"
Sebelum gadis itu benar-benar pergi, Adit lebih dulu menahan tangan nya. Tangan yang satu dia gunakan untuk membungkus es batu dengan handuk kecil tadi.
"A-apa yang kamu lakukan?"
Adit tidak menjawab, pria itu mengarahkan kompresan tadi kearah wajah Nayla."kamu mau apa?"
"Sstt diam."
Entah kenapa Nayla seakan langsung menurut dengan perintah pria itu. dia diam saat Adit mulai menempelkan kompresan tadi, sesekali dia juga meringis perih. Melihat apa yang sedang Adit lakukan untuknya membuatnya teringat sesuatu.
"Nayla bodoh! kenapa kamu bisa seperti ini?" omel Samuel saat melihat wajah lebam di pipi Nayla.
"Ini gara-gara penggemarmu. Dia mengeroyokku karena tahu aku pacarmu."
"Aish harusnya kamu kabur jangan ladenin mereka."
"Akh Sam sakit ! Pelan-pelan." teriak Nayla saat Samuel menekan pipi nya yang lebam dengan kompresan
"Hehe maaf sayang, aku akan pelan."
Hampir saja Nayla terlarut dalam perasaannya, setelah tersadar, gadis itu langsung mendorong tangan Adit dari pipi nya "Aku gapapa. Aku harus pergi sekarang."
"Tunggu Nay. Tidur lah disini. Kamu tidak tahu harus kemana bukan?"
Nayla mulai menggeliat dalam tidur nya, badannya terasa sangat sakit karena semalaman tidur diatas kasur lipat yang sangat tipis. Saat matanya terbuka, sosok yang pertama kali ia lihat adalah Adit yang sedang bersiap-siap entah mau kemana karena ini hari minggu dan sekolah libur. "Kamu sudah bangun? Hmm aku harus pergi ada urusan mungkin pulang malam. Kalau kamu mau pergi sebaiknya nanti malam saja setelah aku pulang," Ujar Adit sambil memasukkan beberapa bungkus coklat kedalam tas nya. "Aku mau ke suatu tempat yang harus aku kunjungi. Jauh dari kota Jakarta," lanjut nya seolah tahu isi pikiran Nayla yang ingin bertanya namun ragu. "Aku boleh ikut?" ,,,,,,,,,,, "Kak, bukankah seharusnya aku pergi saja? Nayla pasti pergi karenaku sampai membuat Tante sakit," lirih Michelle saat melihat dokter pribadi keluarga Wijaya baru saja selesai memerik
"Kak, ayo kita makan malam bersama. Ibu panti dan yang lainnya sudah menunggu," Ujar Putri pada Nayla yang sedang duduk termenung sendirian di taman panti. "Putri, Ayo kita tinggalkan saja dia kalau tidak mau," suara teriakan Chiko membuat Nayla langsung menoleh kearah bocah kecil yang berdiri di teras panti itu. "Tidak usah didengar, Kak. dia memang suka begitu. Ayo." "Putri duluan saja. Kakak masih ingin disini , didalam sedikit gerah," Balas Nayla. "Yasudah kalau begitu aku masuk ya, Kak," Nayla sedikit menyunggingkan senyumnya saat melihat Putri dan Chiko berjalan bersama masuk kedalam panti. Tadi siang mereka masih bertengkar tapi sekarang tiba tiba sudah akrab. "Putri yang introvert saja bisa berubah kenapa aku tidak ? Bahkan dia masih kecil, tapi sudah berani mengambil langkah lebih baik," gumam nya kembali mendongakkan kepalanya keatas. Mamandang bintang yang berlomba mengerlipkan cahayanya terangnya. Su
Nayla diam merenung memikirkan obrolannya dengan Bu Andara beberapa jam yang lalu. "Kamu tidak ingin kembali sekolah, Nay? Bukan maksud Ibu tidak suka kamu tinggal disini, Ibu sangat senang kamu tinggal disini. tapi keluargamu pasti khawatir mencarimu dan juga bukankah sebentar lagi ujian kelulusan sekolah ? Kamu tidak ingin lulus ?" Itulah kurang lebih yang Bu Andara tanyakan padanya tadi. Sudah hampir 1 minggu Nayla tinggal di panti asuhan ini. Gadis itu merasa sangat senang, semua yang tidak pernah dia dapatkan dikeluarganya dapat ia dapatkan disini, terutama kasih sayang. Bu Andara sangat menyayangi nya, bahkan Putri yang awalnya tertutup bisa sangat terbuka dan dekat dengannya apalagi Chiko. "Kak." Suara panggilan itu membuat Nayla langsung menoleh. Putri, Gadis kecil yang selama beberapa hari ini tidur dengannya terlihat mulai terbangun. "Kakak tidak tidur?" Tanya nya dengan mata yang m
Bruk !!! Tubuh Monika terdorong begitu keras hingga punggung nya membentur tembok. Dinda, Nanda dan putri menarik rambutnya secara bergantian, tak hanya itu tubuh nya bahkan sudah penuh dengan bau busuk akibat siraman air kotor. "Cihh anak koruptor sepertimu hanya akan mengotori sekolahan ini," ucap Dinda setelah menjambak rambut Monika hingga membuatnya meringis kesakitan. "Seharusnya kamu ikut menekam dipenjara bersama ayahmu. Benar benar memalukan!!" sahut putri. "Nanda mana gunting nya?" Nanda mengeluarkan gunting yang sudah ia bawa sejak tadi "Biar aku saja yang menggunting rambutnya," ucap nya dengan senyum seringai membuat Monika ketakutan. "Jadi, gaya rambut apa yang kamu inginkan Monika Bramanta?" "Tidak, aku mohon jangan," tangis Monika mulai pecah begitu Nanda mendekat kearahnya. "Sudah
Adit dan Nayla lengkap dengan pakaian serba hitamnya kembali menyelusup masuk kesekolah. Mereka akan mencari lagi bukti tentang kematian Nina.Adit menahan tangan Nayla yang sudah ingin masuk kedalam ruang guru "ada cctv," ucap pria itu pelan sambil melirik kearah cctv di atasnya."Tunggu disini, jangan kemana mana sampai aku kembali. Aku harus mematikan saluran listrik agar semua cctv mati."Setelah keadaan mulai aman, mereka berdua mulai masuk kedalam ruangan guru. Memeriksa satu persatu laci dengan dibantu senter yang sudah Adit bawa dari rumah nya tadi. Sejujurnya Nayla sedikit aneh dengan Adit, kenapa dia terkesan sangat ahli dalam hal semacam ini? Bahkan dia seakan sudah menyiapkan ini semua sebelum nya."Aku tidak menemukan apapun. Bagaimana denganmu?" tanya Adit menghampiri sosok Nayla yang berdiri didepan meja wali kelas nya."Tidak ada apa apa," j
Nayla dan Adit duduk saling diam dalam suasana canggung. Keduanya sibuk dengan pikiran masing masing atau hanya berpura pura sibuk? Entahlah yang jelas kejadian beberapa menit yang lalu benar benar membuat suasana sangat canggung.Keadaan yang benar benar memalukan bagi keduanya. Bagaimana tidak, tadi awalnya semuanya terlihat biasa saja. Mereka menonton acara tv bersama hingga acara tv itu selesai. Adit yang tidak menyukai acara tv setelahnya itu mencoba mengganti saluran tv namun sepertinya Nayla keberatan dengan acara tv yang Adit pilih hingga tanpa permisi Nayla mengganti saluran tv itu lagi membuat Adit kesal. Mereka terlihat adu rebut remot. Adit yang merasa lebih tinggi dari Nayla itu pun berdiri dan mengangkat remotnya setinggi mungkin agar Nayla tidak sampai meraihnya. Nayla tidak tinggal diam, dia terus berusaha merebut remot tv dari tangan Adit dengan cara menaiki meja kecil. Karena tidak memperhatikan pijakan kaki nya Nayla tergeli
"Samuel?"Nayla menghentikan langkahnya tiba tiba saat Samuel menghadang jalannya. "Minggir," ucap Nayla dingin namun Samuel enggan menggeser tubuhnya walau hanya sedikit. Ngomong-ngomong mereka sedang berada di gang sempit menuju kontrakan Adit. Gang yang terlalu sempit membuat Nayla tidak bisa menghindari nya."Tidak bisakah kamu pergi? Oke kalau begitu aku yang akan pergi," lanjutnya memutar arah.Kaki yang belum sempat melangkah pergi itu tiba tiba diam membeku di tempat. Samuel dengan kurang ajar nya memeluk tubuhnya dari belakang."Lepas.""Tidak.""Aku bilang lepas," Nayla mencoba memberontak agar bisa terlepas dari pelukan sang mantan kekasih yang sekarang menjabat sebagai kakak ipar nya itu. Namun walau sekeras apapun dia memberontak, itu tidak akan membuahkan hasil mengingat kekuatan Samuel lebih besar darinya.
"Wah!! Jadi kamu memasang alap penyadap dirumah nauen?!" tanya Nayla takjup saat Adit menceritakan tentang apa yang dia lalukan semalam di rumah Nina.. Ternyata Adit memasang alat sadap suara di kamar Nina agar memudahkannya mencari informasi tentang dalang dibalik kematian palsu nya."Tapi bukankah alat penyadap itu sangat mahal? Dari mana kamu mendapatkannya? Tidak mungkin kalau kamu membelinya.""Aku meminjam dari temanku," jawab Adit santai membuat Nayla kembali takjup."Kamu mempunyai teman yang mempunyai alat penyadap? Apa temanmu itu seorang anggota TNI? Atau dia...""Sstt... Tidak bisakah kamu diam? Aku sedang mencoba mendengar apa yang Nina ucapakan di rumahnya," sahut Adit dengan raut wajah kesal nya."Cihh baru saja aku memuji nya tapi dia kembali menyebalkan," gumam Nayla pelan namun masih bisa didengar oleh Adit.,,,