PLAK!!
Nayla menyentuh pipi nya yang memerah akibat tamparan keras yang di layangkan ibunya tepat di wajah mulus nya. Beberapa jam yang lalu dirinya kembali dituduh melakukan pembullyan hingga membuat salah seorang siswa disekolah nya mengakhiri hidup nya. Kalian ingat dengan Nina kan? Yang tempo hari mengaku di teror oleh Nayla? Beberapa hari setelah pengakuan itu, tadi pagi sekolah digemparkan dengan kabar Nina yang melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya di sungai. Semua orang menuduh Nayla sebagai penyebab kematian Nina karena mereka mengira Nima bunuh diri akibat tidak tahan dengan teror dari Nayla.
"Ibu benar-benar tidak menyangka kamu seperti ini nay, Ibu kecewa denganmu!"
Detik berikutnya tamparan kedua kembali melayang di wajah mulus Nayla membuat dirinya sekarang mejadi pusat perhatian seisi sekolah, banyak siswa yang mengintip dari jendela ruangan bu Dewi.
"Apa salah Ibu Nay? kenapa kamu membuat Ibu kecewa seperti ini. Katakan, Katakan jika bukan kamu yang melakukan itu semua. Katakan, Nay!"
Nayla memilih diam saat Ibunya terus memarahinya bahkan menamparnya beberapa kali.
"Jawab Nayla !! Kamu punya mulut kan?!!"
Suara teriakan Nayla tiba-tiba terdengar sangat keras saat Ibu nya dengan tega menjambak rambutnya kencang. Wanita paruh baya itu tampak seperti seorang ibu tiri yang menyiksa anak tiri nya. Beberapa guru yang berada didalam ruangan itupun segera membantu Nayla dari jambakan brutal Ibunya.
"Tante, tenangkan diri tante. Jangan seperti ini, kasihan Nayla," Michelle yang baru saja datang ke ruangan itu langsung menarik Ibu Nayla sedikit menjauh.
"Kenapa kamu hanya diam? Jawab pertanyaan Ibu! Kamu punya mulut kan?"
"Buat apa aku berbicara jika Ibu saja tidak percaya denganku?" Balas Nayla yang akhirnya angkat bicara.
"Jika Ibu tidak percaya padaku dan tetap menuduhku sama seperti yang lain maka anggaplah jika memang aku pelakunya," Ucapan Nayla barusan membuat orang-orang yang berada didalam ruangan itu terkejut, termasuk Ibunya dan juga Michelle.
"Apa yang kamu katakan,Nay?" Tanya Michelle.
"Kamu bisa mendengar, Bukan? Kamu sudah senang, bukan? Dengan ini kamu bisa mengambil semuanya dariku termasuk perhatian Ibuku," Teriak Nayla tepat didepan wajah Michelle. Gadis itu benar-benar tidak menyukai keberadaan Michelle disekitarnya..
Akibat ucapannya barusan, Nayla harus menerima bentakan dari Ibu nya. Beberapa detik kemudian Ibu nya pun jatuh pingsan membuat seisi ruangan panik.
Melihat sang Ibu yang pingsan tepat didepan matanya tentu saja membuat Nayla bersedih, Namun gadis itu memilih pergi begitu saja seolah tidak peduli dengan Ibu nya.
"Lihatlah, bahkan Ibunya pingsan dia sama sekali tidak perduli," Sindir Dinda saat melihat Nayla keluar begitu saja dari ruangan bu Dewi.
"Bukankah sudah jelas dia pelakunya? Sama Ibu nya saja tega apalagi sama temannya," sahut Putri.
"Kalian benar, Aku menyesal pernah ingin berteman dengannya," Imbuh Nanda menimpali sindiran teman-temannya.
,,,,,,,,,,,,
2 hari sudah berlalu, Sudah 2 hari sejak kejadian itu Nayla harus menerima skorsing sampai semua kasus penelitian penyebab kematian Nina terungkap. Selama 2 hari itu juga Nayla memutuskan untuk tidak pulang kerumah, Buat apa pulang toh Ibu nya juga tidak perduli, Pikirnya.
"Nayla belum pulang juga?" tanya Tuan Wijaya yang biasa dikenal sebagai ayah tiri Nayla pada Samuel.
Semenjak kejadian 2 hari yang lalu, Keadaan Ibu Nayla semakin drop. Dokter yang memeriksanya mengatakan jika beliau terlalu banyak pikiran sehingga membuat kondisinya drop.
"Di sekolah kamu juga tidak melihatnya, Michelle?"
Gadis bernama Michelle yang duduk tidak jauh dari tuan wijaya itu pun menggeleng sebagai jawabannya. "Saya tidak melihatnya, Om. Setahu saya, Nayla sedang dalam masa skorsing."
"Lalu selama ini dia tinggal dimana?" Terdengar suara desahan berat dari Tuan Wijaya. Jujur saja, saat dia mendengar berita tentang apa yang dilakukan Nayla, Tuan Wijaya sama sekali tidak percaya jika Nayla melakukan itu semua. Walaupun tidak dekat dengan nya tapi Tuan Wijaya tahu jika Nayla adalah orang yang baik.
"Sam, cari Nayla. Bagaimanapun dia adikmu."
"Iya pah, Aku akan mencarinya sekarang," Balas Samuel yang langsung beranjak berdiri diikuti Michelle. "Aku ikut, kak." Ucap gadis itu.
"Yasudah, pakai jaketmu. Ini sudah malam, udara malam sangat dingin."
,,,,,,,,,,,,,
Sudah lebih dari 2 jam Samuel dan Michelle mengelilingi kota jakarta untuk mencari keberadaan Nayla. Berbagai tempat yang biasa Nayla kunjungi sudah mereka datangi namun mereka sama sekali tidak melihat adanya tanda-tanda keberadaan gadis itu.
Hari juga sudah semakin malam, mereka tidak tahu harus mencarai Nayla kemana lagi. "Kamu tahu rumah teman Nayla, Chell? Siapa tahu Nayla menginap disana," Tanya Samuel pada Michelle yang duduk disebelahnya.
Michelle menggeleng. "Tidak Kak, Nayla sangat tertutup,bahkan dia selalu menyendiri disekolah jadi aku tidak yakin dia mempunyai teman."
Samuel menghembuskan nafasnya panjang, pria itu mulai berfikir kenapa Nayla yang dia kenal bisa berubah sedrastis ini. Dia tidak menyangka jika Nayla akan menjadi seintrovert itu diluar rumah.
"Aku jadi merasa bersalah Kak. Semenjak kita pacaran, Nayla jadi berubah. Apa dia seperti ini juga karena aku tinggal dirumah Kak Samuel?" Tanya Michelle saat melihat wajah frustari Samuel.
"Kamu ngomong apa sih Chell. Itu bukan salah kamu kok."
"Kak Lihat!! Itu bukannya Nayla!" seru Michelle kemudian saat melihat seorang wanita berjalan di trotoar Jalan, wanita itu terlihat sangat mirip dengan Nayla.
Samuel yang mengira jika itu benar Nayla pun dengan cepat menghentikan mobil nya dipinggir jalan dan segera berlari menghampiri wanita tadi.
"Nay!" Sentak Samuel menahan tangan wanita yang diyakini Nayla itu.
"Maaf kamu siapa ya?"
"Oh Maaf saya salah orang," Ucap Samuel sebelum wanita itu kembali melanjutkan langkah nya. Pria itu kembali mendesah kasar, ternyata wanita itu bukanlah Nayla.
"Maaf kak, tadi aku benar-benar melihat Nayla berjalan disini," Sahut Michelle merasa tak enak pada kekasihnya karena salah mengira jika wanita tadi adalah Nayla.
"Sudahlah Chell, mungkin kamu lelah. Sebaiknya kita pulang saja, kita lanjutkan besok. ini juga sudah malam, besok kamu harus sekolah."
Dengan berat hati mereka pun kembali ke mobil untuk pulang. Tanpa mereka sadari ada seorang gadis yang tersenyum miris menatap kepergian mereka. Gadis itu adalah Nayla, Sebenarnya yang Michelle lihat tadi memang Nayla. Nayla yang menyadari keberadaan mobil Samuel langsung bersembunyi dibalik pohon yang berada tidak jauh dari sana.
,,,,,,,,,,,,,
Keesokan harinya Nayla nekat datang ke sekolah. Gadis itu datang ke sekolah bukan untuk belajar tapi untuk mencari tahu tentang kematian Nina. Dia harus menemukan sesuatu yang bisa membuktikan jika dia tidak bersalah atas kematian Nina.
Dengan menggunakan pakaian santai nya Nayla berjalan memasuki area sekolah. Beberapa murid yang melihat nya terlihat saling berbisik tapi gadis itu sama sekali tidak memperdulikan mereka.
Hingga beberapa saat kemudian langkahnya harus terhenti begitu merasakan ada sesuatu yang terlempar kearahnya. Sebuah telur yang sudah mendarat sempurna ditubuhnya membuat dirinya kotor dan juga bau.
"Rasain tuh! Dasar pembunuh," teriak seorang siswa yang menjadi salah satu pelaku pelemparan telur itu.
"Masih berani kamu menginjakkan kakimu di sekolahan ini?"
"Dasar pembunuh !!"
"Tidak tahu malu!"
"Mengotori sekolah kita saja!"
Beberapa telur kembali terlempar kearah Nayla, gadis itu hanya bisa berdiam ditempatnya karena semua siswa yang mengelilinginya membuatnya tidak bisa lari kemana-mana.
Hingga beberapa saat setelah itu, sepasang tangan kekar tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang mencoba melindunginya dari serangan beberapa siswa yang melempari dirinya dengan telur.
"STOP ATAU AKU AKAN MENGHABISI KALIAN SEMUA !!" Hingga suara teriakan itu membuat semua siswa tadi langsung berhenti dan berhamburan meniggalkan tempat itu begitu saja.
,,,,,,,,,,,,
Adit menyerahkan sebuah tisu pada seorang gadis yang tampak kotor dan berantakan itu. Setelah menolong Nayla, Adit langsung membawa gadis itu ke atap gedung sekolah, tempat biasa mereka bertemu. "Bersihkan baju mu. itu sangat bau," sengit pria itu menyodorkan tisu tadi.
Pria itu mendengus kesal saat melihat keterdiaman Nayla. Gadis itu bahkan sama sekali tidak menerima tisu yang sudah ia beli untuknya. "Kamu tuli? Aku bilang bersihkan bajumu. Ckk, kalau kamu tidak mau menerima tisu ini, setidaknya berterima kasihlah padaku, aku sudah menolongmu."
"Apa kamu percaya juga?"
"Apa?"
Kini giliran Nayla yang menghembuskan nafasnya panjang sebelum beranjak berdiri "Terima kasih kamu sudah menolong ku. Tapi, lain kali kamu jangan menolong ku lagi," ucapnya kemudian melangkahkan kakinya pergi begitu saja.
"Ada apa dengannya? Dasar gadis aneh."
Selama beberapa hari ini Nayla tinggal dirumah lama nya, beruntung dia masih menyimpan kunci rumah lamanya jadi setidaknya dia tidak akan luntang-lantung di jalanan. Namun aneh nya saat dia pulang hari ini terlihat lampu dirumahnya menyala padahal setahunya dia tidak pernah menyalakan lampu. Karena takut jika itu maling gadis itu pun langsung berlari menuju rumah nya. "Oh anda siapa?" tanya nya pada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari rumah nya. "Saya pemilik rumah ini. kamu siapa?" "Apa? Tapi ini rumah saya Tante." "Pemilik rumah ini sudah menjual nya pada saya tadi siang." ,,,,,,,,,,,,, Nayla membuka pintu rumah ayah tirinya dengan sangat kencang, bahkan penghuni rumah yang sedang makan malam itipun langsung menoleh kearahnya. "Nay kamu pulang?" tanya tuan Wijaya dengan senyum senang nya Melihat putrinya k
Nayla mulai menggeliat dalam tidur nya, badannya terasa sangat sakit karena semalaman tidur diatas kasur lipat yang sangat tipis. Saat matanya terbuka, sosok yang pertama kali ia lihat adalah Adit yang sedang bersiap-siap entah mau kemana karena ini hari minggu dan sekolah libur. "Kamu sudah bangun? Hmm aku harus pergi ada urusan mungkin pulang malam. Kalau kamu mau pergi sebaiknya nanti malam saja setelah aku pulang," Ujar Adit sambil memasukkan beberapa bungkus coklat kedalam tas nya. "Aku mau ke suatu tempat yang harus aku kunjungi. Jauh dari kota Jakarta," lanjut nya seolah tahu isi pikiran Nayla yang ingin bertanya namun ragu. "Aku boleh ikut?" ,,,,,,,,,,, "Kak, bukankah seharusnya aku pergi saja? Nayla pasti pergi karenaku sampai membuat Tante sakit," lirih Michelle saat melihat dokter pribadi keluarga Wijaya baru saja selesai memerik
"Kak, ayo kita makan malam bersama. Ibu panti dan yang lainnya sudah menunggu," Ujar Putri pada Nayla yang sedang duduk termenung sendirian di taman panti. "Putri, Ayo kita tinggalkan saja dia kalau tidak mau," suara teriakan Chiko membuat Nayla langsung menoleh kearah bocah kecil yang berdiri di teras panti itu. "Tidak usah didengar, Kak. dia memang suka begitu. Ayo." "Putri duluan saja. Kakak masih ingin disini , didalam sedikit gerah," Balas Nayla. "Yasudah kalau begitu aku masuk ya, Kak," Nayla sedikit menyunggingkan senyumnya saat melihat Putri dan Chiko berjalan bersama masuk kedalam panti. Tadi siang mereka masih bertengkar tapi sekarang tiba tiba sudah akrab. "Putri yang introvert saja bisa berubah kenapa aku tidak ? Bahkan dia masih kecil, tapi sudah berani mengambil langkah lebih baik," gumam nya kembali mendongakkan kepalanya keatas. Mamandang bintang yang berlomba mengerlipkan cahayanya terangnya. Su
Nayla diam merenung memikirkan obrolannya dengan Bu Andara beberapa jam yang lalu. "Kamu tidak ingin kembali sekolah, Nay? Bukan maksud Ibu tidak suka kamu tinggal disini, Ibu sangat senang kamu tinggal disini. tapi keluargamu pasti khawatir mencarimu dan juga bukankah sebentar lagi ujian kelulusan sekolah ? Kamu tidak ingin lulus ?" Itulah kurang lebih yang Bu Andara tanyakan padanya tadi. Sudah hampir 1 minggu Nayla tinggal di panti asuhan ini. Gadis itu merasa sangat senang, semua yang tidak pernah dia dapatkan dikeluarganya dapat ia dapatkan disini, terutama kasih sayang. Bu Andara sangat menyayangi nya, bahkan Putri yang awalnya tertutup bisa sangat terbuka dan dekat dengannya apalagi Chiko. "Kak." Suara panggilan itu membuat Nayla langsung menoleh. Putri, Gadis kecil yang selama beberapa hari ini tidur dengannya terlihat mulai terbangun. "Kakak tidak tidur?" Tanya nya dengan mata yang m
Bruk !!! Tubuh Monika terdorong begitu keras hingga punggung nya membentur tembok. Dinda, Nanda dan putri menarik rambutnya secara bergantian, tak hanya itu tubuh nya bahkan sudah penuh dengan bau busuk akibat siraman air kotor. "Cihh anak koruptor sepertimu hanya akan mengotori sekolahan ini," ucap Dinda setelah menjambak rambut Monika hingga membuatnya meringis kesakitan. "Seharusnya kamu ikut menekam dipenjara bersama ayahmu. Benar benar memalukan!!" sahut putri. "Nanda mana gunting nya?" Nanda mengeluarkan gunting yang sudah ia bawa sejak tadi "Biar aku saja yang menggunting rambutnya," ucap nya dengan senyum seringai membuat Monika ketakutan. "Jadi, gaya rambut apa yang kamu inginkan Monika Bramanta?" "Tidak, aku mohon jangan," tangis Monika mulai pecah begitu Nanda mendekat kearahnya. "Sudah
Adit dan Nayla lengkap dengan pakaian serba hitamnya kembali menyelusup masuk kesekolah. Mereka akan mencari lagi bukti tentang kematian Nina.Adit menahan tangan Nayla yang sudah ingin masuk kedalam ruang guru "ada cctv," ucap pria itu pelan sambil melirik kearah cctv di atasnya."Tunggu disini, jangan kemana mana sampai aku kembali. Aku harus mematikan saluran listrik agar semua cctv mati."Setelah keadaan mulai aman, mereka berdua mulai masuk kedalam ruangan guru. Memeriksa satu persatu laci dengan dibantu senter yang sudah Adit bawa dari rumah nya tadi. Sejujurnya Nayla sedikit aneh dengan Adit, kenapa dia terkesan sangat ahli dalam hal semacam ini? Bahkan dia seakan sudah menyiapkan ini semua sebelum nya."Aku tidak menemukan apapun. Bagaimana denganmu?" tanya Adit menghampiri sosok Nayla yang berdiri didepan meja wali kelas nya."Tidak ada apa apa," j
Nayla dan Adit duduk saling diam dalam suasana canggung. Keduanya sibuk dengan pikiran masing masing atau hanya berpura pura sibuk? Entahlah yang jelas kejadian beberapa menit yang lalu benar benar membuat suasana sangat canggung.Keadaan yang benar benar memalukan bagi keduanya. Bagaimana tidak, tadi awalnya semuanya terlihat biasa saja. Mereka menonton acara tv bersama hingga acara tv itu selesai. Adit yang tidak menyukai acara tv setelahnya itu mencoba mengganti saluran tv namun sepertinya Nayla keberatan dengan acara tv yang Adit pilih hingga tanpa permisi Nayla mengganti saluran tv itu lagi membuat Adit kesal. Mereka terlihat adu rebut remot. Adit yang merasa lebih tinggi dari Nayla itu pun berdiri dan mengangkat remotnya setinggi mungkin agar Nayla tidak sampai meraihnya. Nayla tidak tinggal diam, dia terus berusaha merebut remot tv dari tangan Adit dengan cara menaiki meja kecil. Karena tidak memperhatikan pijakan kaki nya Nayla tergeli
"Samuel?"Nayla menghentikan langkahnya tiba tiba saat Samuel menghadang jalannya. "Minggir," ucap Nayla dingin namun Samuel enggan menggeser tubuhnya walau hanya sedikit. Ngomong-ngomong mereka sedang berada di gang sempit menuju kontrakan Adit. Gang yang terlalu sempit membuat Nayla tidak bisa menghindari nya."Tidak bisakah kamu pergi? Oke kalau begitu aku yang akan pergi," lanjutnya memutar arah.Kaki yang belum sempat melangkah pergi itu tiba tiba diam membeku di tempat. Samuel dengan kurang ajar nya memeluk tubuhnya dari belakang."Lepas.""Tidak.""Aku bilang lepas," Nayla mencoba memberontak agar bisa terlepas dari pelukan sang mantan kekasih yang sekarang menjabat sebagai kakak ipar nya itu. Namun walau sekeras apapun dia memberontak, itu tidak akan membuahkan hasil mengingat kekuatan Samuel lebih besar darinya.