"Kak, ayo kita makan malam bersama. Ibu panti dan yang lainnya sudah menunggu," Ujar Putri pada Nayla yang sedang duduk termenung sendirian di taman panti.
"Putri, Ayo kita tinggalkan saja dia kalau tidak mau," suara teriakan Chiko membuat Nayla langsung menoleh kearah bocah kecil yang berdiri di teras panti itu."Tidak usah didengar, Kak. dia memang suka begitu. Ayo.""Putri duluan saja. Kakak masih ingin disini , didalam sedikit gerah," Balas Nayla."Yasudah kalau begitu aku masuk ya, Kak,"Nayla sedikit menyunggingkan senyumnya saat melihat Putri dan Chiko berjalan bersama masuk kedalam panti. Tadi siang mereka masih bertengkar tapi sekarang tiba tiba sudah akrab. "Putri yang introvert saja bisa berubah kenapa aku tidak ? Bahkan dia masih kecil, tapi sudah berani mengambil langkah lebih baik," gumam nya kembali mendongakkan kepalanya keatas. Mamandang bintang yang berlomba mengerlipkan cahayanya terangnya.SuNayla diam merenung memikirkan obrolannya dengan Bu Andara beberapa jam yang lalu. "Kamu tidak ingin kembali sekolah, Nay? Bukan maksud Ibu tidak suka kamu tinggal disini, Ibu sangat senang kamu tinggal disini. tapi keluargamu pasti khawatir mencarimu dan juga bukankah sebentar lagi ujian kelulusan sekolah ? Kamu tidak ingin lulus ?" Itulah kurang lebih yang Bu Andara tanyakan padanya tadi. Sudah hampir 1 minggu Nayla tinggal di panti asuhan ini. Gadis itu merasa sangat senang, semua yang tidak pernah dia dapatkan dikeluarganya dapat ia dapatkan disini, terutama kasih sayang. Bu Andara sangat menyayangi nya, bahkan Putri yang awalnya tertutup bisa sangat terbuka dan dekat dengannya apalagi Chiko. "Kak." Suara panggilan itu membuat Nayla langsung menoleh. Putri, Gadis kecil yang selama beberapa hari ini tidur dengannya terlihat mulai terbangun. "Kakak tidak tidur?" Tanya nya dengan mata yang m
Bruk !!! Tubuh Monika terdorong begitu keras hingga punggung nya membentur tembok. Dinda, Nanda dan putri menarik rambutnya secara bergantian, tak hanya itu tubuh nya bahkan sudah penuh dengan bau busuk akibat siraman air kotor. "Cihh anak koruptor sepertimu hanya akan mengotori sekolahan ini," ucap Dinda setelah menjambak rambut Monika hingga membuatnya meringis kesakitan. "Seharusnya kamu ikut menekam dipenjara bersama ayahmu. Benar benar memalukan!!" sahut putri. "Nanda mana gunting nya?" Nanda mengeluarkan gunting yang sudah ia bawa sejak tadi "Biar aku saja yang menggunting rambutnya," ucap nya dengan senyum seringai membuat Monika ketakutan. "Jadi, gaya rambut apa yang kamu inginkan Monika Bramanta?" "Tidak, aku mohon jangan," tangis Monika mulai pecah begitu Nanda mendekat kearahnya. "Sudah
Adit dan Nayla lengkap dengan pakaian serba hitamnya kembali menyelusup masuk kesekolah. Mereka akan mencari lagi bukti tentang kematian Nina.Adit menahan tangan Nayla yang sudah ingin masuk kedalam ruang guru "ada cctv," ucap pria itu pelan sambil melirik kearah cctv di atasnya."Tunggu disini, jangan kemana mana sampai aku kembali. Aku harus mematikan saluran listrik agar semua cctv mati."Setelah keadaan mulai aman, mereka berdua mulai masuk kedalam ruangan guru. Memeriksa satu persatu laci dengan dibantu senter yang sudah Adit bawa dari rumah nya tadi. Sejujurnya Nayla sedikit aneh dengan Adit, kenapa dia terkesan sangat ahli dalam hal semacam ini? Bahkan dia seakan sudah menyiapkan ini semua sebelum nya."Aku tidak menemukan apapun. Bagaimana denganmu?" tanya Adit menghampiri sosok Nayla yang berdiri didepan meja wali kelas nya."Tidak ada apa apa," j
Nayla dan Adit duduk saling diam dalam suasana canggung. Keduanya sibuk dengan pikiran masing masing atau hanya berpura pura sibuk? Entahlah yang jelas kejadian beberapa menit yang lalu benar benar membuat suasana sangat canggung.Keadaan yang benar benar memalukan bagi keduanya. Bagaimana tidak, tadi awalnya semuanya terlihat biasa saja. Mereka menonton acara tv bersama hingga acara tv itu selesai. Adit yang tidak menyukai acara tv setelahnya itu mencoba mengganti saluran tv namun sepertinya Nayla keberatan dengan acara tv yang Adit pilih hingga tanpa permisi Nayla mengganti saluran tv itu lagi membuat Adit kesal. Mereka terlihat adu rebut remot. Adit yang merasa lebih tinggi dari Nayla itu pun berdiri dan mengangkat remotnya setinggi mungkin agar Nayla tidak sampai meraihnya. Nayla tidak tinggal diam, dia terus berusaha merebut remot tv dari tangan Adit dengan cara menaiki meja kecil. Karena tidak memperhatikan pijakan kaki nya Nayla tergeli
"Samuel?"Nayla menghentikan langkahnya tiba tiba saat Samuel menghadang jalannya. "Minggir," ucap Nayla dingin namun Samuel enggan menggeser tubuhnya walau hanya sedikit. Ngomong-ngomong mereka sedang berada di gang sempit menuju kontrakan Adit. Gang yang terlalu sempit membuat Nayla tidak bisa menghindari nya."Tidak bisakah kamu pergi? Oke kalau begitu aku yang akan pergi," lanjutnya memutar arah.Kaki yang belum sempat melangkah pergi itu tiba tiba diam membeku di tempat. Samuel dengan kurang ajar nya memeluk tubuhnya dari belakang."Lepas.""Tidak.""Aku bilang lepas," Nayla mencoba memberontak agar bisa terlepas dari pelukan sang mantan kekasih yang sekarang menjabat sebagai kakak ipar nya itu. Namun walau sekeras apapun dia memberontak, itu tidak akan membuahkan hasil mengingat kekuatan Samuel lebih besar darinya.
"Wah!! Jadi kamu memasang alap penyadap dirumah nauen?!" tanya Nayla takjup saat Adit menceritakan tentang apa yang dia lalukan semalam di rumah Nina.. Ternyata Adit memasang alat sadap suara di kamar Nina agar memudahkannya mencari informasi tentang dalang dibalik kematian palsu nya."Tapi bukankah alat penyadap itu sangat mahal? Dari mana kamu mendapatkannya? Tidak mungkin kalau kamu membelinya.""Aku meminjam dari temanku," jawab Adit santai membuat Nayla kembali takjup."Kamu mempunyai teman yang mempunyai alat penyadap? Apa temanmu itu seorang anggota TNI? Atau dia...""Sstt... Tidak bisakah kamu diam? Aku sedang mencoba mendengar apa yang Nina ucapakan di rumahnya," sahut Adit dengan raut wajah kesal nya."Cihh baru saja aku memuji nya tapi dia kembali menyebalkan," gumam Nayla pelan namun masih bisa didengar oleh Adit.,,,
"Nay, Maaf aku baru datang." Nayla hanya tersenyum melihat kedatangan Michelle. Beberapa jam yang lalu dia menghubungi Michelle untuk mengajaknya bertemu di cafe. "Aku tidak menyangka kamu masih ingin bertemu denganku. Ada apa?" tanya Michelle antusias. Pasalnya semenjak dirinya resmi menjadi kekasih Samuel, Nayla sama sekali tidak ingin bertemu atau berbicara dengannya. Bahkan Nayla akan langsung pergi jika bertemu dengannya. "Langsung saja aku tidak suka basa-basi," balas Nayla dengan suara dinginnya. Tatapan tajam itu tidak pernah lepas sejak kedatangan Michelle. Michelle hanya diam tidak berani membuka suara lagi. Nayla terlihat sangat menakutkan dengan tatapan tajam nya itu. "Ini kamu kan?" Beberapa lembar foto Nayla lempar diatas meja membuat Michelle seketika diam menegang. "A-apa maksud mu? Ini siapa dan ini foto ap
"Nayla lebih semangat! Kamu harus bisa bekerja sebagai team!" Nayla hanya menghela nafasnya kasar sambil memutar bola matanya malas mendengar teriakan dari guru olahraga nya itu. Saat ini kelasnya sedang jam pelajaran olahraga dan pak amir, selaku guru olahraga itu meminta murid murid nya untuk melakukan latihan voli sebelum pengambilan nilai. Nayla berada di team yang sama dengan Michelle, Putri, Dinda dan Nanda. Hal itulah yang membuat Nayla tidak bisa fokus sama sekali karena berada di team yang sama dengan orang orang yang sangat tidak ia sukai. "Nay, Kalau seperti ini kita bisa kalah terus," ucap Nanda mencoba memanas manasi pak Amir yang tampak nya sudah mulai jengah dengan Nayla. "Nanda benar. Nayla, kalau kamu seperti ini terus kamu tidak akan mendapat nilai bagus." "Iya pak," balas Nayla pelan. Latihan pun mulai dilanjutkan. Nayla sudah beberapa kali memi