Aisya mengerutkan keningnya, "Pertanyaan yang mana? memang Tuan Cemal menawarkan apa padaku?" tanya Aisya sambil mengangkat kedua alisnya mengingat hal yang mungkin sudah dia lupakan.
Chaterine menghela nafasnya kemudian menepuk dahinya sendiri sambil berkacak pinggang. "Jangan bilang kamu lupa?"
Aisya meringis sambil menggaruk kepalanya. "Belakangan ini aku sibuk memikirkan keluarga, maklum jika aku melupakan sesuatu!" ucapnya sambil mengedipkan matanya.
"Ini masalah Tuan Cemal yang mengajak kamu launch besok. Apa kamu akan datang ke tempat yang sudah dia siapkan?"
Mata Aisya melotot tajam serta mulut menganga namun segera dia tutupi dengan kedua telapak tangannya.
"Ya Tuhan! Bagaimana aku bisa lupa? Apa besok hari yang di tentukan Tuan Cemal?"
"Kamu masih bertanya? Jelas besok! Bagaimana kamu bisa melupakan hari penting seperti itu!" Chaterine berdecak sebal pada sahabatnya itu. "Kamu akan datang 'kan?" tanya Chaterine lagi.
Aisya menghela nafasnya sambil membuka seragam yang dia kenakan sekarang. "Apa aku harus datang? Aku masih ragu, apa sebenarnya yang ingin di bicarakan Tuan Cemal. Jika pembicaraannya hanya seputar wanita pemuas nafsu, sebaiknya aku tidak usah datang!" sahut Aisya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Apa kamu yakin tidak akan menemui dia? Setidaknya ingat satu hal ini, dia adalah pemilik club' ini sekaligus investor terbesar di tempat usaha kita yang lain. Apa kamu yakin ingin mengecewakan dia?" ucap Chaterine dengan suara sendu.
Aisya terdiam sejenak memikirkan ucapan Chaterine. Lalu berapa detik kemudian kembali meraih jaketnya dan bergegas ganti baju. "Akan aku fikirkan nanti, hari ini aku ingin pulang cepat karena aku ingin tidur dengan Isabel putri kecilku!" ucap Aisya sambil tersenyum pada Chaterine. Chaterine hanya membalas senyum Aisya sambil menggelengkan kepalanya perlahan.
Beberapa saat kemudian, Aisya sudah rapih dengan pakainya dan segera siap pulang.
"Aku pulang duluan, terima kasih untuk malam ini. See you tomorrow!" ucap Aisya sambil menepuk pundak Chaterine dengan lembut.
Namun, baru saja Aisya melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja Chaterine memanggil namanya.
"Aisya tunggu!" teriak Chaterine.
Aisya menoleh sambil menggerakkan kepalanya ke atas. "Ada apa?" tanya Aisya.
"Tolong fikirkan ucapan aku yang tadi. Setidaknya coba temui pak Cemal sekali saja, aku yakin pak Cemal tidak akan macam-macam sama kamu. Seenggaknya dia tidak akan marah pada kita dan memutuskan kontraknya."
Aisya menghela nafasnya sambil tersenyum tipis pada Chaterine. "Baiklah, nanti akan aku fikirkan lagi. Tapi aku tidak janji akan menemui dia, jika memang memungkinkan aku pasti terima ajakannya!" ucap Aisya.
Setelah perbincangan singkat bersama Chaterine tadi, akhirnya Aisya pulang ke rumah menggunakan ojek online dan tiba di rumah tepat pukul 05.00 Wib.
"Uh, syukurlah orang rumah belum bangun."
Aisya mengusap dadanya pelan, lalu berjalan menuju kamar putri kecilnya yang bernama Rose White yang masih berusia lima tahun. Saat tiba di dalam kamar Rose, Aisya tertegun sambil menatap wajah putrinya yang masih terlelap tidur. Ada rasa haru di dalam hatinya saat melihat gadis belia itu sudah berani tidur sendirian di dalam kamar. Namun, Aisya juga merasakan perasaan sakit saat dia melihat Rose terlelap sambil memeluk foto dirinya bersama mendiang suaminya, Nathan. Tak terasa air mata Aisya menetes begitu deras hingga membasahi telapak tangan Rose. Karena terkejut dengan isak tangis sang Mami, akhirnya Rose bangun dari tidurnya.
"Mam, Mami sudah pulang?"
tanya gadis belia itu dengan suara serak khas bangun tidur sambil mengucek matanya yang masih rapat belum sepenuhnya terbuka.
"Oh sweet heart, maafkan ibu karena membangunkan tidur nyenyak kamu sayang."
Aisya segera menghapus air matanya sambil tersenyum ceria pada Rose. Walaupun mata sembab serta hidung memerah tak bisa dia sembunyikan dari Rose.
"Apa Mami menangis?"
Rose menatap wajah Maminya dengan lekat. Walaupun Rose baru berusia lima tahun, namun kepekaannya bagaikan orang dewasa.
"Tidak sayang, Mami tidak menangis. Mami sedikit meneteskan air mata karena terharu Rose nya Mami sudah bisa tidur sendiri."
Terpaksa Aisya harus berbohong pada Rose, walaupun tidak sepenuhnya dia berbohong pada Rose.
"Apa aku melakukan kesalahan, Mam?" tanya gadis mungil itu.
Aisya tersenyum mendengar pertanyaan Rose. Bagaimana bisa dia berfikir jika dia melakukan kesalahan dan membuat Aisya menangis.
"Tidak sayangku, kamu tidak melakukan kesalahan. Untuk apa ibu menangis saat kamu melakukan kesalahan?"
Aisya mencubit pipi tembem milik Rose yang sangat menggemaskan itu.
"Mami selalu menangis bila nenek dan kakek membuat kesalahan. Dua hari yang lalu saat nenek melakukan kesalahan, ibu juga menangis!" tutur gadis kecil itu sambil menatap wajah Aisya.
Aisya terdiam dengan mata berkaca-kaca, kemudian Aisya segera memeluk Rose dengan erat. Satu-satunya alasan Aisya bertahan hidup dan memilih bekerja di dunia malam yang berpenghasilan besar itu semua karena Rose. Rose harus mendapatkan kebahagiaan tanpa kekurangan uang agar hidupnya bisa terjamin walaupun Aisya harus mengorbankan waktu berharganya untuk menjaga Rose.
"Sayang, Rose tidak melakukan kesalahan apapun pada Mami, Mami menangis karena Mami sangat merindukan Rose, hanya itu." Aisya mencium pucuk rambut Rose sambil memeluk Rose di pelukannya. Hingga beberapa saat kemudian Julia ibu Aisya datang dengan wajah garangnya.
"Udah pulang kamu? Kenapa nggak ucap salam? Udah lupa sama adab agama sendiri!"
Ucapan Julia begitu menusuk hati Aisya. Padahal tadi Aisya sudah mengucapkan salam, walaupun tidak terlalu keras.
Mendengar ucapan Ibu kandungnya yang seperti ibu tiri, membuat Aisya mengelus dadanya pelan.
"Maaf, Bu. Tadi Aisya sudah mengucapkan salam. Tapi suara Aisya pelan, karena Aisya takut membangunkan ibu dan yang lainnya."
Aisya selalu berkata lembut pada Julia, tanpa tersinggung sama sekali. Padahal Julia selalu berkata kasar pada Aisya.
"Kapan kamu gajian? Ini sudah waktunya ibu belanja bulanan! Belum lagi keperluan yang lainnya! Ibu butuh uang saat ini!" ujar ibu Julia dengan nada sedikit keras.
Aisyah menghela nafasnya, lalu mengeluarkan amplop berwarna coklat dari dalam tasnya.
"Ini, Bu. Aisya belum gajian, tapi ini Aisya dapat uang tip dari pelanggan. Semoga cukup ya Bu, lagian tinggal beberapa hari lagi Aisya gajian. Itu pasti cukup untuk menyambung hidup kita beberapa hari ke depan."
Aisya menyodorkan amplop itu pada Julia. Tak perlu menunggu waktu lama, Julia langsung mengambil amplop dari Aisya dengan wajah rakus. Bagaimana Julia bisa menolak, bahkan mata hijaunya langsung berbinar saat dia di suguhkan uang oleh anaknya.
"Nah gitu dong! Kalo gini 'kan ibu jadi semangat buat jagain anak kamu!" ucap Julia sambil berlalu meninggalkan kamar Rose sambil menghitung jumlah uang yang baru dia dapatkan.
Aisya hanya bisa mengelus dada dengan mata berkaca-kaca saat melihat ibunya yang begitu serahkan terhadap uang. Bahkan, dia tega mengucapkan hal yang menyakitkan hatinya. Aisya terdiam sesaat sambil mencerna ucapan ibunya barusan. Jadi selama ini Julia tidak benar-benar menyayangi cucunya? Jadi karena uang Julia mau merawat Rose saat ini? Sungguh kejam ibu Julia. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu di hadapan cucunya sendiri.
"Mam, apa Nenek buat Mami menangis lagi? apa perlu kita pergi dari sini, Mam?"
Tok!Tok!Tok! Suara pintu yang diketuk mengalihkan perhatian ibu Julia yang sedang menyiapkan makanan untuk makan malam. Dengan cepat ibu Julia mematikan kompornya dan langsung melihat siapa yang bertamu malam-malam seperti ini. Ibu Julia membuka kenop pintu dan betapa terkejutnya dia saat melihat jika yang ada di hadapannya adalah nyonya Wisma yang baru saja bertemu dengannya tadi di rumah sakit. "Halo Nyonya, maaf saya mengganggu malam-malam seperti ini. Apa boleh saya masuk ke dalam?" tanya Nyonya Wisma dengan ramah. Ibu Julia yang masih terkejut dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat masih terpaku diam tanpa bersuara hingga akhirnya dia tersadar karena suara Pak Bayu. "Bu, ada tamu kenapa tidak di ajak masuk?"Ibu Julia langsung mengejapkan matanya, "Oh iya silakan masuk," Ibu Julia mempersilakan Nyonya Wisma untuk masuk. "Saya pikir anda tidak ingin menerima saya di sini sampai saya kaget karena anda mengacuhkan saya beberapa detik yang lalu.""Maaf, saya hanya terkeju
Seharian ini sikap ibu Julia begitu beda dari biasanya, setelah pulang dari rumah sakit dan bertemu Nyonya Wisma entah mengapa sikap ibu Julia menjadi pendiam. Ibu Julia terus merasa aneh dengan nama Nyonya Wisma bahkan setelah mendengar dokter memanggil namanya Ibu Julia langsung berlari pergi dari rumah sakit tanpa pamitan pada Aisyah dan yang lainnya."Bu, Ibu kenapa?"Mendengar sapaan dari Pak Bayu saja Ibu Julia merasa gelisah dan terkejut sampai dia menjatuhkan ponselnya sendiri.Sambil menghela nafas panjang Ibu Julia kembali duduk dan mendelik ke arah Pak Bayu, "bapak! Kenapa sih ngagetin Ibu seperti itu?" tegur Ibu Julia."Bapak biasa aja kok, ibunya aja kali lagi ngelamun ya?"Tak ingin terlihat gugup Ibu Julia langsung menjawab dengan tenang, "Nggak kok Ibu nggak apa-apa," ucap Ibu Julia."Terus kenapa ibu kaget pas Bapak panggil?" tanya Pak Bayu."Ibu hanya teringat Rose aja, Pak."Pak Bayu menggelengkan kepalanya lalu duduk di samping Ibu Julia. "Lagian ngapain sih tadi
"Bawa putra ku kembali sekarang juga!" titah Nyonya Wisma. Dua pengawal mengangguk dan langsung pergi menjalankan perintah sang Nyonya. Wanita paruh baya itu menatap tajam foto yang tergantung di dinding. "Aku tidak akan membiarkan Arion menikah dengan wanita murahan seperti itu!" gumamnya. ******"Apa kamu sudah tidak waras?" sentak Aisya.Arion tersenyum datar, "Justru aku sangat waras, memang kenapa?" Aisya berdecak sebal, "Aku hampir tidak selamat gara-gara kamu! Apa kamu sengaja melakukan ini?" Lagi, Aisya menegur Arion. Pemuda itu hanya tersenyum datar sambil memijat pelipisnya. "Apa ini lucu?" Arion menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku hanya bahagia saja," ucapnya. "Bahagia kenapa?" "Karena sebentar lagi kamu akan menjadi milikku!" Aisya mengerutkan keningnya, mungkin Arion salah faham soal pernikahan itu. Bukankah ini hanya pernikahan kontrak? Bahkan Aisya juga belum menulis surat perjanjian untuk mereka tandatangani, berjaga-jaga agar Arion tidak mengingkari janji j
"Calon suami?" tanya ibu Julia sambil menoleh pada Aisya. Pak Bayu juga ikut berdiri menghampiri laki-laki yang mengaku sebagai calon suami anaknya itu. "Apa yang kamu katakan tadi? kamu calon suami, Aisya?" tanya Pak Bayu lagi untuk memastikan jika pendengarannya tidak salah. Arion mengangguk tanpa ragu, "Benar, aku adalah calon suami Aisya, putri kalian!" tegas Arion. Mendengar ucapan Arion, ibu Julia terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Aisya punya calon suami padahal Aisya hanya pekerja hostess. Apa mungkin ini semua lelucon? "Jangan sembarangan kamu! Tidak mungkin Aisya mempunyai calon suami, selama ini saja dia tidak mau pacaran apalagi menikah!" Diam-diam Aisya mengukir senyuman pahit di wajahnya. Apakah Aisya juga tidak layak mendapatkan suami sampai-sampai ibu Julia harus berkata seperti itu. Arion mendekat ke arah Aisya lalu memegang lengannya dengan erat. "Dia memang calon istriku, dan kami akan menikah besok!" tegas Arion lagi. Mata ibu Julia melotot tajam, "Meni
"Aisya, apa benar Rose akan di operasi hari ini?" tanya ibu Julia. Aisya mengangguk dengan wajah tegang. "Iya, Bu. Dokter sudah ada di ruang operasi bersama Rose, tolong doakan Rose agar dia selamat dan cepat pulih ya,Bu," pinta Aisya. "Dari mana kamu dapat uang satu miliar untuk pengobatan, Rose?" Wajah Aisya seketika berubah drastis, pandangannya terhadap ibu kandungnya sendiri berubah datar. "Apa hanya uang yang ada di pikiran ibu? Apa ibu tidak khawatir dengan keadaan Rose, atau bagaimana rasa sakit yang Rose rasa?" Ibu Julia mendelik sambil berdecak, "Apa kamu sudah lupa? Biaya operasi Rose tidaklah sedikit, miliaran Aisya, satu miliar!" sentak ibu Julia. "Lantas mengapa Bu? Bahkan jika lebih dari itu atau nyawa Aisya sekali pun Aisya sanggup memberikannya pada Rose!" "Jadi kamu sudah dapat uangnya? Kenapa kamu nggak kasih tahu ibu?" Hanya uang dan uang yang ada di pikiran ibu Julia, bahkan saat Aisya mendapatkan uangnya dia juga harus melapor pada ibu Julia, untuk apa? B
"Maksud kamu apa?" "Sudah ku katakan dengan jelas, tidak denganmu maka tidak dengan yang lain!" "Kenapa harus aku?" "Karena kamu harus menjadi milikku, hanya milikku!" Jantung Aisya berdegup kencang mendengar ucapan Arion. Pemuda ini baru saja dua kali bertemu dengannya, namun kenapa Arion sepertinya sudah mengenal Aisya begitu lama? Apa sebenarnya tujuan Arion, jika dia butuh seorang wanita untuk menjadi istri pura-pura nya, bukankah terlalu berlebihan jika Arion mengatakan hal itu pada Aisya? "Kalau begitu akan aku pikirkan tawaran kamu ini," ucap Aisya. Ucapan Aisya sangat meragukan, jika cara ini gagal terpaksa Arion harus menjalankan rencananya yang sudah dia susun. "Baiklah aku tidak akan memaksa lagi. Maaf jika ucapan ku tadi membuat mu bingung." Arion mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku lalu mendekat ke arah Aisya. "Tidak usah buru-buru, makanlah sampai kenyang," ucap pemuda itu sambil mengelap bibir Aisya dengan saputangannya. Degh! Kali ini jantung Aisya
Kedatangan Arion membuat Aisya merasa ngeri, namun tawaran yang di sebut Arion memng menggiurkan apalagi saat ini Aisya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan Rose. Namun, bagaimana dengan tawaran Tuan Cemal? "Aku tidak bisa! Cari orang lain saja!" tolak Aisya. Diam-diam Arion mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap Aisya dengan tatapan tajam. Namun, beberapa detik kemudian wajah Arion kembali berubah ramah. Arion menaruh cek senilai satu miliar di atas meja, "Aku serius, ini cek tanda kesepakatan jika kamu setuju menikah kontrak denganku!" ucap Arion. Aisya tak bisa menahan wajahnya untuk menoleh ke arah cek yang sudah Arion tandatangani. Kini pikiran Aisya berkecamuk bingung antara harus terima atau tidak. Namun, jika Aisya menolak tawaran Arion apa mungkin kesempatan seperti ini akan datang dua kali ke dalam hidupnya. "Apa aku bisa membuat perjanjian?" Arion mengukir seulas senyuman, "Tentu," sahutnya dengan cepat. Walaupun ragu tapi Aisya tetap harus mencobanya
"Apa kamu sedang berpikir kotor tentang aku?" Nada Aisya meninggi di sertai sorot mata tajam saat mendengar ucapan Arion yang kembali membuatnya muak. Arion terkekeh kecil, "Jika bukan lalu untuk apa kamu di sini di ruangan tertutup dan ingin bertemu pria tua yang sudah jelas memiliki istri dan anak?" tekan Arion lagi. Aisya mendeham sambil memperbaiki postur tubuhnya agar tidak terlihat tegang di hadapan pemuda ini. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan Tuan Cemal. Memang urusannya dengan kamu apa!" "Pekerjaan memuaskan nafsunya?" Plak! "Tolong jaga ucapan kamu, Tuan!" Arion terkejut setengah mati saat mendapat tamparan keras dari Aisya yang secara mendadak. Namun, bukannya merasa kesal, justru Arion semakin tertarik pada wanita yang sebenarnya sudah dia incar ini. Aisya melotot saat sadar jika dia sudah berlebihan menampar wajah orang sembarangan. "Maaf, aku tidak bermaksud ingin menampar wajah kamu." Arion mengangkat wajahnya, "Tidak apa-apa, aku justru suka d
Dred...Ponsel Aisya bergetar, dengan cepat Aisya membuka isi pesan yang ternyata dari sang ibu. Ibu| "Aisya, kamu ada dimana? Dokter mencari kamu!"Me| "Beberapa menit lagi Aisya sampai di rumah sakit, Bu." balas Aisya. "Maaf Tuan Nathan, saya harus segera pulang. Untuk kebimbangan anda lebih baik anda ingat lagi apa yang sebenarnya sudah terjadi. Karena saya sendiri pun ragu dan tak ingin terlalu percaya diri. Lebih baik dari mulai sekarang kita lupakan masa lalu itu dan anda juga tidak perlu merasa bersalah tentang kejadian yang kita sendiri tidak mengingatnya. Saya sudah memaafkan anda, jadi tolong hargai keputusan saya ini." "Tapi, Aisya. Apa boleh aku bertemu kamu lagi?" Aisya menggelengkan kepalanya, "Tidak! Cukup hari ini kita bertemu dan jangan pernah cari saya lagi." Perasaan kecewa yang di rasakan Jonathan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Justru Jonathan berfikir saat bertemu dengan wanita yang pernah dia hancurkan masa depannya Nathan mungkin akan mendapatkan tu