LOGINPintu apartemen kebuka pelan.
Ayla masuk kayak ninja… lengkap dengan masker medis, sarung tangan plastik, dan totebag berisi mi instan serta dua botol air mineral besar. Mukanya datar tanpa ekspresi, bener-bener kayak robot yang baru di-restart setelah kegelisahan batin semalam.
Damian yang lagi rebahan di sofa langsung bengong.
“La? Lo abis nyolong APD rumah sakit ya?”
Ayla nggak jawab. Dia cuma jalan lurus ke dapur, buka lemari, lalu mulai nyusun stok mi instan rapi banget… kayak lagi bikin bunker perang dunia ketiga.
Beberapa detik kemudian, Rafael nongol dari kamar sambil ngulet.
“Eh… La, lo cosplay apa sih? Pandemi udah lewat, sumpah.”
Ayla tetep diam. Tangannya cekatan nyemprot disinfectant ke segala arah — meja, gagang pintu, bahkan kepala Damian hampir kena.
“WOY! Gue manusia bukan meja, bego!” Damian langsung ngibrit.
Ayla berhenti sebentar, napasnya pelan tapi matanya serius.
“Mulai hari ini… kita harus jaga jarak. Gue udah bikin aturan: satu, jangan sentuh barang-barang gue; dua, jangan pake gelas gue; tiga, kalau butuh sesuatu — chat aja, jangan manggil.”
Rafael dan Damian saling pandang, lalu meledak ngakak.
Damian sampe tepuk paha. “Ya ampun… ini cewek abis dikasih wejangan ustaz paranoid kali ya?”
Tapi Ayla ngegebrak botol air mineral di meja.
“Gue serius.”
Tawa mereka langsung kaku setengah. Rafael masih senyum kikuk. “La, lo kenapa sih? Kok kayak abis ngeliat hal traumatis?”
Ayla buru-buru buang muka, pura-pura sibuk nyusun stok mie lagi. Dalam hati.
Kalau gue cerita… mereka nggak bakal ngaku. Gue mending dikira gila daripada dibilang halu.
***
Damian akhirnya duduk tegak, nyilang tangan di dada, nunduk dikit sambil mandangin Ayla yang lagi sibuk nyemprot-nyemprot disinfektan ke segala arah kayak petugas DBD yang tersesat di apartemen orang.
“Gue penasaran deh, La…” suaranya datar tapi nada jailnya kebangetan. “Sebenernya lo yang punya penyakit menular, kan?”
Ayla langsung kaku.
“Hah?! Maksud lo apaan, Damian?!”
Damian nyengir, matanya nyorot iseng.
“Ya mana tau. Kurap? Panu? TBC? HIV? Cacingan? Dulu waktu SMA ada anak paranoid banget, tiap duduk kursi dialasin koran, bawa hand sanitizer segalon, katanya biar nggak ketularan virus. Eh ujung-ujungnya? Dia sendiri yang punya kurap sekampung.”
Rafael langsung ngakak kejungkel. “Astaga Damian, sumpah lo tuh toxic banget!”
Damian cuek, malah makin santai nyender di sofa.
“Gue cuma realistis, Raf. Lo nggak liat nih anak? Maskeran dua lapis, sarung tangan plastik, nyemprot meja, kursi, bahkan kepala gue hampir kena semprot. Kalau bukan paranoid, apalagi?”
Ayla buru-buru mundur dua langkah, ngangkat botol semprot kayak pistol air mainan.
Rafael masih ngakak tapi udah mulai kasihan. “La, sumpah lo tuh kayak emak-emak yang baru kelar nonton film Outbreak. Abis ini lo bikin markas karantina di dapur, ya?”
Ayla nyeplos sambil ngos-ngosan, “Biarin! Gue cuma mau hidup tenang dan steril! Lo semua pada jorok!”
Damian ngelirik, ngangkat alis pelan. “Oh… jadi sekarang gue jorok?”
“Ya jelas!” Ayla nunjuk dia dengan botol disinfektan. “Lo abis megang pintu, megang remote, terus ngucek mata! Itu tuh combo move paling jijik di dunia, Damian!”
Rafael beneran nyengir sampe perutnya sakit. “La, demi Tuhan… lo tuh kayak versi lebih parah dari ibu kos gue yang suka ngecek taplak meja pake senter!”
Damian berdiri, mendekat pelan-pelan sambil pura-pura serem.
“Jadi… kalau gue jalan ke arah lo satu langkah lagi…”
Dia maju satu langkah.
“…lo bakal ngapain?”
Ayla langsung semprot disinfektan ke udara kayak mau bikin kabut perang. “SATU LANGKAH LAGI, GUE LAPOR KE KEMENKES!”
Rafael langsung guling di sofa, ketawa sampe batuk.
Damian malah makin iseng, ambil satu masker dari meja dan pura-pura pasang di wajah. “Nih, udah steril. Sekarang boleh peluk?”
“GUE BAKAR LO PAKE LEM CAIR NIH!” Ayla spontan lempar hand sanitizer. Untungnya mental di bantal sofa.
Damian teriak, “WOOY! Itu hampir kena muka!”
Ayla teriak balik, “MAKANYA JANGAN DEKET-DEKET!”
Rafael akhirnya bangkit sambil ngibasin tangan kayak wasit. “Oke, cukup-cukup! Gue nggak mau jadi korban collateral damage. Gue cabut dulu, besok meeting pagi. Lo dua, tolong jangan bakar apartemen ya.”
“Pergi sono!” Ayla masih megang botol semprot kayak senjata andalan.
Damian nyengir, ngebales santai. “Tenang aja, Raf. Gue nggak bakal bunuh dia kok…”
“…paling nyiksa mental dikit. Biar hidupnya penuh warna.”
“GUE DENGER ITU, DAMIAN!”
Rafael ngakak lagi, tangannya udah di gagang pintu. “Good luck, La! Kalau lo tiba-tiba ilang, gue bakal panggil tim forensik aja.”
Pintu ketutup.
Sunyi.
Damian nyengir lebar. “Sekarang, tinggal kita berdua, Miss Sterilizer. Siap untuk minggu kedua reality show?”
Ayla langsung freeze. Pandangannya kosong.
Sok mesra.
Satu rumah.
Dan sekarang… “Gue… kayaknya butuh disinfektan level surga.”
***
Begitu pintu ketutup, apartemen langsung senyap.
Damian berdiri, ngeliatin Ayla yang masih lengkap dengan masker dan sarung tangan plastik.
“Sekarang jujur deh,” katanya dengan tatapan menyipit. “Lo punya penyakit menular apa, La? Jangan bikin gue insecure.”
Ayla langsung noleh, defensif banget. “Astaga, Damian! Gue nggak punya penyakit apaan! Lo aja yang trauma sekolah!”
Damian nyengir. “Hmm… tapi gaya lo tuh suspicious banget. Orang normal nggak bakal sterilin remote TV kayak itu.”
“GUE NORMAL!” Ayla nekan kata-katanya sambil nyemprot meja lagi.
“Yaudah,” Damian ngangkat tangan, pasang wajah tenang. “Kalo gitu siap-siap, ya. Besok kita syuting untuk minggu kedua.”
Ayla nge-freeze.
Mie instan di tangannya nyaris jatuh.
“SYUTING?! Besok?!”
Damian ngangguk santai. “Yap. Dan lo harus pura-pura mesra lagi sama gue. Gampang kan?”
Ayla berdiri kaku, matanya kosong, napasnya pendek.
Dalam hati. Gue baru aja survive dari paranoia, sekarang disuruh akting mesra sama cowok yang gue kira LGBT dan punya penyakit menular seksual. Tuhan… ini hidup apa ujian nasional?
“Nama kita… bukan, kan?”Suara Ayla lirih, hampir tenggelam di tengah sorak dan bisik di studio.Lampu sorot masih berputar, musik dramatis menggantung seperti jantung yang lupa cara berhenti berdetak. Clara Jung berdiri di tengah panggung, senyumnya elegan tapi tajam.“Pasangan yang harus mengakhiri perjalanan di Couple 90 Days minggu ke-8 adalah…”Ia menatap lurus ke arah kamera utama, lalu beralih ke layar besar di belakangnya.Nama muncul dengan efek visual berkilau, Raka & Nabila.
“Selamat pagi, dunia! Siapa yang siap buat drama minggu ini?”Clara Jung muncul di layar studio, senyumnya elegan tapi penuh ketegangan, langsung bikin seluruh peserta di ruang tunggu tersentak. Lampu sorot menyorot tiap wajah, dari yang tegang sampai yang pura-pura santai.Ayla dan Damian duduk berdampingan, mata mereka fokus ke layar. Damian masih diam, tangan mengepal di lutut, sementara Ayla mencoba menyemangatinya dengan menepuk bahu ringan.“Ini minggu ke-8, dan… ya, seperti yang kalian semua duga,” Clara melanjutkan, nada suaranya yang biasanya tenang kini dibumbui misteri, “akan ada pasangan yang harus tersisih. Eliminasi minggu ini… akan menentukan siapa yang masih punya kesempatan buat rumah impian.”Ayla menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. Damian mengerutkan alis, tapi tak mengucapkan sepatah kata pun.Hanna, yang duduk di samping mereka dengan tablet di tangan, berbisik pelan, “Brace yourself, bro. Semua pasangan bakal kelihatan… semua sisi mereka.”“Ya… dan gu
“Gue hampir pingsan liat trending pagi ini, Ayla!”Hanna terdengar panik lewat speaker telepon, nadanya kayak alarm kebakaran. Ayla menatap layar laptop sambil menahan senyum tipis, setengah kasihan tapi juga geli.“Udah gue bilang… lo panik tiap hari sama gosip netizen itu over banget,” Ayla goda, sambil geser mouse ngecek grup chat tim digital.“OVER? Gue sebenernya udah level PANIK: SCANDAL EDITION!” Hanna teriak dramatis. “Komentar netizen makin absurd, sponsor DM produser, kalo kita nggak cepet bertindak, minggu ini bakal… ZONK!”Ayla narik napas, mencoba menenangkan diri sendiri. “Oke, fokus. Step pertama, filter komentar toxic, highlight sisi positif Damian, dan backup konten confession. Semua sia
“Lo udah liat trending pagi ini?”Suara Hanna pecah dari speaker telepon, nadanya kayak alarm kebakaran. Ayla baru sempat naruh gelas kopi di meja, tapi jantungnya udah loncat setengah mati.“Trending?” Ayla bertanya, masih setengah ngantuk.“#DamianLeeScandal, #ConfessionTape, #ClaraAndDamian, sama… yang paling nyengat… #RafaelTruth,” Hanna ngejelasin cepat, kayak takut Ayla nggak ngerti kalo dia nggak cepet. “CCTV itu bocor, dan video lama Damian sama Clara… viral lagi. Sponsor mulai panik, bro. Ini bisa ngerusak episode minggu ini.”Perut Ayla langsung dingin. “Ini… dari mana asalnya?”“CCTV, katanya diambil waktu Damian trainee dulu, di kantor lama. Video itu dulu cuma internal, tapi sekarang netizen kayak lagi rebutan jurusan gosip,” jelas Hanna. “Dan Clara… muncul di talkshow tadi. Bilangnya… ambigu banget. Kebenaran gak selalu hitam putih.”Ayla menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. “Ambigu gitu maksudnya gimana?”Hanna cuma ketawa kecil, tapi terdengar sarat amarah.
“Lo kenapa sih, pagi-pagi diem kayak abis dapet tagihan listrik lima juta?”Suara Ayla nyamber dari dapur, sambil ngaduk kopi sachet pakai sendok logam yang udah bengkok di ujungnya.Damian nggak langsung jawab.Dia duduk di meja makan, tatapannya kosong ke arah roti panggang yang udah dingin. Tangannya mainin pinggiran piring kayak lagi nahan sesuatu di tenggorokan.“Enggak apa-apa,” katanya akhirnya.Datar. Tapi ada jeda yang aneh, kayak kalimat itu lagi nyari tempat buat jatuh.Ayla ngelirik. “Enggak apa-apa lo tuh biasanya artinya lagi ada apa-apa. Jadi apa kali ini? Capek? Atau capek sama gue?”
“Mau ke mana lo?” suara Damian berat tapi setengah serak baru bangun, keluar dari sofa sambil nenteng gelas kopi. Rambutnya masih acak-acakan, hoodie abu-abu, dan mata setengah merem.Ayla keluar dari kamar dengan semangat yang nggak masuk akal buat orang yang belum sarapan. Topi anyam, totebag kain, sandal gunung… vibes-nya kayak mau piknik ke tengah desa.Dia nyeletuk santai, “Ke sawah.”“Ke… sawah?” Damian ngulang dengan nada disbelief, kayak baru denger kata itu pertama kali dalam hidup. “Lo serius?”Ayla cengengesan, “Iya. Healing, bro. Sawah, angin, cemilan, sama tanah yang asli, bukan rumput sintetis di rooftop lo itu.”Damian nyender ke tembok, masih belum bisa move on dari kalimat itu. “La, gue artis. Kalo gue jatuh ke lumpur terus fans liat, karier gue bisa tamat.”Ayla malah ngakak. “Yaudah, lo di rumah aja. Gue nggak maksa.”&ld







