"Ya Tuhan, Nona Cia!"
Feli menghela napas lelah. Ini sudah ke sekian kalinya sang majikan mengeluarkan pekikan seperti ini. Seperti siap mengulitinya.
Apa lagi kini salahnya?
"Apa begini caramu mencuci kentang?! Berikan padaku!"
Feli menyingkir dari depan wastafel saat Jerrald dengan sedikit kasar merebut sebuah kentang yang sedang dipegangnya. Gadis ini menatap sebal sang majikan dari samping. Feli memperhatikan cara Jerrald mencuci beberapa kentang itu.
"Aku rasa aku mencucinya sama seperti Anda, Tuan."
"Bagaimana bisa sama?! Kau hanya membasahinya tanpa kau bersihkan!"
"Aku su—"
"Tidak perlu banyak bicara! Lebih baik masukkan sayuran yang lainnya ke dalam lemari pendingin sebelum semuanya bvsuk!" perintah Jerrald, tapi tatapan mata pria itu tak beralih ke arah beberapa kentang yang sedang ia bersihkan.
“Kau sudah memesankan makanan untuknya?” tanya Jerrald sambil mengecek, lalu menandatangani beberapa berkas yang baru saja diberikan Eloy.“Seperti perintah Anda, Tuan,” balas Eloy.Jerrald terdiam. Tangannya menggenggam erat pena yang digunakannya. Pikirannya menerawang pada kejadian pagi tadi di apartemennya. Ia meninggalkan sang maid begitu saja setelah membentak gadis itu.“Anda bisa mengajariku membuat kopi untuk Anda, Tuan. Jadi Anda tidak perlu repot-repot membuat kopi sendiri.”“Tuan, apakah Anda tidak ingin sarapan?”“Tuan, Anda ingin berangkat sekar—"“Kerjakan apa yang bisa kau kerjakan, Nona Cia! Jangan mengganggu dan mengajakku berbicara!” bentak Jerrald sebelum membuka pintu utama apartemennya, lalu pergi begitu saja dari hadapan sang maid yang t
"Tu-Tuan...""JANGAN SENTUH AKU!" teriak Jerrald seperti anak kecil yang sedang merajuk. Ia menghindar saat Feli menyentuh lengannya."Aku… a-aku hanya ingin membantumu membersihkan matamu, Tuan. Ikutlah denganku." Feli kembali menyentuhkan tangannya di lengan kekar Jerrald, lalu menarik lengan pria ini menuju shower yang tak jauh di depan mereka.Feli merasa sangat bersalah saat melihat sang majikan kesakitan seperti itu. Pasti rasanya perih sekali. Mata terkena air sabun saja sudah perih, bagaimana dengan cairan shampo yang tidak tercampur air sama sekali. Ugh... pasti sangat-sangat menyakitkan mata.Karena matanya terasa perih luar biasa, Jerrald tak punya pilihan lain selain mengikuti langkah maid gilanya ini. Matanya benar-benar tak sanggup terbuka."Mierda ( Sialan )! APA YANG KAU LAKUKAN?!""Diam dulu, Tuan. Tolong singkirkan tangan Anda, biar aku mudah
Mata Feli melebar tak percaya melihat dinding mewah bertuliskan MENDEZ AERO CORP saat ia keluar dari lift yang dinaikinya bersama sang majikan.Ia sampai mengusap kedua matanya beberapa kali, karena merasa tak asing dengan nama perusahaan ini.Nama itu bukankah…Gedung yang dia pijak ini adalah perusahaan pembuat pesawat jet yang ingin dibelinya jika misi yang dijalankannya berhasil. Dan ini… ini milik sang majikan??? Apakah ini suatu kebetulan?Lelucon macam apa ini!Namun sepertinya ini bukan lelucon. Ini kenyataan. Kenapa dia bisa tak curiga dengan nama belakang sang majikan yang sama persis dengan nama perusahaan ini?“Nona Cia.”Feli mengalihkan pandangan ke arah sumber suara, tempat di mana sang majikan berdiri tak jauh darinya dengan wajah kesal. Tepat di belakang sang majikan, berdiri sekretaris pria itu
“Jerrald.”Jerrald menghentikan langkah saat ada yang memanggil namanya dari belakang. Saat berbalik, tubuhnya mendadak kaku. Tak jauh di depannya, berdiri seorang wanita cantik.Margarita Girasol Silva. Wanita dengan tubuh bak model, berkulit cokelat mengkilat, bibir tebal serta rambut indah cokelat bergelombang, menatap Jerrald dengan tatapan penuh kerinduan.Detik demi detik berlalu, mereka hanya saling diam dan saling tatap. Namun dengan arti yang berbeda.Tak berapa lama, rahang Jerrald mengeras sempurna. “Apakah Anda ada perlu dengan saya, Nona Silva?” tanya Jerrald dingin.Margarita, begitu biasa wanita ini dipanggil, tertegun saat Jerrald menggunakan kata-kata resmi untuk menyapanya.“Jika tidak ada yang ingin Anda katakan pada saya, lebih bai—”“Aku ingin berbicara denganmu,”
Sementara itu, tubuh Jerrald kembali menegang. Ia hampir melupakan keberadaan Margarita, mantan kekasih satu-satunya yang pernah dia miliki. Si cinta pertama yang membuatnya tak ingin merasakan cinta kembali. Namun sepertinya Tuhan justru membuat hatinya perlahan terbuka karena kehadiran wanita bernama Jolicia Floy di depannya ini.Sebenarnya… apa yang Tuhan rencanakan?“Jerr—”“Kau masih di sini?” tanya Jerrald setelah berbalik. Kali ini dia sudah kembali berhadapan dengan Margarita. Wajahnya kembali datar.Margarita terkejut saat Jerrald mengatakan hal itu. “K-kau… mengusirku?” bisik Margarita tak percaya.Jerrald menaikkan sebelah alis. Tangannya bersedekap. “Apakah atasanmu tidak mencarimu, Margarita? Mengapa kau mas—”“Tolong kau jangan bersikap seperti ini padaku! Ke mana Je
Feli menatap tak percaya sang majikan yang saat ini sibuk dengan setumpuk berkas yang berada di atas meja kerja pria itu. Setelah menyeretnya seperti domba yang diculik, pria itu hanya memintanya duduk di sofa. Membiarkannya terbengong tanpa penjelasan tentang apa yang sempat dilakukan pria itu padanya.Lihatlah, pria itu justru terlihat tak bersalah sama sekali karena sudah merampas bibirnya seenaknya saja.Apa yang ada di pikiran Si Pelit itu? Mengapa bisa pria itu terlihat tenang, seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka?Dasar pria tidak bertanggung jawab!Tangan Feli mengepal kuat. Karena tidak tahan melihat bagaimana cueknya seorang Jerrald yang sudah memporak-porandakan bibir dan juga jantungnya, Feli beranjak dari duduk, lalu melangkah ke arah meja kerja sang majikan.“Tuan!” panggil Feli setelah sampai di depan meja kerja Jerrald.J
“Jangan mendekat!”Jerrald menghentikan langkah saat sang maid memerintahnya dengan lantang. “Kau berani memerintahku?!”“Aku hanya tidak ingin kembali merasa panas.”“Mengapa kau bisa mengatakan itu?!”“Aku sudah katakan, Anda itu seperti AC rusak. Bukannya menyejukkan, justru membuat orang kepanasan.”“Kau kurang ajar sekali!”“Anda lebih kurang ajar karena menciumku sembarangan!”Jerrald tak mampu lagi menjawab. Ia kalah telak dari sang maid, karena sialnya apa yang dikatakan sang maid benar adanya. Ia sudah lancang mencuri ciuman. Tapi… ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Siapa suruh maidnya ini terlihat menggemaskan sekaligus menggairahkan!Jerrald hanya mengikuti jiwa primitif yang kembali keluar seperti kemarin, saat dirin
“Kau tidak perlu menghindariku! Aku bukan monster!”Ugh! Jerrald sudah tidak tahan lagi dengan situasi ini. Sudah dua hari sang maid menghindarinya seperti dia ini adalah virus mematikan. Mereka selalu bersama, tapi seperti berada di tempat yang berbeda.“Apa?”“Lepaskan syalmu! Kau seperti orang bod0h yang memakai syal di musim panas!”Jerrald menatap aneh bercampur jengkel penampilan sang maid. Apa maidnya itu tidak merasa panas melilitkan syal tebal itu di lehernya? Terlebih Jerrald sengaja mematikan mesin pendingin di ruangan ini, agar maidnya itu tidak lagi bertindak bod0h.Licik? Ya, entah sejak kapan Jerrald merasa jika dirinya menjadi pria yang licik.Bagaimana dia tidak bersikap licik, jika sang maid tak ketinggalan syal saat bersamanya. Di mana pun mereka berada. Di apartemen, di mobil, bahkan di kantor. Gadis itu