“Jerrald.”
Jerrald menghentikan langkah saat ada yang memanggil namanya dari belakang. Saat berbalik, tubuhnya mendadak kaku. Tak jauh di depannya, berdiri seorang wanita cantik.
Margarita Girasol Silva. Wanita dengan tubuh bak model, berkulit cokelat mengkilat, bibir tebal serta rambut indah cokelat bergelombang, menatap Jerrald dengan tatapan penuh kerinduan.
Detik demi detik berlalu, mereka hanya saling diam dan saling tatap. Namun dengan arti yang berbeda.
Tak berapa lama, rahang Jerrald mengeras sempurna. “Apakah Anda ada perlu dengan saya, Nona Silva?” tanya Jerrald dingin.
Margarita, begitu biasa wanita ini dipanggil, tertegun saat Jerrald menggunakan kata-kata resmi untuk menyapanya.
“Jika tidak ada yang ingin Anda katakan pada saya, lebih bai—”
“Aku ingin berbicara denganmu,”
Sementara itu, tubuh Jerrald kembali menegang. Ia hampir melupakan keberadaan Margarita, mantan kekasih satu-satunya yang pernah dia miliki. Si cinta pertama yang membuatnya tak ingin merasakan cinta kembali. Namun sepertinya Tuhan justru membuat hatinya perlahan terbuka karena kehadiran wanita bernama Jolicia Floy di depannya ini.Sebenarnya… apa yang Tuhan rencanakan?“Jerr—”“Kau masih di sini?” tanya Jerrald setelah berbalik. Kali ini dia sudah kembali berhadapan dengan Margarita. Wajahnya kembali datar.Margarita terkejut saat Jerrald mengatakan hal itu. “K-kau… mengusirku?” bisik Margarita tak percaya.Jerrald menaikkan sebelah alis. Tangannya bersedekap. “Apakah atasanmu tidak mencarimu, Margarita? Mengapa kau mas—”“Tolong kau jangan bersikap seperti ini padaku! Ke mana Je
Feli menatap tak percaya sang majikan yang saat ini sibuk dengan setumpuk berkas yang berada di atas meja kerja pria itu. Setelah menyeretnya seperti domba yang diculik, pria itu hanya memintanya duduk di sofa. Membiarkannya terbengong tanpa penjelasan tentang apa yang sempat dilakukan pria itu padanya.Lihatlah, pria itu justru terlihat tak bersalah sama sekali karena sudah merampas bibirnya seenaknya saja.Apa yang ada di pikiran Si Pelit itu? Mengapa bisa pria itu terlihat tenang, seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka?Dasar pria tidak bertanggung jawab!Tangan Feli mengepal kuat. Karena tidak tahan melihat bagaimana cueknya seorang Jerrald yang sudah memporak-porandakan bibir dan juga jantungnya, Feli beranjak dari duduk, lalu melangkah ke arah meja kerja sang majikan.“Tuan!” panggil Feli setelah sampai di depan meja kerja Jerrald.J
“Jangan mendekat!”Jerrald menghentikan langkah saat sang maid memerintahnya dengan lantang. “Kau berani memerintahku?!”“Aku hanya tidak ingin kembali merasa panas.”“Mengapa kau bisa mengatakan itu?!”“Aku sudah katakan, Anda itu seperti AC rusak. Bukannya menyejukkan, justru membuat orang kepanasan.”“Kau kurang ajar sekali!”“Anda lebih kurang ajar karena menciumku sembarangan!”Jerrald tak mampu lagi menjawab. Ia kalah telak dari sang maid, karena sialnya apa yang dikatakan sang maid benar adanya. Ia sudah lancang mencuri ciuman. Tapi… ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Siapa suruh maidnya ini terlihat menggemaskan sekaligus menggairahkan!Jerrald hanya mengikuti jiwa primitif yang kembali keluar seperti kemarin, saat dirin
“Kau tidak perlu menghindariku! Aku bukan monster!”Ugh! Jerrald sudah tidak tahan lagi dengan situasi ini. Sudah dua hari sang maid menghindarinya seperti dia ini adalah virus mematikan. Mereka selalu bersama, tapi seperti berada di tempat yang berbeda.“Apa?”“Lepaskan syalmu! Kau seperti orang bod0h yang memakai syal di musim panas!”Jerrald menatap aneh bercampur jengkel penampilan sang maid. Apa maidnya itu tidak merasa panas melilitkan syal tebal itu di lehernya? Terlebih Jerrald sengaja mematikan mesin pendingin di ruangan ini, agar maidnya itu tidak lagi bertindak bod0h.Licik? Ya, entah sejak kapan Jerrald merasa jika dirinya menjadi pria yang licik.Bagaimana dia tidak bersikap licik, jika sang maid tak ketinggalan syal saat bersamanya. Di mana pun mereka berada. Di apartemen, di mobil, bahkan di kantor. Gadis itu
“Kau sibuk?”Jerrald mengalihkan padangan dari berkas yang dipelajarinya saat mendengar sebuah suara yang berasal dari pintu ruangannya yang baru saja terbuka.“Paman?” Jerrald langsung beranjak dari duduk saat tahu siapa yang datang, dan berjalan menghampiri seseorang yang dia panggil ‘Paman’ itu.“Ada apa Paman ke mari?” tanya Jerrald setelah sampai di depan pria yang sebaya dengan Pah-drehnya itu.“Kau tidak suka paman mengunjungimu?” tanya pria paruh baya itu.Mata Jerrald melebar. Ia segera menggeleng. “Bukan seperti itu, Paman. Hanya saja sudah lama Paman tidak berkunjung ke mari. Aku sedikit terkejut.”“Paman dan Noe tadi habis menghadiri seminar di dekat sini. Jadi paman pikir tidak ada salahnya paman mampir sebentar.”“Begitu? Duduklah dulu,
“Nona Floy—”“Nona? Hey… bukankah kita sudah sepakat kalau kita saat ini sudah berteman? Kau cukup memanggilku Cia. Ingat, Eloy?”Eloy langsung terdiam. Ia meringis malu dengan wajah merona. Sejak setengah jam yang lalu, ia berbincang seru dengan maid sang bos yang duduk di sofa yang berada tak jauh di depan meja kerjanya. Sebenarnya lebih banyak gadis muda itu yang bertanya padanya ini itu. Lebih banyak tentang perusahaan ini, dan beberapa tempat wisata di kota ini ( Madrid ) dan juga Seville.Ternyata gadis muda itu cukup tahu banyak. Saat Eloy bertanya tahu dari mana, gadis itu mengatakan beberapa kali ikut dengan mantan majikannya berlibur ke negara ini.Wah… sepertinya mantan majikan gadis itu royal juga.“Maaf… aku masih sedikit canggung, Ci-Cia.”“Karena aku orang yang baik hati, maka
“Kenapa kau diam? Apakah suaraku kurang jelas, Eloy Damario?” tanya Jerrald kembali saat mendapati sekretarisnya berubah menjadi patung. Rahang Jerrald masih betah mengeras. Bahkan kedua tangannya sudah terkepal kuat. Eloy kembali menelan saliva susah payah. Keringat dingin mengalir di punggungnya. Sumpah demi apa pun, Eloy lebih suka ekspresi bosnya yang seperti biasa, datar dan tak terbaca, daripada seperti sekarang. Itu bukan Jerrald yang dia kenal selama ini. “Apa kalian sedekat itu sampai kau memanggilnya dengan akrab?” Jerrald kali ini bersedekap sambil melirik sang maid yang terlihat bingung. Jerrald memang menggunakan bahasanya, karena tak ingin sang maid tahu apa yang dia katakan pada Eloy. Suasana kembali hening. Eloy masih belum mampu mengeluarkan suara. Ia bukanlah pria polos yang tak tahu jika sang bos sepertinya menaruh hati pada wanita menggemaskan yang berada di sampingnya ini
Feli menatap layar besar di belakang meja kasir yang berisi menu makanan dan minuman di kafe yang dia datangi. Ia bingung menentukan ingin memesan kopi yang mana untuk sang majikan. Feli merogoh saku celana yang dia kenakan untuk mengambil ponselnya dari sana. Saat benda itu hampir ia keluarkan, Feli berdecak kesal karena dia baru mengingat jika dia tidak punya nomer ponsel sang majikan. “Bagaimana caranya aku tahu Si Pelit itu ingin meminum kopi yang mana? Aku tidak ingin kembali ke sana hanya untuk menanyakan pesanannya! Enak saja! Aku merasakan kakiku sudah membengkak. Dasar pria sialan! Dia pikir kantornya itu hanya dua lantai?! Mengapa dia tidak memesanonlinesaja?! Tidak mungkin seorang CEO perusahaan jet ternama seperti dirinya tidak bisa memesan secaraonline!” “Nona, Anda ingin memesan apa?” Feli terkejut saat sudah tiba gilirannya untuk memesan. San