Share

Bab 2 : Ini Salahku

Setelah selesai dengan aktivitas memabukkan itu, Sean terlelap tidur. Sedangkan Zie hanya bisa terbaring dengan air mata yang sesekali menetes di pipi. Ia ingin memaki diri sendiri, bagaimana bisa menyerahkan kesucian ke pria yang bahkan tak pernah menganggap dirinya ada. Meski begitu Zie juga marah, pikirannya tertuju ke orang yang ingin menjebaknya. Ia yakin pria yang memberikannya kunci kamar 712 adalah pria bayaran suruhan orang yang benci kepadanya.

Dengan susah payah Zie meredam gejolak perasaan di hati, dia menggeser badan, memunguti baju yang tercecer di lantai. Meski perasaan tak nyaman menghantamnya dari banyak sisi, mahkotanya serasa mengapit duri, tenggorokannya bahkan tercekat karena kehausan, dia ingat selama Sean menumbuk bibirnya tak berhenti mendesah.

“Tenang Zie, lupakan kejadian ini dan fokus kembali. Anggap semua ini tidak pernah terjadi,” gumam Zie. Ia mengendap keluar dari kamar itu meninggalkan Sean seorang diri.

Beberapa jam kemudian, Sean bangun dengan kepala yang masih terasa berputar. Ia bahkan harus susah payah menegakkan badan lalu bersandar pada headboard. Sean meraih ponsel di atas nakas, dia baru saja berniat menghidupkan daya ponselnya yang sejak kemarin sengaja dimatikan, tapi lebih dulu terkejut melihat tubuh bagian atasnya tak mengenakan baju. Sean menyibakkan selimut dan semakin tak percaya mendapati dirinya telanjang. Sean melompat turun, matanya seketika membelalak melihat noda darah di sprei.

“A-a-apa yang terjadi?” Sean kebingungan, dadanya bahkan berdetak membayangkan bahwa semalam dia sudah bercinta dengan seorang wanita.

“Aaera? Tidak mungkin, kami sudah putus. Dia tidak tahu aku di sini,” gumam Sean sambil memegang kening dan mencoba mengingat peristiwa yang sudah dilaluinya. “Bukankah kemarin aku sudah ingin pulang, bagaimana …. “ 

Sean menyugar rambut dan menggelengkan kepala. Ia memilih untuk mengabaikan semua itu dan memutuskan untuk bergegas mandi lalu pergi. Namun, saat mengancingkan kemeja sambil menatap noda di atas ranjang, Sean melihat sebuah anting wanita, dia pun memungut benda itu dan menatapnya lekat.

“Dia pasti tidak sadar meninggalkan ini.”

_

_

Mengubur dalam-dalam kejadian sebulan lalu bersama Sean, hidup Zie pun berjalan normal kembali. Siang itu dia menyempatkan diri bertemu dengan sahabat baiknya di sebuah restoran bergaya western. Zie tersenyum lebar kala Marsha melambaikan tangan. Mereka seumuran, bedanya Marsha sudah menikah dan memiliki satu anak. Wanita itu adalah sepupu Sean, putri tunggal dari adik Daniel Tyaga.

“Senang sekali bisa bertemu dengan nona calon wali kota.”

Marsha menggoda lantas berdiri, dia memeluk Zie, tak lupa mencium pipi kanan dan kiri. Meski sudah sering bertemu, tapi begitulah tingkah ke duanya. 

“Jangan membicarakan pekerjaan denganku, lebih baik kamu bercerita tentang gosip yang sedang hangat diperbincangkan di sekolah anakmu,” jawab Zie diikuti lirikan mata yang menyipit.

Marsha tertawa, dia menopang dagu memandangi sang sahabat yang sibuk membolak-balik buku menu. Bibirnya terasa ragu mengatakan hal ini, tapi tetap saja jika membahasnya dia yakin Zie pasti akan bersemangat.

“Sean sepertinya tidak jadi menikah dengan Aaera. Meraka putus,” kata Marsha.

Benar saja, tangan Zie seketika berhenti membalik buku Menu. Namun, dia tidak merespon secara berlebihan informasi yang diberikan oleh sahabatnya itu.

“Oh … benarkah? kenapa?” tanya Zie, dia sekilas menatap Marsha lalu kembali fokus ke buku menu.

“Aaera berselingkuh.”

“Hah … “ 

Melihat respon Zie, Marsha pun tersenyum lebar. Ia yakin sahabatnya pasti senang mendengar kabar kandasnya hubungan sang sepupu.

“Ayo Zie, apa kamu tidak ingin mengambil kesempatan emas ini? Dua belas tahun kamu memendam perasaan pada Sean. Bahkan hubunganmu dengan banyak pria tidak pernah berlangsung lama, coba ungkapkan lagi perasaanmu padanya. Masa sekali ditolak kamu langsung mundur selamanya?” cerocos Marsha.

“Kamu pikir aku tidak punya malu?” sembur Zie, dan seketika kenangan one night stand bersama Sean berputar lagi di ingatannya. 

“Ya, aku tidak tahu malu, andai saja kamu tahu apa yang sudah aku lakukan,” gumam Zie dalam hati.

Mendapati ekspresi sang sahabat, Marsha pun tidak ingin menggoda lagi. Ia pun memilih membahas hal lain, sampai tak terasa makanan yang mereka pesan sudah datang dan kini disajikan oleh pelayan.

Seperti biasa, Marsha pasti akan memesan steak dengan tingkat kematangan sempurna, sedangkan Zie memilih setengah matang. Namun, kali ini ada yang berbeda. Melihat daging yang masih merah saat dipotong membuat Zie tiba-tiba merasa enek. Semua indera yang ada di tubuhnya serasa menolak.

“Zie, kamu kenapa?” tanya Marsha kebingungan. Ia biarkan saja Zie bangkit dari kursinya dan berlari menuju kamar mandi.

Marsha ingin menyusul, tapi takut karena banyak barang pribadi seperti dompet, kunci mobil dan tas di kursi dan meja. Akhirnya dia pun memilih menunggu Zie sampai kembali.

Zie mengeluarkan isi perutnya di kamar mandi, cairan bening sampai nampak membasahi sudut matanya. Zie membasuh mulut lalu mencuci tangannya dengan air, tapi tak lama tangannya gemetar. Zie baru ingat belum mendapat tamu bulanannya. 

“Ti-ti-tidak, tidak mungkin!” elaknnya. “Mana mungkin melakukan hal itu sekali dan langsung menjadi bayi,” gumam Zie. “Banyak pasangan yang menikah bertahun-tahun tapi tak kunjung memiliki bayi, hebat sekali jika dalam sekali pembibitan langsung jadi.” 

Zie tertawa-tawa sendiri, hanya saja tawanya terlihat sangat aneh. Ia takut, tangannya bahkan masih saja gemetar.

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Ria Rifantiani
bner2 keturunan kudaniel...topcer
goodnovel comment avatar
~kho~
keturunan Daniel Tyaga...tokcer lah...hehe
goodnovel comment avatar
Heri Susanto
bibit super oncrot oncrot
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status