"Kenapa kak? Hectic banget keliatannya." Julio menghentikan langkah Delfi yang mondar-mandir sedari tadi.
"Ada sedikit masalah biasa, nanti gue sampaikan kalau udah senggang. Kalian fokus aja untuk talk shows okay." Delfi menepuk pundak Julio dan bergegas pergi lagi.
"Ada apa sih?" Julio kembali bertanya begitu melihat Jimmy. Biasanya Jimmy sumber informasi bagi mereka.
Jimmy menarik tangan Julio dan membawanya berkumpul bersama dengan member yang lain.
"Ingat perusahaan yang mau jadiin kita BA?" Pembukaan dari Jimmy membuat semua menaruh atensi padanya.
"Ternyata rapatnya sudah berlangsung satu mingguan dan yang rapat sama perusahaan belum masukin berkas dan notulanya ke tim analis maupun kak Delfi. Makanya kak Delfi sibuk mondar-mandir karena itu," jelas Jimmy sambil memakan kentang goreng di hadapannya.
"Terus terus." Elang meminta la
"Christ, bangun!" Julio menghampiri Tian yang masih nyaman dalam tidurnya."Lang, bangun!" Julio menepuk betis Elang yang memang sedang tidur satu kasur dengan Tian."Mau makan apa? Bang Septa mau masak tuh.""Apa aja," balas Tian dengan gumaman."Huhh terserah kalian lah." Julio menyerah untuk membangunkan mereka, biar lah sebangunnya saja.GMC lebih sering tinggal di lantai yang khusus disediakan untuk mereka di gedung Monokrom. Tiga lantai yang diberikan Monokrom sebagai wilayah kekuasaan GMC. Satu lantai khusus untuk tempat tinggal mereka yang berisi kamar dan ruang bersantai atau ruang keluarga, satu lantai untuk mereka bekerja seperti studio rekaman, studio untuk berlatih dan ruangan lainnya yang mendukung mereka untuk menghasilkan karya. Satu lantai lainnya sebagai sport center dan beberapa fasilitas untuk bermain mereka.Sebenarnya mereka bebas saja berkel
"Kita pulang nanti malam ya?" tanya Ria begitu tiba di ruang makan. Sudah tiga hari mereka di sini dan agenda Ria sudah terlaksana hampir seluruhnya.Negosiasi dengan seluruh petani di desa ini sudah dilakukan jauh-jauh hari sebenarnya oleh anggota timnya, tapi Ria ingin memastikan kembali bahwa semua berjalan sesuai rencana dan sejalan dengan proses produksi.Ria tak mengalami kendala yang begitu berat. Hampir seluruh petani menyambut kedatangan Ria dengan ramah. Pembawaan Ria yang lemah lembut dan anggun membuat mereka nyaman dengan kehadiran Ria. Meskipun Ria masih sangat kaku jika harus melakukan kontak fisik dengan mereka."Iya, Nona.""Cari oleh-oleh yuk. Udah lama gak belanja." Ria mengusulkan untuk pergi mencari oleh-oleh, yang dikatakannya benar bahwa ia jarang sekali belanja."Saya siapkan mobilnya dulu.""Eh gak usah. Aku mau naik motor aja." Ria sedang ingin me
"Ri, lo ada acara atau meeting gitu gak hari ini?" tanya Vera melalui sambungan telepon."Enggak. Kenapa?""Tolong ke Monokrom susulin Candra dong. Gue dipanggil big boss ke pusat nih.""Hah? Lo dipanggil Pak Antara? Ngapain?" Ria heran mendengar Vera dipanggil ke pusat oleh Tara."Mana gue tau. Bisa gak ke sini?""Lo yakin Antara manggil lo? Hati-hati loh Ver lagi jamannya penculikan," ujar Ria sedikit khawatir."Heh Antara Antara aja. Iya ini beneran big boss yang manggil.""Coba telepon sekretarisnya. Beneran dah Vera, waspada!" Ria tetap tidak percaya begitu saja."Ck. Gue di email langsung pake email perusahaan. Yaudah sih Ri, tenang aja. Gue cuman mau ke pusat kok.""Gue kirim supir kantor deh ya. Tunggu gue, nanti habis antar gue ke Monokrom Pak supir langsung antar lo ke Pusat. Jangan membantah!"
"Anton, tolong beliin perlengkapan untuk perban di apotek. Mau minuman juga deh beli di kafe terdekat aja. 60 gelas, all variant, jangan lupa susunya buat aku. Apa lagi ya, hmm cemilan boleh deh. Beli aja terserah kamu berapa banyak. Ku kirim uangnya sekarang. Ajak security yang jemput kamu juga aja untuk bantu bawa minumannya," ujar Ria melalui sambungan telepon tanpa disela sedikitpun oleh Anton."Baik, Nona." Ria mematikan sambungan telepon setelah mendengar respon dari Anton."Hallo, kenalin saya Faris, sutradara untuk shooting kali ini." Seseorang mengulurkan tangannya ke hadapan Ria."Oh iya, Ria perwakilan dari tim proyek Intrafood." Ria menyambut uluran tangan tersebut dan berusaha tersenyum ramah."Ayok duduk di depan monitor saja di samping kursi saya untuk melihat hasilnya secara langsung dari layar." Faris menawarkan Ria untuk pindah tempat."Boleh, M
Hai pembaca aku yang tidak aku ketahui siapa gerangan. Terima kasih ya sudah membaca tulisanku. Aku sangat menghargai kalian yang sudah membaca sejauh ini. Aku harap kita bisa menjalin komunikasi melalui komentar atau apapun. Bisakah kalian memberikan jejak berupa komentar? Hehe Atau kalian ada yang dibingungkan terkait isi cerita ini? Bisa sekali, ditanyakan. Kita bisa diskusi ya. Kalau memang kamu paham sekali tentang case di cerita ini, bisa juga ya beri masukan. Sekecil apapun masukan/komentar dari kalian, semoga bisa berefek besar dalam kualitas penulisanku ke depannya. Sekali lagi, terima kasih ya sudah membaca ceritaku. Jika berkenan, mau minta tolong bagikan juga ke teman-teman sekitarmu untuk ikut bersama mengarungi kisah ini. Salam hangat, Mochi 💓
Kenapa aku dibawa ke sini? Papah udah gak sayang aku ya? Papah suruh aku pergi juga seperti Reno dan Rey?Aku gak tahu salah aku apa. Kenapa mereka marah sama aku? Kenapa juga aku dikirim ke sini? Gak sekalian aja kirim aku pergi dari dunia ini?"Arrrggghhhh." Aku meraung mengeluarkan segala rasa sakit ini. Menjambak rambutku saja rasanya sudah tak ada. Di dalam sini sakit sekali.Memang setidak berguna itu aku ada di dunia ini? Kenapa Tuhan gak ambil aku aja. Ria capek, Tuhan. Ria sakit. Ria ingin pergi dan gak lagi hidup di tengah kebencian dan orang yang selalu minta Ria pergi.Segala cara telah Ria coba untuk pulang ke sisi Tuhan, tapi kenapa gak pernah berhasil? Tuhan mau apa sih dari Ria? Tuhan gak tolong Ria, Tuhan malah kirim Ria ke sini. Tuhan suruh Papah kirim Ria ke sini kan? Ria harus apa Tuhan?Ria gak pernah minta dilahirkan dari orang tua kaya raya banyak h
"Ri, bangun udah siang," ujar Tian dari depan pintu kamar Ria. Sebenarnya masih pukul 9 pagi, tapi menurut Tian itu sudah termasuk siang. "Kok gak dijawab?" Tian membuka knop pintu untuk melihat keberadaan Ria. Begitu masuk ke dalam kamar, yang dilihatnya adalah Ria masih terlelap di dalam selimutnya. "Mau bangun gak?" bisik Tian di hadapan Ria sambil ia mengelus rambut halus Ria. "Engga," balas Ria yang masih setengah sadar. Ia makin mengeratkan pelukannya dengan boneka beruang coklat pemberian Tian. "Yaudah, take your time. Aku ke gym dulu ya," pamit Tian dan keluar kamar Ria untuk menuju tempat gym di tower 3. Ria benar-benar menikmati waktu tidurnya di hari Sabtu ini. Rasanya seperti sudah lama ia tak tidur dengan baik semenjak projectnya berjalan. Ria baru terbangun pukul 11 siang. Ia melihat Tian yang sedang menonton serial film di TV sambil m
"Udah, sampai sini aja. Kasih ke security biar mereka yang bawa naik!" titah Ria pada kelima pengawal yang mengikutinya dari supermarket tower satu.Ria berjalan menuju resepsionis berada untuk meminta bantuan security membawa barangnya dan melaporkan jika ada dua kawannya yang akan berkunjung ke unitnya."Tolong tunjukkan KTP-nya dan tinggalkan identitas diri sebagai jaminan," pinta resepsionis tersebut pada Jimmy dan Januar. Ria bertemu Januar tadi di perjalanan kembali menuju tower tiga dan Januar memutuskan untuk ikut bergabung berkunjung ke tempat Ria.Jimmy dan Januar saling pandang. Ia tak yakin untuk memberikannya, nanti penyamaran yang mereka lakukan malah terbongkar di lobby ini."Gak masalah kok. Ini salah satu prosedur keamanan di tower tiga. Privasi kalian terjamin. Kalau nanti terbongkar, kalian bisa tuntut resepsionis itu karena melakukan pelanggaran," jel