Share

6 : Hartanto

"Gimana? Si bocah tengil itu berhasil masuk rumah sakit ndak?" tanya Hartanto pada anak buah yang diutusnya untuk merecoki acara jalan Tian dengan Ria.

"Engga bos. Ternyata backingan dia banyak sekali," balas Rizal-tangan kanan Hartanto, orang kepercayaannya.

"Banyak gimana? Bukannya kamu bilang cuman ada pengawal si Christian?" Hartanto merengut kesal karena rencananya tak berjalan.

"Saya tidak tahu bos, yang pasti semua rencana kita digagalkan oleh orang lain. Seolah mereka hadir memang untuk melindungi Nona," jelas Rizal. Bagaimana pun Rizal tetap menghormati Ria dengan memanggilnya Nona. Walaupun tindakannya tidak menunjukkan rasa hormatnya.

"Lalu untuk pencegatan bahan baku produksi dia bagaimana? Sudah dialihkan ke perusahaan saya?" tanya Hartanto kembali. Entah ada masalah apa Hartanto dengan Ria. Kakek tersebut selalu berusaha untuk mengganggu Ria.

"Sudah bos. Sepertinya mereka memundurkan jadwal launching produk baru karena produksi yang tersendat."

Hartanto melempar segepok uang di dalam amplop. "Bonus buat kamu dan lainnya karena ada satu yang berhasil," ujarnya sambil menghisap cerutunya.

"Jangan pernah main-main sama Hartanto kalau gak mau hidupnya jadi terganggu," ujarnya dengan sombong.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk."

"Permisi Tuan, Tuan Christian pulang." Maid memberitahu kedatangan Christian.

"Ya." Hartanto bangkit dari kursinya dan berjalan menuju tempat keberadaan Christ.

"Opung apa kabar? Makin kelihatan bugar aja padahal usia terus nambah," sapa Tian begitu melihat opungnya-Hartanto duduk di kursi meja makan dekatnya.

"Dasar anak muda. Bisanya meledek orang tua terus." Hartanto tak mengambil pusing guyonan Tian.

"Gimana setelah pulang dari world tour? Sudah menemukan jiwa di industri musik ini?" Hartanto membuka pembicaraan ke arah karir yang sedang dijalani Tian.

"Hmm, setelah dijalani ternyata aku memang suka tampil dan suka juga kegiatan grup kita." Tian menjawab dengan jujur apa yang dirasa olehnya.

"Kemarin Opung lihat beritamu setelah conference. Opung bangga dengan kesuksesan yang sedang kalian dapat." Hartanto mengelus kepala Tian. Siapa pun tahu bahwa Hartanto sangat menyayangi Christian. Tian tersenyum dibuatnya. Di saat seluruh keluarganya menentang keputusan Tian untuk masuk ke dunia entertain, hanya opungnya lah yang mendukung dengan keras dan menjadi tameng untuknya melawan sindiran keluarga besar.

Bertahun-tahun Hartanto menjadi sosok orang tua bagi Tian, menggantikan peran kedua orang tuanya yang sibuk membangun kerajaan bisnis yang diturunkan dari Hartanto. Hartanto segalanya bagi Tian, pun sebaliknya. Seluruh keturunan Hartanto sudah ditentukan garis takdirnya oleh Hartanto, kecuali Christian yang dibebaskan begitu saja. Hal itu membuat kecemburuan semakin besar di keluarga Hartanto dan tak jarang membuat Christian sering mendapatkan serangan gila dari mereka.

Beredar rumor bahwa Tian yang akan mewarisi seluruh harta kekayaan Hartanto karena kedekatan mereka. Percobaan pelenyapan Tian sudah terjadi sejak rumor tersebut beredar dan hal tersebut membuat Hartanto marah dan sedih sekaligus. Hal itu pula yang membuat Hartanto menyetujui pilihan Tian untuk bergabung dengan GMC. Tian tidak lagi mendapat tekanan dari pihak keluarga akibat rumor tersebut. Mereka berpikir dengan Tian masuk ke dunia hiburan tak mungkin dapat meneruskan kerajaan bisnis Hartanto karena tidak disiapkan dan ditatar untuk terjun ke dunia bisnis.

"Kapan kamu konser lagi?" Hartanto bertanya kembali setelah dirasa pelukan mereka cukup.

"Dua bulan dari sekarang. Selama dua bulan itu kami akan syuting di Jakarta aja."

"Opung ingin sekali ikut dan lihat kamu di konser, tapi Opung takut gak kuat jantungnya." Hartanto tertawa dengan perkataannya. Bahkan peraturan di konsernya melarang orang yang sudah sepuh untuk ikut.

"Hahaha, nasib punya Opung yang sudah sepuh."

"Kalau kamu syuting gitu boleh dilihat sama keluarga gak?" Hartanto sedang mencari celah untuk bisa melihat cucunya bekerja.

"Gak tahu Opung, nanti ku tanya dulu ya. Soalnya gak pernah ada yang dikunjungi keluarga sih."

Terlihat Rizal yang menghampiri meja makan dan membawa suatu bungkusan berjumlah tiga. Hartanto mengernyitkan dahi. Siapa yang mengiriminya bungkusan itu.

"Permisi Tuan, ada kurir pengantar makanan yang mengirimkan ini dan memaksa saya untuk menerimanya," ujar Rizal begitu sampai di hadapan mereka.

"Buang saja. Saya tidak menerima kiriman makanan apa pun dari orang lain." Hartanto tidak mau menerimanya.

"Mungkin ada surat di dalamnya. Saya taro di sini ya. Permisi Tuan." Rizal pamit undur diri, yang penting sudah ia sampaikan pada Hartanto.

Tringgg. Tringgg.

Tringg. Tringggg...

"Hallo." Ponsel Hartanto yang berbunyi ternyata.

"Hallo Opah, apa kabar?"

"Ngapain kamu telepon saya?" Muka Hartanto langsung berubah masam.

"Makanan aku udah sampai kan ya? Semoga Opah suka ya. Eh pasti suka sih, soalnya itu makanan kesukaan Opah yang sama kayak aku," ujarnya dengan semangat di seberang sana.

"Gak. Saya sudah gak suka satai lagi gara-gara kamu!" Hartanto mengeraskan hatinya untuk tidak memakan satai di depannya. Ada apa anak tengil satu ini meneleponnya.

"Opah bisa aja. Oh iya, aku mau cerita Opah. Sudah lama kan gak dengar cerita aku." Ria banyak omong sekali jika sedang melancarkan serangan.

"Gak usah cerita. Saya sibuk." Hartanto berniat mematikan sambungan mereka.

"Hari ini aku mau makan stik kentang sama cimol tapi gak jadi karena aku jatoh. Terus aku masuk ke lorong panjang, aku dikejar-kejar fans nya Tian dan banyak lagi kejadian luar biasa." Ria tak mempedulikan penolakan Hartanto. Ia ingin melakukan protes terhadap Hartanto.

"Yang lebih menakjubkan lagi, bahan baku produksi aku hilang. Lenyap begitu saja. Padahal aku udah DP sangat besar. Eh malah dicuri orang." Ria bicara seolah hanya menceritakan keluh kesahnya saja.

Hartanto yang tadinya menolak justru malah mendengarkan. Sebenarnya ia sedikit rindu dengan bocah tengilnya.

"Terus ya Opah, masa salah satu perusahaan Opah mau ikut launching produk yang sama kayak yang aku buat. Padahal itu belum bocor kemana pun. Akhirnya gak jadi deh kami launching." Hartanto mengernyit. Ia tak sampai mencuri ide milik Ria.

Sedikit ada jeda. Ria melanjutkan ocehannya. "Opah kan yang melakukan itu semua?"

Dasar bocah tengil, pikir Hartanto.

"Jawab Opah!" paksa Ria.

"Kalau sudah tahu, kenapa masih tanya?" Hartanto sudah berpindah ke ruang kerjanya begitu Ria mulai bercerita tadi.

"Opah jahat banget tau gak! Aku tuh ya udah capek-capek begadang lembur-lemburan demi launching produk baru ini, tapi Opah ancurin semuanya. Hancur Opah hancur!" Ria geram sekali dengan kelakuan Hartanto.

"Makanya berhenti dekati Tian!"

"Opah bilang sendiri sama cucu Opah. Gak usah lagi nyamperin aku ke apartemen, pakai barang-barang aku lagi ketika terdesak!" balas Ria dengan setengah teriak.

"Ya karena itu. Kemarin dia baru sampai Indonesia malah langsung menghampiri kamu, menggunakan barang kamu di conference dan jalan sama kamu hari ini. Bukannya pulang ke rumah malah kamu yang dicari. Saya benci kamu Ria," ungkap Hartanto dengan penuh penekanan.

"ITU KAN PILIHAN TIAN SENDIRI OPAHHH. AKU GAK PERNAH MINTA DIA UNTUK BEGITU," balas Ria dengan teriakannya. Mengapa jadi Ria yang emosi?

"Saya tidak peduli."

"Opah bener-bener jahat tau gak. Tau gitu aku kasih obat pencahar aja di sate nya biar impas kita."

"KAMU SUDAH MENAMBAHKAN OBAT TERSEBUT RIA!" Hartanto panik tatkala mendapat info tersebut.

"Kena kan kau opah. Liatin aja. Opah nakal sama aku, aku bales! Bye." Ria mematikan sambungan telepon mereka.

"BOCAH TENGIL SIALAN," teriak Hartanto.

"Tuan, Tuan, Den Tian pingsan," teriak maid dari luar.

"Panggil dokter segera!" titah Hartanto begitu sudah berada di dekat Tian.

"Ya Tuhan, kenapa harus Tian yang kena?"

#############################

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status