Share

2 : Saling Cinta

"We did it boys. You are guys really awesome." Januar mengapresiasi GMC yang baru selesai melakukan conference.

"You too Jan." Tian menepuk pundak Januar. Sang ketua juga harus diapresiasi.

Tian berjalan menuju sofa dan mengistirahatkan punggungnya yang sedari tadi tegang.

"Lo naik apa kesini tadi? Kenapa dekil banget?" tanya Septa yang baru sempat berbicara dengan Tian.

"Naik motor ojek online," jawab Tian sambil makan, karena ia belum sempat makan sedari pulang tadi.

Semua member terkejut, terheran-heran. Seorang Christian Hartanto menggunakan motor?

Tian yang merasa diperhatikan oleh seluruh orang di ruangan, menghentikan makannya dan ikut melihat sekeliling.

"Kenapa?" Ia mengernyitkan dahi. Bingung dengan reaksi mereka.

"Lo? Naik motor? Ojek online? Lagi ngelucu atau bagaimana?" Jimmy menertawakan pertanyaannya sendiri, dan seluruh orang di ruangan ikut tertawa.

"Christ, Christ, aduh gak bisa berkata-kata gue." Septa menggelengkan kepala, seolah memaklumi kehaluan Tian.

"Yaudah kalau gak percaya." Tian memilih melanjutkan makannya dari pada meladeni member lainnya.

"Jaket punya siapa? Gue gak pernah lihat lo pakai itu." Samuel yang dari tadi diam akhirnya melayangkan pertanyaan.

"Adaa lah, udah lama kok." Tian lupa, para member sudah hafal dengan pakaian yang dimilikinya.

"Tumben juga lo pakai iWatch, kemana Rolex nya?" Jimmy ikut menimpali karena melihat style Tian yang tak seperti biasanya.

Elang mendekati Tian dan mengendus jaket yang dikenakannya.

"Wah baunya bukan bau Tian ini. Soft sekali wanginya," ujar Elang dan membuat member yang lain ikut mencium bau dari jaket yang Tian kenakan.

"Bau siapa hayooo Tian ngaku, ini bukan bau lo." Septa mencolek dagu Tian diikuti yang lain juga.

"Apaa sih, bukan bau siapa-siapa."

"Muka Tian merah guys, mukanya merah." Septa senang sekali menggoda Tian kali ini.

"HAHAHAHAHAHA." Tawa kembali mengudara di ruangan tersebut. Ruangan yang penuh canda tawa ya, GMC memang terbaik di kelasnya.

Pukul 11 malam, semua urusan GMC di hotel Santika sudah selesai. Member dan para staf bersiap untuk pulang. Ada yang menuju apartemen milik kantor, ada yang kembali ke apartemen masing-masing dan tentu saja ada yang tak kembali di antara kedua tempat tersebut.

"Gue capek banget hari ini." Tian memijat kepalanya yang terasa sangat berat.

"Iya, semua juga cape Yan, kan kita tour nya barengan." Jimmy yang satu mobil dengan Tian menimpali dan menyandarkan kepalanya pada pundak Tian.

"Lo pulang kemana?" Jimmy kembali bersuara.

"Apartemen Rajawali tower 3 pak." Tian memberitahu supir mereka.

"Lo baru beli apartemen di Rajawali? Gue ikut nginap tempat lo aja deh"

"Bukan punya gue, dan gak bisa ikut nginap," terang Tian tak mau dibantah dan tak mau disanggah.

"Aduh gue lupa bawa kartu akses nya." Tian menepuk dahinya begitu ingat bahwa ia lupa membawa kartu akses yang ia tinggalkan di meja resepsionis.

"Yaudah lo pulang ke apartemen kantor aja bareng gue Yan." Jimmy sudah makin mengantuk terdengar dari suaranya yang mulai melemah.

"Gak bisa, gue takut dia nungguin." Tian teringat Ria yang kemungkinan akan menunggunya pulang.

"Hah? Dia siapa?" Jimmy sudah menuju alam mimpi dan tidak peduli lagi dengan jawaban Tian.

"Terima kasih pak. Saya titip Jimmy, tolong antar sampai kamarnya ya." Tian pamit pada supir dan bodyguard yang memang disediakan oleh perusahaan untuk mereka.

Tian berjalan menuju resepsionis dan menyerahkan KTP miliknya sebagai tanda ia memang salah satu pengunjung yang diberikan akses menuju kamar di lantai atas.

"Bisa tolong dibuka dulu masker, kacamata dan topinya mas? Untuk memvalidasi KTP dengan pemiliknya," ujar resepsionis tersebut.

"Aduh, topinya gak usah ya mbak. Lagi ramai lobinya soalnya." Tian melakukan penawaran demi keamanan privasinya.

Lobby tower 3 memang baru ramai menjelang tengah malam karena banyak pekerja yang baru pulang dan beberapa baru kembali dari jalan-jalannya.

Resepsionis tersebut mengiyakan dan mencocokan wajah yang berada di KTP dengan Christian Hartanto yang berdiri di depannya saat ini.

Resepsionis tersebut mengecek nama Christian pada komputer di depannya, apakah termasuk ke dalam daftar tamu yang diberikan akses oleh pemilik unit apartemen Rajawali tower 3.

"Baik, sudah sesuai semuanya. Mas Christian akan diantar oleh security sampai depan kamar yang dituju ya. Selamat malam, have a nice dream." Resepsionis tadi menelepon security dan meminta untuk mengantar Tian menuju kamar unit di lantai atas.

Keamanan pada apartemen ini memang tidak diragukan lagi. Apartemen ini juga mendapat berbagai penghargaan dalam segi keamanan dan kenyamanan penghuni. Walaupun terkesan berbelit-belit, tapi tak masalah, demi keamanan dan kenyamanan penghuni apartemen di tengah maraknya kejahatan di ibukota saat ini.

Pemilik unit sendiri, tentu saja tidak memiliki akses yang sulit dan rumit seperti pengunjung. Mereka cukup mendaftarkan wajah dan iris mata untuk dapat mengakses lift dengan mudah.

Harga yang ditawarkan pihak manajemen apartemen memang sebanding dengan fasilitas dan pemeliharaan yang dilakukan mereka. Tidak sembarang orang yang dapat memiliki satu unit di sini. Mereka dengan pendapatan bersih mendekati tiga digit yang biasanya mampu tinggal di apartemen ini dan memiliki satu unit.

Letaknya yang berada di kawasan pusat perekonomian negara, di mana terdapat gedung-gedung tinggi yang mampu menghasilkan profit hingga puluhan bahkan hingga ratusan milyar per tahun lah yang membuat harga unit apartemen tersebut melambung tinggi. Tak jarang, Rajawali ini menjadi incaran para crazy rich untuk ditempati.

"Sudah sampai mas," ujar security tersebut begitu mereka tiba di depan kamar Ria.

"Terima kasih pak." Satpam tersebut pamit undur diri.

Tian tidak memberinya tips, karena ia sedang tak memegang uang cash. Tak apa, satpam tersebut sudah memiliki gaji yang sangat mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Tian memasukkan sandi untuk membuka pintu tersebut.

Klik..

Beruntung Ria hanya mengunci satu lapis. Mungkin ia tahu bahwa Tian pasti akan kembali lagi.

Biasanya Ria mengunci hingga tiga lapis, dengan kata sandi, iris mata, dan kartu akses. Dan itu semua bisa di custom sesuai keinginan pemilik unit.

Tian langsung menuju dapur untuk mengambil minum. Sepanjang perjalanan ia menahan haus.

Setelah mengambil minum, ia menuju meja makan dan melihat sudah tersedia makan malam yang sepertinya dimasak sendiri oleh Ria, karena itu makanan kesukaannya.

Tian merasa bersalah karena ia sudah makan banyak di ballroom tadi. Tian beranjak menuju ruang keluarga untuk sekedar merebahkan tubuhnya di sofabed. Ia kembali dikejutkan dengan sosok Ria yang masih mengenakan pakaian kantornya dan sedang terlelap di sofabed tersebut.

Rasa bersalah kian menggebu tatkala melihat Ria yang baru pulang kerja dan masih menyempatkan diri untuk memasak. Terlihat dari makanan yang masih hangat dan perabotan yang belum kering sempurna.

Tian mengangkat tubuh Ria dan membawanya menuju kamar milik Ria. Ia melakukan rutinitas sebelum tidur yang biasa dilakukan Ria. Membersihkan wajah Ria menggunakan micelar water, memberikan toner pada wajahnya, beberapa serum wajah yang diketahuinya, dan sentuhan terakhir yaitu vitamin rambut. Rambut berkilau, hitam legam dan tebal milik Ria tentu saja didapat dari hasil merawat dirinya selama ini.

Megapa Christian tahu? Karena mereka sering video call ketika malam hari sebelum tidur dan Tian akan bercerita tentang hari yang dilaluinya. Tentu saja Ria hanya mendengarkan dan diam sepanjang mereka video call. Dan Tian yang memperhatikan Ria melakukan night routine ala Ria Ananta.

Ria hanya punya waktu ketika malam hari sepulangnya bekerja, dan tak jarang mereka sulit untuk menghubungi satu sama lain karena Tian yang sering keliling dunia untuk pekerjaannya. Perbedaan waktu dan jam kerja tersebut lah yang membuat Tian sangat mencari momen yang tepat untuk mereka berkomunikasi.

Tian mengatur suhu ruangan melalui AC dan dibuat sesuai nyaman versi Ria. Memandang sang pujaan hati, tersenyum dibuatnya.

"Good night, have a nice dream Ri. You know that I'm still loving you. I hope you too." Tian mengecup kening Ria cukup lama dan mengucapkan doa-doa di hadapannya. Segala doa ia panjatkan demi bisa terus bersama dengan orang terkasihnya.

Begitu dirasa cukup, Tian keluar dari kamar Ria dan melanjutkan aktivitasnya yang belum terselesaikan.

"Me too, Tian," ujar Ria menahan tangis begitu Tian keluar dari kamarnya.

Ria terbangun begitu Tian mulai berbicara. Ia begitu mudah terbangun jika ada yang bicara di sekitarnya. Tapi terkait sentuhan, tak mampu membuatnya terbangun.

Hhhhh. Seberapa berat sebenarnya hubungan mereka...

############################

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status