Esoknya, pukul 07.00 tepat.
Mereka belum membaca pesan Silvianita tadi malam dan masih tertidur lelap, mungkin karena mereka terlalu lelah hingga malam harinya. Sebagai tambahan, tentu saja mereka belum membaca perubahan waktu berkumpul pada pesan tengah malam yang sampai di ponsel mereka.
Mereka mendengar suatu teriakan memanggil nama mereka yang tak tau dari mana asalnya, yang jelas mereka sangat mengenali suara yang cukup familiar itu. Mereka dengan serempak bangun lalu segera membuka ponsel dan membaca pesan yang masuk tengah malam tadi.
“Ohh.. My...!!!” Teriakan mereka serempak dari masing-masing tempat yang berbeda pagi itu.
❖ ❖ ❖
Hosh!hosh!hosh!
“Kalian terlambat? Kali ini apa alasanya?” tembak Silvianita begitu Fafa dan yang lainnya sampai di depan gerbang SMA Bakti Jaya lima detik yang lalu.
Mereka berlima terdiam.
“Saya sedang bertanya pada kalian!!”
Fafa menyikut lengan Naga yang berdiri di sebelahnya.
“Maaf Bu, Saya baru membaca pesan dari Ibu jam tujuh pagi tadi, Saya pikir seperti yang kemarin Ibu katakan sebelumnya, jam sembilan baru berkumpul.”
Silvianita melirik tajam, “Saya?”
“Kita, maksud Saya.” Naga menjawab dengan pelan, tetapi terdengar terpaksa.
Silvianita melirik lebih tajam, “Kita?” bahkan Silvianita melangkah mendekati Naga.
“Kami” jawab Naga.
❖ ❖ ❖
Tiba-tiba datang seorang pria mengenakan topi hitam dengan kemeja putih yang terlihat dari balik jas hitamnya, serta celana panjang dengan warna hitam pula. Kedatangan seseorang yang asing itu membuat konsentrasi Silvianita terbagi, akhirnya Ia lebih memilih menghampiri orang itu dan berbicara padanya, daripada melanjutkan memarahi mereka berlima atas keterlambatan pagi itu. Satu hal positif pagi ini, pria itu ibarat dewa penolong yang datang di saat yang tepat, setidaknya memberikan waktu untuk bernafas... sejenak.
Baru beberapa saat mereka mengulur nafas karena lega, Silvianita kembali berjalan ke arah mereka berdiri, kali ini dengan ekspresi wajah yang berbeda dari sebelumnya, cerah ceria!
“Beruntung sekali, keterlambatan kalian terselamatkan oleh kedatangan seseorang. Em... Ia adalah seseorang yang akan mengantarkan kalian ke tempat dimana gua crystal itu berada. Jaga sikap kalian dan jangan bertanya macam-macam dengan......”
Silvianita melambaikan tangannya ke seseorang itu untuk mendekat.
“Namanya Opal, Kalian boleh memanggilnya dengan nama Opal saja.”
❖ ❖ ❖
Seseorang bernama Opal itu mengulurkan tangan kanannya pada mereka berlima dan menyalami satu per satu tanpa bersuara sedikitpun pun. Opal memakai sebuah kacamata berwarna hitam gelap sehingga wajahnya tak jelas terlihat.
Satu hal yang cukup menarik perhatian adalah topi yang dipakai Opal, terlihat aneh dan tidak biasa digunakan oleh orang-orang biasa. Topi berwarna hitam itu memiliki sebuah penutup di bagian telinga, ditambah lagi dengan bentuknya yang memanjang ke atas seperti topi para pesulap.
Opal kembali berjalan menuju mobil lalu masuk kedalamnya, Ia akan memanaskan mobil berwarna hitam itu. Mobil itu terlihat mewah, sangat mewah! Seperti mobil-mobil design eropa dengan bagian depan mobil yang panjang.
Melihat mobil mewah itu Ocha tersenyum-senyum sendiri sambil memandangi mobil mewah itu. Ia sedang membayangkan menaiki mobil dengan gaun mewah dari designer kenamaan paris, lalu turun dari mobil itu dan berjalan di atas red carpet dan dipotret oleh banyak paparazi.
Menyadari teman sebelahnya sedang tersenyum-senyum sendiri, Atha segera menyikut lengan Ocha hingga Ia pun kembali ke alam sadarnya yang penuh dengan kesuraman hari ini.
“Yah... Atha!” keluh Ocha jengkel.
Setelah Fafa, Naga, Ome, Atha dan Ocha selesai makan, Doffies wanita segera membereskan meja makan. Gerakan mereka sangat cepat dan lincah meskipun ukuran tubuh mereka kecil sehingga dalam hitungan beberapa menit, meja makan sudah rapi dan bersih seperti sedia kala.“Kenyaaaaanggg..” Naga berteriak senang“Setelah ini kita kemana Doff?” Atha membersihkan sisa saus di bajunya menggunakan tisu.“Doff antar kalian ke Crystalville, mari!” Doff melangkah mendahului mereka, kemudian berjalan keluar dari bangunan tempat tinggal para Doffies itu untuk segera menuju Crystalville.“Apa lagi ini?” Fafa terkejut melihat sesuatu di depan matanya.Lazulite. Para Doffies menggunakan kendaraan itu untuk mengantarkan surat, pergi ke ladang, serta pergi ke Kementerian Bahan Pangan Crystalville. Kendaraan ini diberikan secara cuma-cuma bagi setiap Doff untuk menjalankan pekerjaannya. Lazulite yang terlihat unik itu memiliki panjang sepuluh meter dan lebar hampir tiga meter, warnanya hijau pucat dan te
Entah berapa lama Doff menghilang untuk membujuk teman-temannya, hingga Fafa dan yang lainnya duduk kelelahan setelah puas berkeliling ruangan yang sangat besar ini. Kini, mereka duduk bersandar pada meja besar seperti bagian resepsionis di hotel-hotel mewah. Terdapat lambang huruf DF ditengah meja besar itu, huruf itu dikelilingi untaian daun-daun kecil berwarna hijau. Mungkin itu lambang milik sekumpulan Doff disini.Tiba-tiba terdengar suara berisik dari dalam ruangan, Doff muncul dari balik pintu besar itu, kemudian diikuti dua sosok yang sangat mirip dengan Doff. Muncul 3, 4, 5, 6, 10, 14 dan banyaaaaak makhluk yang sama persis dengan Doff yang kini berjalan beriringan menuju tempat mereka berlima duduk melepas lelah.Melihat serombongan besar berjumlah lebih dari tiga ratusan itu memenuhi ruangan aula besar, kelimanya segera berdiri menyambut dengan senyum mengembang di wajah masing-masing. Ocha sempat bergidik merinding melihat serombongan makhluk ya
Makhluk kecil itu bernama Doff, memiliki tinggi tak lebih dari satu meter. Kulitnya berwarna putih, telinganya panjang seperti telinga kelinci, tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut halus, bersih dan putih, seperti bulu hamster. Hidung kecil menonjol di wajahnya yang berbentuk bulat. Matanya bulat penuh dan terlihat lucu karena bulu mata yang lentik, bola matanya berwarna kemerahan.Pintu gerbang itu menutup dengan sendirinya, begitu mereka berjalan semakin menjauh mengikuti langkah kecil Doff yang lumayan cepat. Doff seperti boneka!Jika sekilas dilihat, tentu saja dapat disimpulkan bahwa Doff seekor hewan. Tetapi yang membuat ragu, Doff memakai pakaian berwarna abu-abu gelap dengan penutup bagian luarnya seperti bentuk rompi abu-abu cerah serta celana tanggung dengan warna yang sama seperti bajunya. Ditambah satu hal yang mencengangkan, Doff dapat berbicara, walaupun suaranya terdengar lucu. Jadi kesimpulan sementara adalah seperti ini, bahwa Doff bukanlah hewan biasa, te
Esok paginya, Fafa, Ome, Naga dan Atha masih tertidur pulas, sedangkan Ocha sudah siuman sejak lima belas menit yang lalu. Ocha masih merasakan tubuhnya sedikit pegal, tetapi Ia tak berani membangunkan keempat temannya itu, karena mereka terlihat kelelahan.Tiba-tiba Ome terbangun dengan sendirinya begitu merasakan tangan Ocha yang berusaha lepas dari genggaman tangan Ome.“Ocha?” sapa Ome dengan wajah berseri-seri.Ocha terlihat sedikit terkejut.“Kamu udah nggak papa kan? Kamu lapar? Kamu haus? Atau kamu mau sesuatu?” Ome tidak bisa menyembunyikan rasa senang.Ome senang tidak hanya lantaran Ocha siuman, tetapi juga dikarenakan ramuan yang dulu sempat dicancel olehnya untuk mengikuti lomba karya ilmiah menjadi terbukti saat ini.“Gue mau beef burger sama spageti!”Ome ternganga begitu mendengar jawaban dari Ocha yang terdengar sangat serius.Gue becandaaa hahaha..” Ocha tertawa lepas.❖ ❖
Ocha dibaringkan di sebuah gubuk reot, sampai saat ini Ia masih belum siuman. Fafa membuka sepatu dan kaos kaki Ocha, kemudian memijit-mijit kecil jempol kaki Ocha. Sementara Atha menumpuk dua tas miliknya dan Fafa untuk dijadikan alas untuk kepala Ocha. Naga melihat ke atas langit, cuaca pada saat itu berawan, lama-kelamaan awan itu makin banyak berkumpul sehingga membuat langit tampak gelap.Naga menghampiri Atha dan Fafa, “Sepertinya mau hujan.”“Dan dengan sangat terpaksa kita harus menunda perjalanan menuju gua Crystal” Fafa menunjuk ke arah barat daya, tempat dimana gua Crystal berada.Atha merespon dengan sedikit gemetar, “Itu artinya kita tidak mengikuti instruksi Bu Silvianita?”“Nggak apa-apa. Mana mungkin kita meninggalkan Ocha sendirian, Ocha jauh lebih penting dari gua kristal itu, kan?” Fafa mencoba menenangkan.“Betul!” seru Naga, kemudian memegangi
Fafa mengamati peta tua lusuh berwarna coklat itu dengan seksama, Ia mengamati tiap detil gambar, tulisan, serta kode yang tertera di dalamnya. Bagian awal dari peta itu adalah tempat dimana mereka duduk saat itu. Hal itu diperkuat dengan deretan pohon yang membentuk bujur sangkar disekeliling mereka serta sebuah tugu yang bertuliskan tulisan kuno yang sama persis seperti yang tertera pada peta. Finish line dari peta lusuh itu tentu saja suatu tempat bertuliskan gua crystal.Ome, Ocha, Atha dan Naga secara bergantian juga ikut melihat peta lusuh nan tua tersebut. Untuk menyingkat waktu, Fafa sedikit memberi penjelasan pada mereka berempat tentang apa yang bisa Ia tangkap dari peta tua tersebut, tetapi Ocha nampak terlihat tidak antusias dibanding teman-temannya yang lain.“Bagaimana menurut kalian?” tanya Fafa kepada yang lain.Usai mendengarkan sedikit penjelasan tentang rute yang akan dilewati, mereka memutus