Hingga malam itu, Fafa sama sekali belum membicarakan hal ini pada Ayahnya, hingga Ayah Fafa pun bertanya-tanya ketika Fafa meminta dibelikan koper lagi.
“Sebenarnya, mau kemana kamu, Fa?” Ayah Fafa terlihat penasaran
“Ngga kemana-mana Yah..”
“Lah ituu...” Ayah Fafa menunjuk ke arah dua koper dibelakang Fafa.
“Bukan apa-apa Yah, udah deh...”
“Apanya yang bukan apa-apa Fa? jangan bikin Ayah marah karena kamu ngga bilang mau kemana!”
Fafa mengangkat kopernya ke dekat pintu kamar tidurnya, Ia terlihat sedang berpikir keras, sangat keras, “Em......Fafa mau camping Yah, acara OSIS sama Pepala.”
“Oh...” Ayah Fafa mengernyitkan dahinya, lalu keluar dari kamar Fafa.
Kebohongan paling sukses yang pertama kali dilakukan Fafa pada Ayahnya.
Ada sedikit keraguan dalam diri Fafa untuk berbohong, tetapi jika Ia mengatakan yang sebenarnya, Ia tak akan mungkin mendapatkan ijin dari Ayahnya. Itu artinya Ia akan jauh lebih sulit berurusan dengan makhluk bernama Silvianita.
❖ ❖ ❖
Ibunda Ome terlihat stress berat begitu mendengar Ome meminja ijin pergi ‘camping’ selama satu minggu.
“Kamu serius mau ikut acara camping itu, Dev?”
Ome hanya mengangguk pelan, sambil terus mengemasi barang yang akan dibawa.
“Yakin nggak ada yang kurang kan, Dev?”
Ome mengacak-acak rambutnya, "Kayanya nggak ada Bu, ini aja udah banyak kok, Bu”
Setelah meletakkan koper itu di sudut kamar, Ibu Ome keluar dari kamar dengan langkah yang berat, yang jelas berat untuk melepas Ome pergi esok harinya. Memang terlihat agak berlebihan, tetapi hal itu wajar saja karena Ome merupakan anak satu-satunya yang dimiliki.
Sedihnya, Ayah Ome sudah meninggal dunia saat Ome masih kecil. Terlihat tidak mudah ketika menjadi seorang single parents.
“Selamat tidur ya, sayang.”
“He-em”
Ome segera tancap gas menuju alam mimpinya.
❖ ❖ ❖Bagaimana dengan Ocha?
Ia segera meminta para pembantunya untuk menyiapkan pakaian, lotion, peralatan make up, beberapa pasang sepatu, bekal dan seabrek kebutuhan Ocha yang lainnya.
Hasilnya? terlihat lima koper berjejer rapi di dalam kamar Ocha yang sangat luas itu.
Kemudian, Ocha kembali mengecek barang-barang bawaanya, setelah beberapa kali di cek oleh para pembantunya. Kali ini, Ia tak percaya sepenuhnya pada para pembantunya.
Satu hal, pengecekan itu tidak hanya terbatas pada pengecekan list catatannya saja, tetapi juga menyuruh para pembantunya kembali membongkar pasang kelima koper untuk mengecek barang-barang yang disebutkan Ocha. Hal itu terus berlangsung hingga pukul 23.36.
“Oke Bi.. semua sudah siap, tolong bawakan ke lantai bawah dekat ruang tamu ya? biar besok ngambilnya ngga terlalu lama, Ocha mau tidur sekarang!”
Tanpa mendengar tanggapan para pembantunya, Ocha segera melempar tubuhnya ke tempat tidur, lalu terlelap tidur hanya dalam hitungan beberapa menit.
❖ ❖ ❖
Jika berbicara tentang Atha, lain lagi urusannya, hanya dialah yang berkata tentang hukuman ini yang sebenarnya pada Ibunya. Atha memang sudah terbiasa jujur dan terbuka pada Ibunya tentang segala hal, meskipun perlu diakui kejujuran Atha kali ini cukup membuat bingung Ibunya.
Namun, kekawatiran itu mampu ditepis Atha dengan baik, Ia memang sangat pandai menenangkan orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Atha sudah siap dengan sebuah koper kecil, diantara teman-temannya yang lain, hanya Ia yang membawa barang dan perlengkapan paling sedikit.
“Ibu jangan bilang Ayah Fafa tentang hal yang sebenarnya, bilang saja Atha dan Fafa ada acara camping sekolah.” Atha mengelus-elus punggung Ibunya.
“Baik nak.. tapi kok ya Ibu agak aneh dengan hukumanmu itu.”
“Guru Atha yang satu itu memang sedikit aneh Bu.”
Atha tersenyum simpul sambil menyelimuti tubuh Sang Ibu lalu berbaring di sebelahnya.
❖ ❖ ❖
Dasar Naga!
Entah dengan alasan apa Ia sangat bangga dan bahagia dengan hukuman ini, Ia bahkan menceritakan dengan antusias pada kakaknya pada sore hari. Seperti yang dikatakan Ome kepada Ibunya, Naga menjelaskan kepada Kak Arshan bahwa Ia akan pergi camping ke suatu tempat yang sangat menakjubkan.
Satu hal, selain ketua Tim Basket sekolah, Naga juga terdaftar sebagai anggota Pelajar Pecinta Alam yang gemar panjat gunung dan camping di tempat-tempat menarik lainnya. Kali ini Naga begitu yakin bahwa tempat yang akan Ia kunjungi adalah tempat yang paling hebat yang pernah ada.
Naga sudah tertidur sejak Kak Arshan keluar untuk makan malam bersama pacar barunya, sekitar pukul 20.00 tadi. Ini kakak beradik memang kompakan terlahir menjadi seekor playboy.
Kak Arshan berjalan menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Naga sambil bersiul-siul kecil, nampaknya makan malamnya kali ini cukup membuat hatinya berbunga-bunga.
Tiba-tiba Kak Arshan terhenti begitu mendengar dengkuran keras dari kamar Naga, lalu dengan sengaja membuka pintu kamar Naga yang kebetulan tidak dikunci.
“Marzaaaa....Marzaaa...” Naga mengigau menyebut-nyebut nama yang tak asing di telinga Kak Arshan.
“Hehhh, Dudul! Udah prepare buat camping gilamu besok?” Kak Arshan membangunkan Naga, 'dudul' adalah panggilan sayang yang tidak mengenakkan dari Kak Arshan untuk Naga.
“Udah Kak... Emang apaan lagi sih yang mau gue bawa, satu koper gede emang ngga cukup, Kak?” jawab Naga asal-asalan masih dengan mata terpejam.
“Terserah deh, yang penting gue udah ngingetin, perkara besok elo mau pontang-panting prepare ulang, gue nggak ikutan!”
Kak Arshan keluar dari kamar Naga dengan membiarkan pintu kamar Naga tetap terbuka.
Naga mendengus, “Cerewet!” lalu kembali memeluk gulingnya yang bau apek.
❖ ❖ ❖
Pukul 23.58
1 message received
Bagaimana persiapannya? Maaf membuat kalian sedikit repot dengan urusan ini.
Saya tunggu besok tepat pukul 07.00 di depan gerbang SMA Bakti Jaya. Be on Time!
Selamat bermimpi indah, sebelum bermimpi buruk besok hari.
Satu pesan tengah malam itu muncul lagi di ponsel mereka berlima. Tentu saja pesan itu dari Silvianita. Namun, sayang sekali tak ada satupun yang membacanya sesaat setelah pesan itu diterima, karena mereka tengah tertidur lelap saat itu.
Satu hal, tak ada satu pun dari mereka yang sudah menyimpan nomor tersebut di phonebook, padahal nomor itu sudah beberapa kali mondar-mandir di ponsel mereka.
Setelah Fafa, Naga, Ome, Atha dan Ocha selesai makan, Doffies wanita segera membereskan meja makan. Gerakan mereka sangat cepat dan lincah meskipun ukuran tubuh mereka kecil sehingga dalam hitungan beberapa menit, meja makan sudah rapi dan bersih seperti sedia kala.“Kenyaaaaanggg..” Naga berteriak senang“Setelah ini kita kemana Doff?” Atha membersihkan sisa saus di bajunya menggunakan tisu.“Doff antar kalian ke Crystalville, mari!” Doff melangkah mendahului mereka, kemudian berjalan keluar dari bangunan tempat tinggal para Doffies itu untuk segera menuju Crystalville.“Apa lagi ini?” Fafa terkejut melihat sesuatu di depan matanya.Lazulite. Para Doffies menggunakan kendaraan itu untuk mengantarkan surat, pergi ke ladang, serta pergi ke Kementerian Bahan Pangan Crystalville. Kendaraan ini diberikan secara cuma-cuma bagi setiap Doff untuk menjalankan pekerjaannya. Lazulite yang terlihat unik itu memiliki panjang sepuluh meter dan lebar hampir tiga meter, warnanya hijau pucat dan te
Entah berapa lama Doff menghilang untuk membujuk teman-temannya, hingga Fafa dan yang lainnya duduk kelelahan setelah puas berkeliling ruangan yang sangat besar ini. Kini, mereka duduk bersandar pada meja besar seperti bagian resepsionis di hotel-hotel mewah. Terdapat lambang huruf DF ditengah meja besar itu, huruf itu dikelilingi untaian daun-daun kecil berwarna hijau. Mungkin itu lambang milik sekumpulan Doff disini.Tiba-tiba terdengar suara berisik dari dalam ruangan, Doff muncul dari balik pintu besar itu, kemudian diikuti dua sosok yang sangat mirip dengan Doff. Muncul 3, 4, 5, 6, 10, 14 dan banyaaaaak makhluk yang sama persis dengan Doff yang kini berjalan beriringan menuju tempat mereka berlima duduk melepas lelah.Melihat serombongan besar berjumlah lebih dari tiga ratusan itu memenuhi ruangan aula besar, kelimanya segera berdiri menyambut dengan senyum mengembang di wajah masing-masing. Ocha sempat bergidik merinding melihat serombongan makhluk ya
Makhluk kecil itu bernama Doff, memiliki tinggi tak lebih dari satu meter. Kulitnya berwarna putih, telinganya panjang seperti telinga kelinci, tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut halus, bersih dan putih, seperti bulu hamster. Hidung kecil menonjol di wajahnya yang berbentuk bulat. Matanya bulat penuh dan terlihat lucu karena bulu mata yang lentik, bola matanya berwarna kemerahan.Pintu gerbang itu menutup dengan sendirinya, begitu mereka berjalan semakin menjauh mengikuti langkah kecil Doff yang lumayan cepat. Doff seperti boneka!Jika sekilas dilihat, tentu saja dapat disimpulkan bahwa Doff seekor hewan. Tetapi yang membuat ragu, Doff memakai pakaian berwarna abu-abu gelap dengan penutup bagian luarnya seperti bentuk rompi abu-abu cerah serta celana tanggung dengan warna yang sama seperti bajunya. Ditambah satu hal yang mencengangkan, Doff dapat berbicara, walaupun suaranya terdengar lucu. Jadi kesimpulan sementara adalah seperti ini, bahwa Doff bukanlah hewan biasa, te
Esok paginya, Fafa, Ome, Naga dan Atha masih tertidur pulas, sedangkan Ocha sudah siuman sejak lima belas menit yang lalu. Ocha masih merasakan tubuhnya sedikit pegal, tetapi Ia tak berani membangunkan keempat temannya itu, karena mereka terlihat kelelahan.Tiba-tiba Ome terbangun dengan sendirinya begitu merasakan tangan Ocha yang berusaha lepas dari genggaman tangan Ome.“Ocha?” sapa Ome dengan wajah berseri-seri.Ocha terlihat sedikit terkejut.“Kamu udah nggak papa kan? Kamu lapar? Kamu haus? Atau kamu mau sesuatu?” Ome tidak bisa menyembunyikan rasa senang.Ome senang tidak hanya lantaran Ocha siuman, tetapi juga dikarenakan ramuan yang dulu sempat dicancel olehnya untuk mengikuti lomba karya ilmiah menjadi terbukti saat ini.“Gue mau beef burger sama spageti!”Ome ternganga begitu mendengar jawaban dari Ocha yang terdengar sangat serius.Gue becandaaa hahaha..” Ocha tertawa lepas.❖ ❖
Ocha dibaringkan di sebuah gubuk reot, sampai saat ini Ia masih belum siuman. Fafa membuka sepatu dan kaos kaki Ocha, kemudian memijit-mijit kecil jempol kaki Ocha. Sementara Atha menumpuk dua tas miliknya dan Fafa untuk dijadikan alas untuk kepala Ocha. Naga melihat ke atas langit, cuaca pada saat itu berawan, lama-kelamaan awan itu makin banyak berkumpul sehingga membuat langit tampak gelap.Naga menghampiri Atha dan Fafa, “Sepertinya mau hujan.”“Dan dengan sangat terpaksa kita harus menunda perjalanan menuju gua Crystal” Fafa menunjuk ke arah barat daya, tempat dimana gua Crystal berada.Atha merespon dengan sedikit gemetar, “Itu artinya kita tidak mengikuti instruksi Bu Silvianita?”“Nggak apa-apa. Mana mungkin kita meninggalkan Ocha sendirian, Ocha jauh lebih penting dari gua kristal itu, kan?” Fafa mencoba menenangkan.“Betul!” seru Naga, kemudian memegangi
Fafa mengamati peta tua lusuh berwarna coklat itu dengan seksama, Ia mengamati tiap detil gambar, tulisan, serta kode yang tertera di dalamnya. Bagian awal dari peta itu adalah tempat dimana mereka duduk saat itu. Hal itu diperkuat dengan deretan pohon yang membentuk bujur sangkar disekeliling mereka serta sebuah tugu yang bertuliskan tulisan kuno yang sama persis seperti yang tertera pada peta. Finish line dari peta lusuh itu tentu saja suatu tempat bertuliskan gua crystal.Ome, Ocha, Atha dan Naga secara bergantian juga ikut melihat peta lusuh nan tua tersebut. Untuk menyingkat waktu, Fafa sedikit memberi penjelasan pada mereka berempat tentang apa yang bisa Ia tangkap dari peta tua tersebut, tetapi Ocha nampak terlihat tidak antusias dibanding teman-temannya yang lain.“Bagaimana menurut kalian?” tanya Fafa kepada yang lain.Usai mendengarkan sedikit penjelasan tentang rute yang akan dilewati, mereka memutus