Share

Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville
Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville
Penulis: Marcasite Vesuvian

Bab 1 - Pahlawan Kesiangan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-18 07:58:18

Pukul 07.00, di sebuah kamar berukuran sedang dengan nuansa club sepakbola dengan segala aksesoris disertai tatanan kamar yang didominasi warna-warna yang tak jauh-jauh dari logo club bola terkenal itu.

Kringgg!!!kringggg!!kringgg!!

Cewek berambut pendek berantakan itu menyeruak dari balik selimut tebalnya yang masih senada dengan nuansa kamarnya, “Hoaaaammmm... brisik banget nih beker!”.

Seketika, tangannya menuju meja kayu kecil di samping tempat tidur, dimana jam beker itu berdering dengan kencangnya. Sempat terlihat hampir melempar beker itu, tetapi kemudian matanya melotot begitu melihat paduan jarum pendek dan jarum panjang pada jam beker.

“Oh my god, gue kesiangan! Kenapa orang rumah nggak ada yang ngebangunin? Parah!”

Ia pun bangkit dari tempat tidur yang berantakan itu sambil melempar selimut tebalnya yang kusut lalu segera meluncur menuju kamar mandi pribadi yang terdapat di dalam kamarnya. Tetapi kemudian...

“Handuk! Handuk!” sambil menepuk dahi berkali-kali dengan pelan disertai wajah panik.

“Fa, Ayah berangkat duluan ya!” sebuah teriakan dari lantai bawah rumah bertingkat dua itu

“Yaaah.. ngangkot lagi deh..” keluh Fafa begitu keluar dari kamar mandi.

Ia hanya butuh waktu kurang dari lima menit untuk mandi, tiga menit untuk memakai seragam SMAnya dan satu menit untuk merapikan rambut pendeknya yang tak pernah berganti model sejak empat tahun yang lalu itu. Orang ini memang sedikit kolot untuk persoalan mengganti gaya rambut!

“It’s my style!” sambil merapikan poni yang sedikit berantakan.

Dia adalah Fafa yang tomboy, cuek, simple dan punya jiwa leadership yang tinggi, dengan fakta satu jabatan yang kini tengah dipegangnya, ketua OSIS SMA Bakti Jaya.

❖ ❖ ❖

Di sebuah kamar serba biru dengan tujuh rak kayu berisi buku-buku di dalamnya. Ditambah dengan tumpukan buku-buku di tiap sudut kamar yang tersusun rapi, lalu terlihat pula beberapa buku yang bergeletakan di atas tempat tidurnya yang sedikit kurang rapi.

“Dev sayang... bangun nak..” suara itu lembut dan keibuan.

“Hmmmpph..” Cowok itu hanya berbalik dari arah berbaringnya semula.

“Aduh sayang, ini sudah jam tujuh pagi.” Wanita itu mengusap lembut kepala cowok itu, yang entah disadari atau tidak, masih menggunakan kacamata tebalnya dalam kondisi tidur.

Cowok itu menjawab dalam kondisi setengah bangun, “Ahh... masih jam tujuh ini, Buu”.

Ibu paruh baya itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil merapikan buku-buku tebal yang berserakan di sebelah putranya yang tengah dalam keadaan setengah sadar, antara tidur dan tidak. Kemudian dalam beberapa detik terdengar teriakan yang tidak biasa terjadi dari kamar tersebut.

“JAM TUJUH??? Ya ampuuuunn!!!”

Cowok itu segera meloncat dari tempat tidur, tanpa menghiraukan sang Ibu yang dengan pengertiannya membereskan buku-buku ‘sampah’ itu agar tidak berserakan di atas tempat tidur putra kesayangannya.

Profesi Ibu yang lembut dan penyabar itu adalah seorang guru taman kanak-kanak, jadi tak perlu dipersoalkan jika Ia memiliki cara yang ‘khas’ menghadapi anak-anak TK dalam hal apapun, bahkan untuk satu hal riskan seperti membangunkan anak tunggalnya yang jenius dan selalu juara olimpiade itu.

Dia adalah Ome, dengan segala macam kelebihan dan kekurangannya. Ia genius, respek, kutu buku, dan satu lagi, pemilik wajah innocent yang punya banyak fans.

❖ ❖ ❖

Di sebuah kamar dominan pink, dari warna pink yang soft hingga pink yang agak mencolok dengan nuansa glamour mendekati alay. Untuk ukuran luas, mungkin terlalu berlebihan dari ukuran standard kamar seorang manusia pada umumnya.

Terdapat beberapa lemari pakaian super besar yang berisi bermacam-macam stuff mulai dari sepatu, baju, kemeja, dress, kaos, aksesoris, jepit rambut hingga kaus kaki pun tertata dengan rapi dan terorganisir di setiap bagian lemari yang hampir diletakkan mengelilingi kamar itu.

Ibarat kata, kamar itu bertembokkan lemari. Satu hal, Jika masuk ke dalam kamar ini, mungkin seseorang akan mengira ini adalah kamar ganti seorang artis terkenal yang memiliki jam terbang tinggi.

Beralih dari semua kegilaan kamar itu, sekarang saatnya menuju rutinitas yang hampir setiap pagi terjadi, uniknya, selalu dengan kondisi dan kericuhan yang sama.

“Biii.. mana catokan rambut Ocha??” berteriak dengan suara yang hampir membuat siapapun akan menutup telinganya rapat-rapat.

“Ini non...”, sambil tergopoh-gopoh menghampiri nona manisnya yang sedang berdiri di depan cermin rias berukuran besar dengan sentuhan warna gold yang membuatnya terlihat mewah.

“Sepatu Ocha bii..” Ia menyuruh seseorang yang lain lagi.

Kali ini seorang datang membawa sebuah kotak berisi sepatu.

“Aduh.. bukan yang ini, payah nih si Bibi, bisa telat nih Ocha! Sebel!.”Cewek cantik berperawakan tinggi itu memanyunkan bibirnya.

“Yang ini non...?” untunglah si Bibi yang lainnya lagi cepat sekali tanggap memenuhi permintaan –yang sebenarnya lebih pantas disebut perintah- nona cantiknya.

“Nah... pinter nih si Bibi.” terlihat puas seraya mancubit pipi si bibi.

Dia adalah Ocha yang super cantik, juara 1 modelling, selalu ingin tampil perfect, genit, dan ketua cheer leader di sekolahnya.

❖ ❖ ❖

Di kamar bernuansa basket, dengan aksesoris dan properti serba basket pula di dalamnya. Dari tatanan kamarnya yang seperti ini, pastilah semua orang akan menyimpulkan si pemiliknya adalah orang yang sangat menyukai permainan bola voli (ngelawak),ehm.. basket maksudnya.

“Kak, buruan kenapa? Gue bisa telat ke sekolah nih..” suara dari kamar mandi didepan kamar ‘basket’ itu.

Pemandangan yang tidak enak dipandang, antrian mandi di pagi hari

“Kamar mandi elo kenapa?” suara Kak Arshan dari dalam kamar mandi diiringi suara shower yang membuatnya tidak terlalu jelas mendengar.

“Macet krannya, ah.. Bawel nih Kakak! Buruuuuu!” ucapnya dengan kesal.

“Em.. oke, Sepuluh menit lagi.” Kak Arshan seperti sengaja meledek adiknya, kemudian tertawa.

“Ahhh.. bisa telat setengah jam gue...” Naga mendengus kesal.

Tanpa pikir panjang, seseorang itu berinisiatif mencari kamar mandi lain yang tidak dipakai di rumahnya yang gedongan itu.

“Aha! kamar mandi Pak Dodo!”

Pak Dodo adalah tukang kebun di rumahnya. Ia segera melesat menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur di lantai satu itu.

Dia adalah Naga. Kapten tim Basket SMA Bakti Jaya yang keren, cuek, dan punya banyak fans yang tergila-gila dengan aksinya dengan si bola orange bundar itu.

❖ ❖ ❖

Di kamar sederhana, di sebuah rumah yang sederhana, dengan dekorasi dan tatanan yang sederhana pula. Meskipun semuanya serba sederhana, tetapi kesederhanaan itu tidak mengurangi nilai keindahan yang ada di rumah kecil itu.

Apalagi ketika melihat di depan rumah itu, ada sebuah taman kecil yang ditanami bunga dan tanaman yang indah dan terawat.

“Dagangan Ibu udah Atha taruh di meja depan, maaf nggak bisa nganterin Ibu, Atha telat ke sekolah.”

Seorang Ibu paruh baya berlari kecil dari dapur untuk menghampiri putrinya yang berpenampilan sederhana itu.

“Iya, nggak papa nak, terimakasih ya nak, uhuk.uhuk.uhuk.” wanita berumur sekitar 40 tahun itu sedikit menahan saat Ia batuk.

“Ya Ampun, Ibu batuk lagi? Udah di minum kan obatnya? Nanti Atha beli lagi di apotek. Atha berangkat dulu ya, Bu?” cewek sederhana itu mencium tangan ibunya dengan penuh kasih.

“Iya nak”, wanita itu masih memegang dadanya yang agak sesak sambil mengikuti anaknya hingga teras di depan rumah.

Dia adalah Atha. Ketua teater disekolahnya. Atha yang sederhana, punya jiwa sosial yang tinggi, peraih beasiswa penuh dan Sutradara tim Teater SMA Bakti Jaya.

❖ ❖ ❖

Sekitar lima belas menit kemudian, secara tidak sengaja kelimanya sampai di ruang BK bersamaan. Berasal dari sumber yang terpercaya, ruangan BK adalah ruangan yang menjadi momok menakutkan bagi siswa-siswi SMA Bakti Jaya karena penghuninya adalah seorang yang killer dan tak punya hati.

Dia adalah Silvianita. Guru BK yang memiliki tinggi 153cm (emm?), berat badan 68 kilogram (nampaknya kurang ideal) dan memiliki tatapan mata yang tajam hingga menusuk bagi siapapun yang berurusan dengan orang yang satu itu.

“Ehm.ehm.”

Suara itu terdengar menggelegar diiringi bunyi sepatu berhak tinggi 10 cm yang selalu dikenakan, tentu saja untuk menyamarkan tinggi badannya yang kurang memadai itu.

“Pagi Bu..” wajah mereka sangat gugup, terlebih Atha yang tangannya gemetar.

“Pagi!” dengan wajah ketus tanpa ekspresi sedikitpun.

“Maaf Bu, Saya...” Fafa memberanikan diri membuka suara, setelah sebelumnya melirik ke kanan dan kirinya.

“Terlambat!!! Tidak ada yang bisa dimaafkan dari mereka yang datang terlambat, dengan alasan apapun! Apalagi alasan klasik seperti bangun kesiangan, ban motor kempes, menolong nenek-nenek menyebrang jalan, ketinggalan angkot, tidak dapat bis dan alasan lain yang tidak bisa Saya terima.” Silvianita berbicara dengan cepat dan keras.

Silvianita duduk begitu saja di atas kursi ‘singgasana’nya sambil mengamati satu per satu wajah kelima murid yang duduk di depannya itu, sepertinya cukup familiar. Kemudian, Ia menurunkan posisi kacamata dengan frame merah marun miliknya itu.

“Bukankah Anda Refa Natasha, ketua OSIS?”

Fafa menganggukan kepalanya tanpa ragu.

"Anda... Dev Romero? Juara olimpiade dan ketua KIR?”

Ome tersenyum malu sambil membenarkan posisi kacamatanya.

“Kemudian, Anda Rossa Mochana? Ketua cheers dan juara 1 modelling?”

Ocha tersenyum bangga sambil memainkan ujung rambutnya yang terlihat sangat terawat dan indah.

“Aditya Naga? Ketua tim basket?”

Naga mengangguk pasti tanpa rasa bersalah tetap dengan gaya cueknya.

"Daaann.... Anda Zathana Airin, ketua teater?”

Atha menggangguk sopan dengan wajahnya yang sedikit memerah.

Silvianita menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu bangkit dari kursi dengan lambang SMA Bakti Jaya ditengah sandarannya.

“Seperti kalian tahu, kedisiplinan adalah salah satu keunggulan kita dari sekolah-sekolah lain. Karena dengan disiplin kita pasti akan menjadi seorang yang bertanggung jawab. Tidak seharusnya kalian terlambat seperti sekarang ini, kalian seharusnya menjadi teladan bagi murid-murid yang lain, ini benar-benar memalukan. Masih pantas kalian menduduki jabatan-jabatan itu?”

Kelimanya terdiam. Fafa, Ome dan Atha menundukkan kepala, sepertinya mereka menyesali masalah keterlambatan ini. Sedangkan Naga, Ia sedikit santai dengan sindiran Silvianita. Bagaimana dengan Ocha? Gila! Diam-diam Ia memasang airpods, sehingga Ia tidak mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut pedas wanita yang pernah mendapat gelar guru BK SMA terbaik tujuh tahun berturut-turut tersebut.

“Mengapa kalian diam? Silvianita membentak dengan keras.

Lagi-lagi, mereka tak berani membuka suara.

“Baiklah, Saya akan memikirkan hukuman apa yang pantas kalian terima karena keterlambatan ini. Saya pikir, akan lebih baik jika Saya memberikan hukuman spesial karena kalian adalah orang-orang spesial pula di sekolah ini. Bagaimana? Deal?”

“Boleh Saya tau hukumannya akan seperti apa, Bu?”

“Rahasia!” ucap Silvianita melirik tajam.

Fafa mendengus kesal.

“Cukup, kalian boleh kembali ke kelas. Tak perlu memikirkan hal yang tidak-tidak, tak perlu repot untuk meminta tandatangan semua penghuni SMA ini, ataupun membersihkan seluruh ruangan di SMA ini, seperti hukuman-hukuman yang pernah teman-teman kalian dapatkan dari Saya.”

Tiba-tiba Silvianita berdiri.

“Siapkan fisik dan mental kalian saja untuk... lusa.”, lalu beranjak keluar ruang BK dengan senyuman aneh yang tak bisa diidentifikasi.

Kelimanya hanya bisa saling berpandangan hingga Silvianita benar-benar menghilang dari balik pintu, ada banyak tanda tanya besar berlipat-lipat diatas kepala mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 36 - Transformasi yang Sukses

    Mereka kembali ke Epidote dengan menggunakan Public Lazulite seperti saat mereka barangkat menuju Andalusite. Tetapi Public Lazulite kali ini sepi, tidak sepadat saat berangkat sore itu, rupanya orang-orang tua yang selalu menjadi langganan angkutan itu tak menyukai menggunakan Public Lazulite di malam hari. Mereka – para orang lanjut usia- itu mungkin saat itu sebagian besar sedang duduk di atas kursi malasnya, menonton televisi bersama cucu-cucu mereka atau bahkan sedang enak-enaknya beristirahat diatas kasur kamar tidur mereka yang empuk.Mereka bertujuh duduk di dua deretan kursi depan bagian Public Lazulite, Zinc terlihat mengantuk, Ia berkali-kali menguap.“Marca, Kau tahu sesuatu tentang figgy dan vivet de chloro?” tanya Fafa.Marca yang kala itu sibuk memakan snack kentangnya, menggeleng pelan, menandakan Ia tak mengerti apa yang Fafa tanyakan.Atha menambahkan, “Kami me

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 35 - Meracik Ramuan Bersama Beryl

    “Baiklah, sudah siap. Ada dua jenis ramuan yang akan kita buat untuk kali ini, masing-masing ramuan itu dibuat dalam lima botol. Ingat! Jangan sampai tercampur dengan bahan-bahan lainnya. Di meja yang sebelah sana, Aku, Naga dan Atha akan bekerja, dan di meja yang satunya Fafa, Ome dan Ocha mohon untuk bekerja sama dengan baik. Pembagian ini Aku lakukan untuk mengefisienkan waktu.” Nada bicara dan raut wajah Beryl berubah seketika, Ia tak lagi menampakkan wajah marahnya pada mereka berlima, justru tersenyum ramah kepada kelimanya.Enam orang itu dibagi menjadi dua tim kerja yang masing-masing melakukan project yang berbeda. Tim pertama terdiri dari Beryl, Atha dan Naga, mereka bertiga mengerjakan PHYSICAL Properties Formula, lalu team lainnya yang beranggotakan Ome, Fafa dan Ocha mengerjakan Capability of Properties Formula.Beryl memberitahu kepada mereka untuk selalu mengecek ke

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 34 - Laboratorium Unik Milik Beryl

    Beryl menyebut ruangan itu sebagai laboratorium pribadinya, laboratorium kebangganan lebih tepatnya. Namun kali ini Naga tak sepaham dengan Beryl, Naga lebih setuju ruangan itu disebut ruangan diskotik yang dipenuhi lampu yang berwarna-warni. Bola lampu yang dipasang berukuran sedang, tetapi efeknya sangat luar biasa, membuat seluruh ruangan itu dipenuhi kombinasi warna yang menurut Beryl sangat bagus, tetapi tidak di mata yang lainnya, terutama Naga.Beryl mengatakan, Ia selalu melakukan eksperimen formula dan ramuannya di dalam ruangan ini. Ia juga mengatakan bahwa mereka berlimalah satu-satunya orang-orang yang pertama kali diijinkan masuk ke ruangan itu dengan ‘sedikit terpaksa’ karena kondisi darurat. Sebelumnya, tak ada satu pun orang yang Beryl ijinkan masuk, walaupun itu Ibunya sendiri, Chrysoberyl. Beryl menyebut itu sebagai haknya, karena Ia memiliki privasi yang tidak boleh orang lain ketahui, terlebih jika hal itu berhubungan dengan pertaruhan karirnya di Kementer

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 33 - Chord

    Mereka berlima sudah kembali berada di dalam ruangan kerja Beryl saat itu, rupanya Atha masih belum iklas meninggalkan museum itu dengan sejuta tanda tanya besar yang berputar-putar di atas kepalanya. Begitupun dengan yang lainnya, hingga saat Beryl menyuruh mereka berlima duduk pun, tak ada satu pun yang menuruti instruksi Beryl karena masih memikirkan apa yang mereka temukan dalam museum keluarga Beryl itu.“Duduklah...” ucap BerylBegitu mereka berlima sudah duduk di atas kelima kursi yang di sediakan oleh Beryl, Zinc dan Marca berjalan keluar dari ruangan Beryl, lalu menutup pintu ruangan Beryl dari luar.“Baiklah, kalian sudah siap?” tanya Beryl.“Untuk apa?” Mereka berlima balik bertanya pada Beryl yang sedang membereskan beberapa lembar kertas di atas mejanya.“Ah... Aku lupa! Kalian masih belum tahu rupanya? Em... mungkin nanti saja Aku jelaskan.” jelas Beryl sambil memasukkan kertas-kertas ke dalam laci mejanya.“Lepaskan dulu jubah kalian.” ujar Beryl lalu berjalan menuju rua

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 32 - Museum Keluarga Beryl

    Museum kecil. Sungguh dua kata itu tak sesuai dengan apa yang terlihat oleh mata, bahkan Marca pun meralat perkataan yang baru saja Ia lontarkan, Ia terpesona oleh museum itu sama seperti kelima manusia dunia atas lainnya, terlihat jelas sekali Marca pun baru pertama kali mengunjungi museum itu.Museum itu sama sekali tidak kecil, memang hanya sebuah ruangan, tetapi ruangan yang sangat luas dengan hamparan karpet biru gelap yang sangat luas, disertai dengan ornamen-ornamen kristal berwarna biru dan interior yang didominasi warna biru pula.Bagian depan museum itu tergantung foto-foto dalam frame besar berwarna perak, foto-foto itu merupakan foto keluarga Beryl yang secara turun-temurun menjadi Tabib kerajaan. Satu hal lagi yang baru mereka berlima ketahui adalah selain secara turun-temurun berprofesi mejadi Tabib kerajaan, keluarga Beryl ternyata juga sekaligus menjadi menteri di Kementerian Medical Of Crystalville.Tentu saja merupakan suatu tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah,

  • Crystalville : Hukuman, Doff dan Pintu Gerbang Crystalville   Bab 31 - Beryl dan Chrysoberyl

    Mereka berlima hanya berjalan di belakang tanpa bersuara sedikitpun, sesekali terdengar suara batuk nenek tua itu dan suara snack kentang yang dikunyah Marca tanpa ampun.“Silahkan masuk!” ujar petugas itu setelah membuka pintu besar.Mereka berdelapan pun masuk ke dalam ruangan itu, nampak seorang laki-laki berkacamata bulat seperti kacamata Kakek Marca, berumur sekitar enam puluh tahun tengah duduk di kursinya sambil mencatat sesuatu. Petugas itu kembali menutup pintu dari luar dan pergi meninggalkan ruangan Beryl dengan segera.“Selamat sore Beryl, lama sekali tak berjumpa denganmu.” sapa Zinc sambil menjabat tangan Beryl.“Zinc Vesuvian, senang berjumpa denganmu lagi, silahkan duduk.” Beryl melepas kacamata bundarnya lalu berdiri menyambut Zinc dengan rombongannya. Tubuh Beryl pendek dan agak membungkuk, Ia memakai topi berbentuk kerucut berwarna biru dan kostum serba biru pula.Beryl mengamati satu per satu dari rombongan yang Zinc bawa, pandangannya tertuju pada seseorang yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status