Share

Pintu Terakhir

Author: Kelaras ijo
last update Last Updated: 2025-06-16 08:00:35

Arga terbangun dengan napas memburu. Keringat membasahi pelipis dan lehernya. Tangannya gemetar menggenggam kalung Rino, yang kini menyala redup—seperti ada energi asing yang mengalir dari dalamnya.

Ia menoleh pelan ke jendela.

Dua ekor burung gagak masih bertengger di batang pohon pisang. Keduanya tidak bergerak, hanya menatap lurus ke arah Arga. Matanya merah menyala dalam gelap malam. Angin dingin masuk dari sela jendela yang sedikit terbuka, membawa suara sayup… seperti bisikan.

> “Pintu akan terbuka lagi…”

Arga menelan ludah. Ia berdiri pelan, menghampiri jendela. Tapi begitu ia membuka daun jendela lebih lebar, burung gagak itu mengepakkan sayap dan terbang menjauh… meninggalkan bulu hitam yang jatuh ke tanah.

Arga mengambil bulu itu dan menggenggamnya. Tiba-tiba, dari dalam kalung Rino, cahaya menyemburat pelan membentuk simbol aneh—seperti dua daun pohon saling bersilang, dikelilingi lingkaran kecil.

> “Jagain pintunya…”

Kata-kata itu kembali terngiang di kepala Arga, makin je
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Warisan yang Terlupakan

    Langit sudah kelam saat makhluk bertanduk itu berdiri tegak di hadapan Arga. Kabut menggantung di sekitar kaki mereka, dan udara terasa lebih berat dari biasanya. Arga mencoba bicara, tapi suara tercekat di tenggorokannya. Makhluk itu melangkah lebih dekat, lalu berhenti hanya beberapa langkah darinya. > “Curug Kembar bukan milik dunia manusia. Tempat itu... adalah gerbang.” Arga menelan ludah. "Gerbang ke... mana?" > “Ke dunia yang pernah dilupakan. Dunia yang terbelah saat keserakahan dan ketakutan manusia memuncaknya.” Makhluk itu mengangkat tangannya. Kabut di sekeliling perlahan membuka, memperlihatkan bayangan samar: dua dunia yang hidup berdampingan tapi tak pernah bersentuhan. Yang satu terang dan damai, yang satunya gelap dan penuh jeritan. > “Kalian membukanya. Dan kini, keseimbangan hancur.” Arga menggeleng. “Kami... nggak tahu. Kami cuma—” > “Rino menutupnya dengan jiwanya. Tapi itu tak akan cukup lama.” Kalung di leher Arga kembali berdenyut. Kali ini lebih cepa

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Tanpa Nama, Tanpa Cerita

    Pagi itu, desa masih seperti biasa. Matahari bersinar, ayam berkokok, dan warga lalu-lalang membawa hasil kebun. Tapi bagi Arga, semuanya terasa asing. Terlalu damai, setelah malam penuh teror.Setelah sarapan, Arga duduk di serambi rumah nenek. Kalung Rino ia simpan dalam saku, hangat seperti baru dijemur. Ia termenung, memikirkan suara yang ia dengar semalam… dan sosok gelap yang mencoba masuk lewat pintu rumah."Curug Kembar…" gumamnya.Tak ada jawaban. Hanya suara angin menyapu daun.Di siang hari, Arga berkeliling desa. Ia mendatangi tetua-tetua, mencoba mencari tahu asal mula Curug Kembar. Tapi jawaban mereka selalu sama:> “Itu tempat lama. Sejak dulu memang gak pernah ada yang berani ke sana.”> “Curug itu… aneh. Gak masuk peta. Dulu pernah dicoba buat ditandai sama petugas, tapi hilang entah kemana.”> “Gak ada yang tahu, Le. Cuma mitos. Tapi mitos juga kadang benar.”Satu-satunya petunjuk datang dari seorang kakek tua yang tinggal di ujung desa, yang semua orang panggil Mbah

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Malam-malam Sepi yang Membisik

    Sejak malam itu, Arga tak pernah tidur nyenyak. Kalung peninggalan Rino—yang dulu biasa ia anggap sekadar kenang-kenangan—kini terasa seperti denyut kedua di dadanya. Kadang hangat, kadang bergetar pelan. Kadang... berdarah samar.Di rumah neneknya, suasana makin janggal. Ayam-ayam tak pernah berkokok, padahal pagi sudah tinggi. Nenek Arga pun mulai sering bicara sendiri. Katanya, “Pohon itu belum selesai, Ga… banyak yang belum pulang.”Arga diam saja. Matanya makin sayu, tubuhnya makin kurus. Tapi setiap malam, ia tetap tidur sambil menggenggam kalung Rino.Dan setiap malam… Rino memanggilnya dari dalam mimpi.> “Ga… pintunya belum rapet. Masih ada yang bocor…”> “Mereka nyari tubuh. Jangan sampai salah satu keluar…”Sampai suatu malam, Arga memutuskan untuk menulis semua yang ia alami. Ia tulis dengan tangan sendiri, di buku tulis bekas semasa sekolah dulu. Ia takut lupa. Atau lebih buruk: takut kelak ia sendiri tidak bisa membedakan apa yang nyata dan tidak.---Pagi harinya, sebua

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Pintu Terakhir

    Arga terbangun dengan napas memburu. Keringat membasahi pelipis dan lehernya. Tangannya gemetar menggenggam kalung Rino, yang kini menyala redup—seperti ada energi asing yang mengalir dari dalamnya.Ia menoleh pelan ke jendela.Dua ekor burung gagak masih bertengger di batang pohon pisang. Keduanya tidak bergerak, hanya menatap lurus ke arah Arga. Matanya merah menyala dalam gelap malam. Angin dingin masuk dari sela jendela yang sedikit terbuka, membawa suara sayup… seperti bisikan.> “Pintu akan terbuka lagi…”Arga menelan ludah. Ia berdiri pelan, menghampiri jendela. Tapi begitu ia membuka daun jendela lebih lebar, burung gagak itu mengepakkan sayap dan terbang menjauh… meninggalkan bulu hitam yang jatuh ke tanah.Arga mengambil bulu itu dan menggenggamnya. Tiba-tiba, dari dalam kalung Rino, cahaya menyemburat pelan membentuk simbol aneh—seperti dua daun pohon saling bersilang, dikelilingi lingkaran kecil.> “Jagain pintunya…”Kata-kata itu kembali terngiang di kepala Arga, makin je

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Pulang Tanpa Nisan

    Langit pagi tampak cerah, tapi suasana desa justru suram. Sudah seminggu Arga dan Rino dinyatakan hilang di Curug Kembar, dan pencarian besar-besaran tidak membuahkan hasil. Yang ditemukan hanya pakaian robek dan cincin Rino yang anehnya bersih, padahal sekitarnya berlumpur dan basah.Lalu pagi itu…Seorang warga melihat sosok familiar berjalan pelan dari arah hutan. Langkahnya pelan, matanya kosong, tubuhnya kurus dan lusuh.> “Itu… Arga?”“Gak mungkin… bukannya udah ilang?”“Apa itu arwahnya balik?”---Rumah NenekArga tidak langsung ke rumah ibunya.Ia berjalan lurus melewati gang kecil yang ditumbuhi semak liar, menuju rumah tua berdinding kayu — rumah neneknya, Mbah Sari, yang tinggal sendiri sejak suaminya meninggal.Pintu rumah berderit saat dibuka. Seorang wanita tua duduk di kursi goyang, matanya mulai kabur oleh usia. Tapi saat sosok Arga muncul di ambang pintu, tubuhnya langsung kaku.> “Arga…?”“Nek… ini Arga…”Mbah Sari menangis pelan, memeluk cucunya erat-erat, tapi waj

  • Curug Kembar Pintu Gerbang Dunia Lain   Perjamuan Para Penunggu

    Langkah kaki mereka bergema di lantai batu. Udara di dalam “istana” itu seperti kabut yang menekan paru-paru. Langit-langit tinggi, dihiasi akar dan sulur yang menyala samar—seperti cahaya kunang-kunang yang dipaksa diam.Arga dan Rino berdiri di tengah aula raksasa.Di hadapan mereka, singgasana kayu tua menjulang. Duduk di sana, sosok perempuan berjubah hijau, kulitnya pucat seperti mayat yang belum sepenuhnya mati, tapi matanya lembut—bercahaya seperti embun pagi.> “Selamat datang, Penyeberang,” ucapnya. “Kalian terhisap ke dalam arus kuno... ke dalam rebutan antara penjaga dan perusak.”Rino menelan ludah.> “Kami gak ngerti, kami cuma mau balik—”> “Bukan kalian yang memilih. Tapi leluhur kalian. Desa kalian… berdiri di atas tanah perjanjian. Dua pohon dadap itu bukan pohon biasa, melainkan tiang pengikat antara dunia kami dan dunia kalian.”Arga menatap Rino. Matanya penuh amarah, kebingungan, dan… keputusasaan.> “Jadi semua ini… kutukan?!”> “Bukan kutukan,” jawab penjaga. “T

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status