“Apa? Ta-tapi, Ayah—”
“Besok kita akan bertemu dengan keluarga Kusumo. Siapkan dirimu ya, Sayang.”
Ran terbengong beberapa saat mendengar ucapan pria paruh baya yang duduk di sampingnya ini.“Keluarga Kusumo adalah keluarga yang baik, Ran.”
Nur Callia Maharani yang biasa disapa Ran, mengalihkan pandangan ke arah ibu tiri yang mencintai dirinya layaknya anak kandung. Senyum lembut wanita itu selalu dapat membuat Ran merasa terlindungi dan dicintai. Tujuh belas tahun wanita berusia dua puluh enam tahun ini tinggal dengan ayah kandung dan ibu tirinya. Saat Ran berusia sampai sembilan tahun, wanita muda ini tinggal dengan sang nenek yang merupakan ibu dari ibu kandungnya. Lalu pada suatu hari, saat wanita ini hampir berusia sepuluh tahun, ayah kandung yang tak pernah dilihat Ran sebelumnya muncul di depan rumah sang nenek, dan meminta Ran dan neneknya tinggal bersama pria itu. Ibu kandung wanita ini sudah meninggal sejak Ran berusia dua tahun, lalu saat wanita ini berusia lima tahun, kakeknya pun pergi menyusul sang ibu, meninggalkan Ran dan neneknya.
Ran pikir, hanya neneknya yang wanita ini punya. Tapi ternyata dia memiliki seorang ayah yang didamba Ran sebelumnya, saat anak-anak lain bermanja ria dengan ayah mereka. Ran tidak sangka jika dia juga memiliki seorang ayah!
Kalau ditanya apakah Ran senang mendengar faktanya? Jawabannya wanita ini bahkan tidak tahu harus merasa seperti apa. Yang dia tahu, sejak saat itu dia harus ikut tinggal bersama ayahnya.
Ran baru tahu belakangan ini, jika sang ibu yang meninggalkan ayahnya dalam keadaan berbadan dua karena merasa tidak pantas untuk ayah Ran yang terlahir sebagai keluarga kaya raya.
Lalu sang nenek, wanita itu memilih pulang ke kampungnya untuk tinggal bersama adiknya di sana. Kalau mengikuti kata hati, tentu saja Ran ingin mengikuti sang nenek. Karena untuk Ran, sang nenek adalah segalanya. Hampir sepuluh tahun wanita itu tinggal bersama neneknya. Ikut membantu sang nenek berkeliling setiap sore berjualan kolak labu kuning, bubur kacang hijau serta bubur sumsum dengan gerobak kecil. Tapi sang nenek tidak membiarkan wanita ini ikut dengannya. Ran pikir sang nenek sudah tidak menyayanginya lagi, tapi ternyata dia salah. Neneknya memaksa Ran ikut sang ayah yang akan tinggal di luar negeri karena pekerjaan pria itu, agar Ran memiliki kehidupan yang jauh lebih layak, memiliki pendidikan yang jauh lebih bagus.
Jika Ran terus memaksa ikut sang nenek, Ran tidak tahu apakah dia bisa sampai di titik ini, menjadi chef handal di salah satu restoran ternama di negara ini dan negara tetangga. Bahkan Ran menjadi kepala chef di sana, yang selalu diberi tugas mengajari chef-chef yang baru bergabung dengan restoran itu. Padahal Ran baru bergabung selama tiga tahun, tapi dia sudah diberi kedudukan itu sejak lebih dari satu tahun yang lalu.
Tak jarang Ran pun bolak balik ke luar kota dan luar negeri untuk memantau restoran-restoran yang tersebar di sana. Tapi… bukan kedudukan dan harta yang wanita ini mau. Ran hanya ingin sang nenek, yang sayangnya juga sudah meninggalkannya saat Ran berusia lima belas tahun. Saat sang nenek pergi, Ran sangat terpukul. Wanita ini sampai harus dirawat di rumah sakit beberapa hari karena menolak untuk makan. Tapi lalu sang ayah dan ibu tirinya membujuk Ran dengan sangat sabar, sampai Ran perlahan mulai kembali bangkit karena merasakan kasih sayang yang benar-benar tulus dari kedua orang tuanya itu.
“Cie… yang mau nikah.”
Terdengar suara tepukan heboh dari seorang gadis yang sebentar lagi akan berusia tujuh belas tahun.
Ran mengalihkan pandangan ke arah gadis itu, gadis super cantik dengan rambut panjang lurus dan hitam. Beda dengan Ran yang memiliki rambut panjang berwarna coklat tua dengan keriting di ujungnya. Rambut yang sama seperti yang dimiliki mendiang ibu kandungnya.
Tatapan Ran tajam menusuk ke arah gadis yang duduk tepat di depannya ini. “Anak kecil jangan berisik!” desis Ran kesal.
Ketiga orang di ruangan itu tertawa melihat wajah kesal Ran yang biasanya terlihat dingin.
“Hahaha… aku mau tujuh belas tahun tau, Kak. Sebentar lagi udah boleh pacaran dong~”
“Ciih… sombong banget kamu! Kayak boleh aja pacaran sama Ayah. Emang boleh, Yah?” tanya Ran pada sang Ayah, yang dibalas gelengan tegas pria paruh baya yang duduk di sampingnya.
“Ih… Ayah~, aku kan mau tujuh belas tahun.”“Tetap tidak boleh. Kakakmu saja waktu berusia tujuh belas tahun tidak seperti itu.”
“Kak Ran kan muka kulkas, gak ada yang mau pacaran sama dia, soalnya takut difrozen.”“Apa kamu bilang?!” pekik Ran tak terima ke arah adik beda ibunya ini.
Dua orang paruh baya berbeda jenis kelamin di ruangan ini tertawa melihat tingkah kedua anak mereka.
Perdebatan dua orang yang jarak usianya lumayan jauh ini diinterupsi sang ayah.
“Jadi Sayang, besok kamu harus dandan yang cantik ya, dan..harus pasang senyum manis. Tidak ada wajah seperti ini lagi, wajah yang seakan siap membekukan jantung orang. Repot kalau kamu seperti ini. Yang ada calon suami dan calon mertuamu lari terbirit-birit.”
Ran bersedekap sambil memasang wajah dinginnya. Hatinya sepenuhnya kesal sampai ke ubun-ubun. “Bagus kalau lari!”
“Tidak akan ayah biarkan.”
“Ish, Ayah! Kenapa harus pakai perjodohan seperti ini segala?!”“Umurmu semakin bertambah, dan ayah tidak ingin mengambil resiko kamu tetap sendiri sampai nanti.”“Ran masih dua puluh enam tahun, Yah! Gak tua-tua amat kok! Lagian Ran gak tahu siapa pria itu!”“Makanya kalian besok bertemu untuk perkenalan.”
“Kalau Ran tidak cocok?”“Kamu belum mencobanya, Sayang, jangan bertanya seperti itu.”“Ini bukan jaman Siti Nurbaya! Ran gak bisa bayangkan hidup dengan orang yang tidak Ran cintai!”
“Rasa cinta bisa hadir perlahan, Ran, percayalah.”Ran terdiam sesaat, lalu menghela napas kesal. “Entahlah, Yah. Ran gak yakin.”“Kak Ran mau nunggu Mas Konan di dunia nyata? Jangan mimpi, Kak. Ran di dunia halu aja gak tau sampai kapan dihalalin sama Mas Konan.”
Ran semakin kesal saat adiknya membawa-bawa karakter kartun kesukaannya. Kartun detektif yang tak absen ditontonnya sejak dia kecil. Nama panggilannya juga terinspirasi dari salah satu tokoh utama wanita di kartun itu.
Ran memijat keningnya frustasi. Daripada harus meladeni adik yang jahilnya setengah mati, lebih baik dia beranjak menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubua yang terasa letih. Apalagi dia baru pulang dari luar kota setelah mengurus grand opening salah satu cabang restoran tempatnya bekerja. Kepalanya semakin pusing mendengar kabar buruk dari sang ayah.
Dijodohkan? Keluarga Kusumo? Ran mendengus kesal. Memangnya anak dari keluarga Kusumo itu tidak bisa mencari jodoh sendiri apa?! Mengesalkan!
Ran beranjak dari duduk.
“Mau ke mana, Ran?” tanya sang ibu.
“Tidur, Ma. Berharap perjodohan ini hanya mimpi.” Ran langsung saja melenggang pergi dari hadapan kedua orang tua dan adiknya itu, tanpa peduli gelengan dan kekehan geli sang ayah.
“Ran…”
Ran menghentikan langkah saat sang mama kembali memanggilnya. Wanita ini berbalik, lalu tatapannya bertemu dengan tatapan sang mama.
Mamanya tersenyum lembut. “Tidak semua perjodohan itu berakhir tak baik, Ran. Contohnya mama dan Ayahmu,” wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu melirik ke arah sang suami, “kami dijodohkan, dan sampai sekarang hubungan kami baik-baik saja. Keluarga Kusumo adalah keluarga yang baik. Mama yakin kamu akan bahagia menjadi bagian dari keluarga mereka, Ran,” ucap sang mama tulus.
Ran kembali terdiam. Namun tak berapa lama, wanita ini mendengus kesal. “Semoga saja, Ma. Tapi Ran tetap berharap kalau perjodohan ini hanya mimpi.” Ran berbalik dengan wajah super dingin yang dia miliki, lalu kembali melanjutkan langkah.
“GAK MIMPI, KAK. INI NYATA! MAU AKU CUBIT GAK, BIAR TAU INI MIMPI ATAU NYATA?” teriak sang adik saat Ran sudah menaiki tangga rumah besar ini.
Ran hanya melambai tak peduli tanpa membalikkan tubuh, dan terus saja melangkah semakin menjauh.
Terdengar tawa renyah dari ketiga orang yang ditinggalkannya itu, dan Ran tak peduli.
***
“Kafe ini benar-benar nyaman.” Ran mengedarkan pandangan ke penjuru kafe yang ia datangi. Kafe ini tidak besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Terlihat sangat nyaman untuk berbagai usia.Hari ini ia dan sang suami menghadiri pembukaan kafe cabang baru kenalan sang suami di dunia bisnis, Andaru Ansel Bratadikara – CEO LION TV, salah satu stasiun televisi besar di negara ini —. Kafe ini milik istri dari Andaru, Zetaya Bratadikara. Wanita berambut merah yang sepertinya seusia dengan Aryan.Ran berkenalan dengan Zetaya saat Andaru dan istrinya itu menghadiri pesta pernikahannya. Ran dan wanita itu menjadi dekat setelah mengetahui sama-sama memiliki passion di dunia kuliner.“Kamu jadi mau buka kafe kayak gini?”Ran menghela napas panjang saat sang suami bertanya hal itu. Suaminya ini ternyata masih mengingat pembicaraan random mereka beberapa waktu yang lalu.Wanita ini tersenyum sambil mengusap lembut pipi san
Ran POV“Sayang, singkirkan tanganmu!”“Udah bangun?”Aku membuka mata malas saat pria yang sudah menjadi suamiku selama hampir tiga bulan ini bertanya dengan polosnya. Mataku menatap bagian atas gunungku. Ada beberapa tanda merah karya pria yang menyiksaku semalam. Mataku beralih menatap jam di nakas yang berada di sampingku.Jam empat subuh. Bagus, sepertinya aku baru tidur dua jam yang lalu, tapi pria yang memelukku dari belakang ini malah sudah mengganggu acara tidurku.Kutolehkan kepala ke belakang, tempat di mana ia berada. Mata kami bertemu. Pria ini tersenyum tanpa dosa saat aku menatapnya datar.“Bisakah kamu membiarkan aku tidur sebentar lagi?”“Tidur aja, Sayang~”Plak!Pria ini meringis saat aku menepuk sedikit kencang tangannya yang entah sejak kapan sudah menangkup salah satu gunungku. Bukan hanya mengangkup, tapi pria ini see
AREA 21++SADAR DIRI AJA BUAT YANG BELUM CUKUP USIA YESSS :* ( ETAPI KALAU UDAH MERIT MAH CUZ LAH TANCAP GAS... WKWKWK... )YANG UDAH CUKUP USIA TAPI GADA LAWAN, YAH MON MAAP ITU DERITA DITANGGUNG SENDIRIIIIIII.... ( AKU GAK IKUTAAANNN )###“Kamu ke sini hanya ingin bertanya tentang hal itu?”“Hanya?? Ini lebih dari sekedar ‘hanya’, Ken! Ini tuh bakal jadi awal di mana akan ada anakonda-anakonda dan sungai-sungai di masa mendatang hasil produksi gue dan My Pumpkin!” ucap Aryan menggebu, mendramatisir kata-katanya.Kendrick Gevan mendengus geli sambil menggeleng maklum. Sahabat rasa adik di depannya ini memang sudah terkenal gilanya.“Bukankah kamu bisa belajar dari film-film ‘gerah’ yang BIASA kamu tonton?”“Hoi! Janga
Ran menoleh ke samping kanan saat merasakan remasan lembut di tangannya. Ia balas tersenyum saat pria yang berdiri di sampingnya tersenyum dan memandangnya penuh cinta.Akhirnya ia resmi menjadi istri Aryan Mada Kusumo. Bocah yang mewarnai hari-harinya semasa duduk di bangku sekolah dasar walaupun kebersamaan mereka hanya sebentar.Ran pikir tidak akan bertemu lagi dengan bocah menyebalkan ini.Namun, siapa yang sangka, kalau ternyata Yang Maha Kuasa punya rencana yang indah untuknya dan Aryan. Kembali dipertemukan setelah sama-sama dewasa, ternyata tak membuat Aryan melupakan sosok dirinya yang sangat biasa ini.Sangkalan Ran atas hatinya yang terpikat begitu mudah dengan sosok Aryan ternyata tak berlangsung lama. Pria yang saat ini berdiri di sampingnya, bisa dengan mudah membuat orang merasa nyaman dan jatuh cinta dengan tingkah-tingkah tak waras yang dimiliki pria ini. Termasuk Ran. Dan ya.. Ran mengaku kalah, kalah oleh gengsi yang semp
“Dedek Ran udah besar ya.”Ran memutar bola mata malas. Namun terkekeh geli setelahnya. “Aku lebih tua dua tahun darimu, Ano.”“Tapi faktanya aku kan abang sepupu kamu.”“Ya.. ya.. ya.. Abang sepupunya Ran.” Ran memilih mengalah pada pria yang berjalan bersisian dengannya ini. Kakak sepupu yang lebih muda darinya ini selalu tidak pernah mau dianggap lebih muda dari Ran. Tapi ya kenyataannya memang benar jika Ano alias Keano adalah abang sepupunya, karena pria ini adalah anak dari kakaknya Adila.Mereka berjalan menyusuri taman belakang rumah ini untuk mencari udara segar sejak lima belas menit yang lalu.“Calon suami kamu masih cemburu sama aku?”Ran mengangkat kedua bahu. “Aku tidak tahu. Kalian kan belum sempat aku kenalkan secara langsung.”Ran tersenyum kecil. Masih segar di ingatan saat Adila mengatakan jika Aryan cemburu pada sosok Keano, padahal pria itu su
“Sudah merasa hebat?”Ran hanya diam saat sang oma bertanya sinis seperti itu padanya.Wanita ini menunduk takut dengan kedua tangan saling memilin.Sepertinya sejak tadi siang, sang oma tidak sabar ingin menegurnya. Tentu bukan teguran sayang antara oma dan cucu, tapi teguran penuh kebencian.Contohnya seperti saat ini.Ran terkejut saat beberapa menit yang lalu Zanna repot-repot menghampirinya di gazebo taman belakang tempat biasa dirinya bersantai untuk menghirup udara segar. Lalu, tahu-tahu saja mengatakan hal itu.“Kenapa diam?” tanya Zanna kembali. Tentu saja dengan nada dibuat semakin sinis.Ran mengumpulkan keberanian untuk mengangkat kepala, sampai matanya bersirobok dengan Zanna. Binar ketakutan terlihat jelas di matanya. Apalagi wanita ini sudah tahu jika Zanna pernah berusaha menyingkirkannya saat masih berada di dalam kandungan Manika.“Ran.. tidak mengerti maksud Oma.” Ran beruc
Hari ini, sepasang calon pengantin itu akan melakukan sesi pemotretan prewedding di tempat di mana Aryan Mada Kusumo menemukan tulang rusuknya.Mereka menggunakan seragam sekolah dasar tempat mereka sekolah dulu, yang tentu saja ukurannya sudah dibuat sesuai dengan ukuran tubuh mereka. Jangan tanya berapa lama proses pembuatan seragam itu.Aryan baru mengatakan pada sang mama satu minggu yang lalu untuk konsep foto prewedding yang akan dia gunakan. Hal itu tentu saja membuat Kania kelabakan. Apalagi seragam sekolah yang digunakan tidak seperti seragam sekolah pada umumnya. Kania tentu harus meminta bahan seragam itu pada pihak sekolah, dan untung saja semua proses seakan dimudahkan oleh Yang Maha Kuasa.Untungnya juga keluarga Aryan masih menjadi donatur terbesar di sekolah swasta ini. Sehingga tidak sulit bagi mereka meminta izin pihak sekolah untuk mengadakan foto prewedding di sini. Apalagi Aryan dan Ran memilih hari libur untuk melaksanakan kegiatan ini. Jad
“Sekolah ini sudah jauh berbeda ya.” Ran mengamati gedung besar di depannya, lalu beralih melihat sekeliling tempat yang dia datangi ini. Tempat ini semakin terlihat semakin baik.“Tentu aja. Udah berapa tahun coba kamu tinggalin?”Ran terdiam. Bola matanya memutar, menghitung kira-kira berapa lama ia meninggalkan sekolah dasar tempat di mana dulu ia bersekolah sebelum dibawa Rion ke London.“Hmm… Enam belas tahun sepertinya,” balas Ran setelah mengingat-ingat.“Waaahhh… luar biasa!” Aryan bertepuk tangan girang. “Jadi udah selama itu ya hatiku nyangkut di kamu??”Ran berdecih geli. “Tolong dikondisikan mulutnya. Kamu sedang menggombal?”“Kesungguhanku selalu aja dibilang gombal!”Ran tak bisa menyembunyikan tawa saat melihat wajah sang calon suami ditekuk.“Kamu ngambek?” tanya Ran sambil menusukkan telunjuknya b
“Ayah akan menerima kalau kamu membenci ayah, tapi tolong kamu jangan tinggalkan ayah…”Ran mencoba meredakan isakannya di dalam pelukan sang ayah.Pantas saja belakangan ini sang ayah lebih pendiam dari biasanya.Siapa pun yang membaca kisah hidup yang ditulis ibu kandungnya pasti akan ikut terbawa suasana, seolah orang itu sendiri yang mengalami. Termasuk Ran.Di dalam agenda itu terlihat jelas bahwa Manika adalah sosok wanita yang kuat. Ran juga dapat merasakan betapa sayangnya sang ibu padanya.Perasaan Ran campur aduk. Antara rasa senang, sedih, dan kecewa. Wanita ini senang, jadi lebih mengenal sosok Manika lewat agenda ini. Namun, Ran juga merasa sedih, karena tidak bisa bersama lebih lama dengan sang ibu.Ditinggalkan di usia yang masih sangat kecil membuat Ran tidak bisa mengingat sosok sang ibu dengan baik. Tapi di dalam agenda yang dipeluknya ini, Ran bahkan merasakan kehadiran sang ibu saat ini.“B