Alvin POV.
Malam pun tiba, aku mama dan papa sudah berada dirumah Om Wibowo rumah yang sangat luas dan dipenuhi dengan tanaman yang berwarna hijau. Di ruang tamu kita semua berkumpul.
"Bagaimana Alvin Rara pertunangan kalian akan diadakan lusa apa kalian siap?" Tanya Om Wibowo aku tak langsung menjawab aku melirik ke arah Rara terlebih dahulu. Rara tersenyum padaku sambil mengangkat kedua alisnya, apa maksdunya?
"Rara pribadi udah siap Pa, gatau kalo Alvin." Jawab Rara langsung melirik ke arahku. Aku kaget dengan jawaban Rara, Rara benar – benar mencoba buka hati untukku. Aku janji ga akan mengecewakan kamu Ra.
"Siap Om, saya siap." Ucapku semangat
"Nah kalo seperti ini kan enak, yasudah besok kalian beli gaun pertunangannya Rara, beli cincin pertunangan juga, terus ah iya jasnya Alvin harus senada dengan Rara ya." Ucap Mama Rara.
"Tapi Ma, Alvin bukannya besok harus kerja ya? Kalau aku sih besok libur Ma." Jawab Rara.
"Tenang Ra, biar besok Alvin Papa izinkan untuk libur." Jawab Papa.
"Oh iya untuk undangan biar yang tua yang mengurus kalian tinggal tulis saja nama teman yang akan kalian undang di pertunangan kalian. Pertunangannya agak sedikit mewah karena Alvin anak satu satunya Om, begitupun dengan kamu Ra kamu anak satu satunya papa mamamu." Jelas Papa.
"Baiklah Pa diatur bagaimana enak aja, Alvin ngikut." Jawabku.
"Permisi boleh Rara ajak Alvin ke depan?" Tanya Rara ke Papa dan Om Wibowo.
"Boleh silahkan kalian berbincang bincang dulu." Jawab Papa.
Tiba – tiba Rara mengajakku ke halaman depan rumah Rara, ada apa ya?
"Ada apa Ra? Kangen ya sama aku?" Tanyaku heran.
"Enak aja huh! Ga lah aku pengen liat bintang." Rara melihat bintang di atas.
"Ra kamu yakin?" Tanyaku tiba - tiba
"Soal?" Jawab Rara yang masih melihat ke langit.
"Pertunangan ini."
"In Syaa Allah aku yakin Vin, entah kenapa aku merasa nyaman saat ada didekatmu, sama kaya dulu aku sama Arga." Rara tersenyum.
"Bukan hanya kalimat penenang kan?"
"Bukan Vin, aku yakin ini udah pilihanku. Waktu itu Arga dateng ke mimpiku, dia bilang kalau kamu lelaki yang pas buat aku." Tak ada kebohongan di mata Rara.
"Ra aku janji akan jaga kamu sebisaku, akan membahagiakan mu semampuku."
"Vin, makasih ya." Rara memelukku.
"Sama sama Ny. Alvin harusnya aku yang berterima kasih ke kamu Ra." Aku membalas pelukannya.
Rara POV.
"Ra ayo buruan ini Alvin udah nungguin dibawah." Teriak mama.
"Bentar ma ini Rara turun."
"Udah lama Vin? Maaf ya tadi aku bangun kesiangan abis nonton drakor."
"Gapapa Ra, udah siap? Ayo udah siang nih."
"Iya ayo, ma Rara pamit ya."
"Iya sana pilih gaun cincin jas yang pualing bagus ya."
"Iya ma siap."
"Tante, Alvin pamit ya."
"Iya hati hati Vin."
Setibanya di butik terkenal milik teman Mama Alvin, kami disambut dengan wanita berumur 30tahunan yang masih cantic dengan kulit yang eksotis.
"Wah cantik ya calon Alvin, dokter lagi beruntungnya Alvin dapet kamu." Ucapnya ramah.
"Ah tante bisa aja, harusnya aku yang beruntung dapetin Alvin. Kenalin aku Rara tante."
"Rara aja nih yang dipuji? Alvin ngga te?" Ucap Alvin sedikit tak terima.
"Udah bosen liat kamu Vin."
Aku hanya tertawa, muka Alvin terlihat sedikit kesal. HAHAHA beda sekali saat ia sedang bertugas kemarin.
"Pilih aja gaun yang cocok." perintah Alvin.
“Iya bos siap.” Jawabku.
Setelah setengah jam melihat gaun – gaun yang ada disini, aku memilih gaun berwarna putih dengan hiasan yang sedikit dan sederhana ini namun terlihat sangat elegan.
"Em tante kayanya ini aja deh putih kalem sederhana lagian ini cuma acara tunangan aja te." Aku sangat jatuh cinta dengan gaun ini.
“Kamu yakin Ra? Itu ada yang lebih bagus, lebih rame.” Saran Tante Yuli, pemilik butik ini.
“Ah ngga deh te, ini aja udah bagus banget kalem, anggun.” kataku.
"Pasti cocok sama kamu Ra, coba aja dulu sana.” Perintah Alvin lagi.
Setelah 5 menit berganti pakaian aku keluar, dan Alvin hanya bengong melihatku.
"Cantik sekali calonku ini, tapi ga kurang mewah nih?" Tanya Alvin.
"Gausah Vin ini udah cukup kok, lagian ini cuma tunangan nanti aja kalo udah nikah beli gaun yang lebih mewah lagi." Jawabku.
"Yaudah aku udah milih jas nih bagus mana putih atau hitam?" Tanyanya.
"Em aku lebih suka yang hitam Vin, biar cocok hitam putih hehe."
"Aku juga lebih suka yang hitam, ternyata kita satu hati Ra."
"Modus." Jawabku.
Setelah dari butik kita pergi ke toko perhiasan untuk membeli cincin pertunangan.
"Ra pilih yang mana nih?" Tanya Alvin.
"Yang ini aja gimana? Polos sederhana nanti kita kasih ukiran nama kita didalamnya."
"Pilihan bagus yaudah kita pesen yang ini ya."
"Mas kita pesen yang ini ya untuk yg cowo tulisan " Rara" yang cewe tulisan "Alvin" ya mas."
"Siap mas tunggu ya kita proses dulu."
10 menit kemudian cincin pertunangan kita sudah jadi dan kita memilih untuk makan di cafe deket toko cincin tadi.
"Ra kamu gamau beli sepatu atau ke salon gitu?" Tanya Alvin.
"Sepatu aku udah banyak yang pas sama gaunnya, terus buat ke salon aku males biar nanti malem aku maskeran aja." Jawabku, jujur memang aku malas jika harus ke salon aku lebih suka merawat tubuhku sendiri.
"Calon ibu rumah tangga yang baik, idaman semua cowo Ra. Ga salah pilih aku kalau gini."
"Bodo amat Vin." Jawabku.
"Judes banget, Love u ra."
"Love u too jangan?" Candaku.
"Iya dong harus."
"Pemaksaan yaudah I love u too kapten."
"Gitu dong hahaha, eh ra btw ke makan Arga yuk.” ajak Alvin tiba – tiba dan membuatku terkejut.
“Hah? Ngapain?”
“Pengen ngobrol aja sama Arga.”
“Oalah yaudah, nanti beli bunga dulu ya? Arga suka bunga mawar.”
“Okey siap.”
Setibanya kita di makan Arga, kita langsung berdoa. Dan Alvin terlihat sangat khusyuk saat berdoa.
“Ar, gua ambil alih ya? Mungkin rasa cinta gua ga sebesar rasa cinta lo ke Rara. Tapi gua janji, gua bakal jagain Rara sebisa gua, gua bakal bahagiain Rara semampu gua. Makasih ya, kemaren lo udah dateng ke mimpi Rara dan berusaha ngeyakinin dia, buat nerima perjodohan ini. Gua gabakalan ngecewain lo Ar.” Kata Alvin panjang lebar, yang membuatku menangis.
“Arga yang tenang ya disana, aku udah bahagia kok. Aku udah nepatin janjiku buat bahagia dan berusaha membuka lembaran baru bareng Alvin. Makasih ya Ar.” Kataku.
Jam sudah menunjukkan pukul 03:00 sore aku sudah berada di rumah aku capek dan langsung kurebahkan badanku di atas kasur. Semoga ini bukan pilihan yang salah, aku yakin ini tepat. Arga bagaimanapun aku memang harus benar benar ngelupain kamu, aku harus bahagia tanpa kamu. Terimakasih Arga kamu tetap punya ruang tersendiri dihatiku.
Author POVVina dan Vano sudah tidak bisa menahan tangisnya, mereka semua berada di dalam mobil untuk segera ke rumah sakit. Tak lupa Vano juga sudah memberi kabar Dika dan juga Reno, pikiran Alvin sangat kalut dan dia juga tak bisa menahan tangisnya, istri yang sangat ia sayangi pergi meninggalkan Alvin sendiri.“Om biar aku aja ya yang nyetir?” tawar Akbar kepada Alvin.“Gapapa nak, biar om aja.”“Hati – hati pa.”“Iya kak.”Dika dan juga Reno yang mendengar kabar tersebut langsung bergegas menuju rumah sakit. Dalam perjalanan pun, mereka semua sama – sama tak bisa kuasa menahan tangis.“Ngga Ra, kamu ga boleh pergi dulu. Kamu ga boleh nyusulin Arga, ngga Ra.” Gumam Dika yang dapat di dengar 3 orang yang ada di dalam mobil itu.“Mas, tenang dulu. Aku yakin Rara pasti sadar.” Kata Putri menangkan suaminya.“Oh ya, kita ke tempat ke
Author POVPagi ini, Alvin, Vina, Vano, Akbar, dan juga Cinta sudah berada di rumah sakit dan menunggu Rara untuk diperiksa keadaannya oleh dokter. Sesuai permintaan Rara, mereka semua akan pergi ke pantai pagi ini. Setelah selesai Rara di periksa, Rara diizinkan dokter untuk pergi ke pantai dengan syarat tidak boleh banyak beraktivitas dan tidak boleh terlalu lama di pantai.Mereka semua berada di mobil, dengan Alvin yang menyetir dan Rara yang berada di samping Alvin. Awalnya Alvin tak mengizinkan Rara untuk duduk di depan, namun Rara tetaplah Rara si egois yang tak bisa diganggu gugat. Sesampainya di pantai, sama seperti biasanya Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Alvin. Mereka duduk di bawah pohon kelapa agar tidak terlalu kena sinar matahari, walaupun pagi ini matahati tidak terlalu menyengat.Sambil duduk – duduk, mereka meminum kelapa muda dan berbincang – bincang, bahkan Vano yang tertawa terbahak – bahak atas lelucon yang Akba
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vina wisuda, sama seperti Vano kemarin, Rara kekeh untuk ikut menghadiri acara perpisahan Vina pagi ini. Rara masih tetap berada di kursi roda dengan Vano yang mendorong kursi roda milik Rara dan Alvin yang berada di sampingnya.Sama seperti Vano, Vina meraih juara 1 nilai tertinggi Ujian Nasional se – kota Bandung. Perasaan bangga dan sedih yang dirasakan oleh Alvin dan Rara. Alvin dan Rara sangat bangga terhadap kedua anaknya, mereka berhasil membuktikan kepada Alvin dan Rara bahwa mereka bisa dan mampu untuk meraih cita – citanya. Baik Alvin maupun Rara, mereka sangat yakin bahwa kedua anaknya mampu dan bisa meraih cita – citanya. Mereka juga yakin bahwa kedua ankanya juga akan mencapai kesuksesan bersama – sama.Vina menaiki podium, untuk membari ucapan terimakasih atas prestasi yang ia raih. Senyum mengembang di bibir Vina. Vina bahagia karena didepannya ada orang – orang yang ia cintai,
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vano wisuda, kondisi Rara sama sekali tidak ada perubahan, bahkan sering kali kondisi Rara menurun dan drop. Vano sudah meminta Rara untuk diam di rumah sakit, namun Rara tetap kekeh ingin menghadiri acara perpisahan anaknya itu. Mau tak mau, Alvin, Vina, dan Vano hanya bisa pasrah dan berujung Rara ikut bersama mereka.Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Vina dan Alvin yang ada di samping mereka, walau dalam keadaan sakit Rara masih bisa tersenyum lebar saat melihat Vano naik ke atas panggung sebagai juara 3 nilai tertinggi Ujian Nasional di Kota Bandung. Rara terlihat sangat bangga kepada anaknya itu. Vano berhasil membuktikan bahwa ia anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.“Assalamualaikum Wr. Wb pertama – tama saya ucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT, kepada guru – guru saya, dan terutama kepada kedua orang tua saya dan juga kepada kembaran saya. Saya berdiri di sini berkat k
Author POVKini giliran Dika dan juga Putri yang masuk ke ruangan Rara. Lagi – lagi Dika menangis melihat keadaan Rara yang sangat pucat dan lemas di atas kasur rumah sakit. Rara hanya bisa tersenyum melihat Dika dan Putri saat masuk menghampiri Rara.“Dik, masa cowo nangis.” Kata Rara sambil tertawa.“Kamu jangan tertawa ya Ra, bisa – bisanya kamu kaya gini masih bisa ketawa.” Protes Dika.“Ra, gimana keadaanmu? Udah membaik?” tanya Putri khawatir melihat keadaan Rara.“Alhamdulillah, maaf ya bikin kalian semua khawatir.”“Ga usah minta maaf, maafin kita udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu Ra.” Ucap Putri sambil menggenggam tangan Rara.“Ra, pasti di atas sana Arga marah sama aku. Arga nitipin kamu ke aku, dan saat kamu punya penyakit yang kaya gini aku baru tahu. Maafin aku Ra, maafin aku udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu, maafin aku ga p
Author POVSemua orang berada di rumah sakit, semuanya masih setia menunggu Rara siuman. Alvin berusaha menenangkan kedua anaknya, walaupun sebenarnya ia juga sangat merasa sedih dan shock atas kejadian hari ini yang menimpa Rara. Reno yang melihat itu, sangat merasa bersalah. Reno selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.“Bukan salah lu Ren.” Ucap Dika tiba – tiba sambil memegang pundak Reno.“Coba aja waktu itu gua langsung kasih tau kalian Dik, semua ga bakaan seperti ini. Rara pasti sembuh, ini semua gara – gara gua.”“Ngga Dik, ini permintaan Rara sendiri kan? Ini bukan salah lu, ini jalan yang dipilih Rara.”“Bener mas, ini bukan salahmu. Ini sudah jalan yang dipilih Rara. Dan kamu disini, cuma menghargai jalan yang dipilih oleh Rara.” Ucap istrinya, Nesa.“Gua mau ke Alvin.” Kata Reno.“Yaudah sana.” Ucap Dika, mempersilahkan Reno m
Author POVVina dan Vano sudah menjalankan semua ujian – ujian yang sudah di jadwalkan oleh sekolahnya masing – masing. Sekarang mereka hanya menunggu nilai ujiannya keluar dan kelulusan sudah di depan mata. Namun mereka masih tidak bisa sesantai seperti hari – hari biasanya, Vina masih mendalami tentang kedokteran dan Vano yang masih melatih fisik dan mencoba mengerjakan soal – soal test untuk seleksi masuk tentara.Sedangkan Rara, kondisi tubuh Rara benar – benar semakin menurun. Rara merasa bahwa umurnya memang sudah tidak akan lama lagi.“Ya Allah, kuatkan hamba. Beri hamba kesempatan sedikit lagi, hamba ingin melihat kedua anak hamba wisuda nanti.”Entah mengapa hari ini Rara sangat merasa kesakitan. Rara tidak bisa menahan semua rasa sakitnya, Rara sudah meminum obat seperti biasanya, namun hasilnya nihil, Rara masih sangat merasa kesakitan. Rara mencoba menghubungi Dr. Riski berkali – kali namun tak a
Author POV.Malam ini, Rara, Alvin, Vina dan Vano sedang makan malam bersama di ruang makan. Mereka makan dengan nikmat, karena masakan Rara selalu menjadi makanan favorite bagi mereka bertiga.“Gimana anak – anak mama, sukses ga tadi ujiannya?”“Alhamdulillah ma, soalnya 11 12 sama detik – detik. Seneng banget deh kalau soal ujiannya mudah gitu.” jawab Vano.“Sama ma, Alhamdulillah. Vano juga bisa ngerjainnya. Gampang, kecil itu mah.”“Alhamdulillah, emang anak – anak papa nih pinter semua.”“Alhamdulillah kalau gitu, tapi kalian jangan seneng dulu. Masih ada besok dan beberapa hari lagi loh.”“Siap mama!”“Iya mama, tapi ini awal yang baik.”“Bener, yaudah ayo lanjut makan. Keburu dingin masaknnya.”“Okey, selamat makan semua!” kata Vano.“Selamat makan!” kata Rar
Author POV Hari ini, hari pertama Vina dan Vano Ujian Nasional. Raut wajah Vina sangat berbeda dengan raut wajah Vano. Raut wajah Vina sangat gelisah, berbeda saat Ujian Nasional waktu SMP kemarin, pasalnya Ujian Nasional saat ini menentukan masuk atau tidaknya ia di universitas yang ia idam – idamkan. Sedangkan Vano, dia sangat santai dalam menghadapi Ujian Nasional ini, bahkan pada pagi ini ia masih bermain game online kesukaannya. “Kak kok gelisah gitu? Sedangkan Vano malah asik main game tuh di ruang tamu.” Tanya Alvin tiba – tiba. “Itu mah Vano aja yang ga niat ujian.” “Dih kata siapa? Tadi habis sholat subuh aku belajar lagi loh. So tau tuh Vina pa.” “Dihhh??” “Udah – udah masih pagi kok udah berantem aja.” kata Rara melerai. “Yaudah ayo, berangkat cepet udah siang ini.” “Tuh pa, kakak ngajak berantem mulu, jadi siang kan.” “Dih ngapa jadi gua? Lu aja dari tadi main game.” “Kak kok gitu bahas