Share

BAB III - Bukan Sekedar Kebetulan Tapi Takdir

Aneh, tangannya yang besar dan dingin, mengapa terasa sangat hangat. Rachel masih merenungkan apa yang baru saja terjadi, semua seakan berjalan dengan cepat padahal baru saja mereka bertemu di depan pintu, kini pria tinggi tersebut sudah duduk bersama papanya di sofa. Tepat saat mamanya ‘memergoki’ mereka berdua di depan pintu dengan kondisi yang sulit dijelaskan, hal mengejutkan juga kembali terjadi, ternyata papa Rachel mengenali Royan.

“Saya tidak menyangka betermu Bapak di sini,” ucap Royan dengan nada sopan membuat Rachel merinding. Apa benar ia orang yang sama dengan pria angkuh tukang bentak-bentak, batin Rachel.

“Saya juga loh Pak Royan, jujur saya kaget kok bisa Pak Royan bareng istri dan anak saya,” jawab papa Rachel dengan nada santai, seperti mereka sudah sering bertemu. Mereka pun melanjutakan obrolan santai di sofa sambil sesekali tertawa renyah, membuat Rachel semakin bingung dengan kondisi saat ini, sampai ia tak sadar sudah memasukkan garam alih-alih gula ke teh Royan.

“Rachel ini anak tunggal yang dulu pernah saya ceritakan, Pak,” kata papa Rachel sambil mengelus rambut putrinya yang sedang sibuk mengatur teh di meja.

“Oh benar, Pak Adnan dulu pernah bilang putri Bapak merantau,” jawab Royan sambil menyesap teh yang disuguhkan Rachel, namun matanya terbuka lebar seakan mendapatkan kejutan tak terduga.

“Dia ini jago masak loh, Pak. Sering-sering kirimin Pak Royan masakkanmu, biar dikoreksi jadi lebih enak,” kata papa Rachel pada putrinya yang jiwanya sudah entah hilang ke mana. Otak kecilnya tak bisa mencerna semua kejadian yang ada di apartementnya hari ini.

“Saya punya feeling dia jagooooo banget masak ini, Pak. Hanya butuh sedikit latihan,” jawab Royan sambil memandang Rachel dengan tatapan mencela.

Kalau saja papanya tidak ada di sini, ia pasti sudah mencabik-cabik Royan sejak tadi. Rachel heran sebenarnya berapa banyak muka yang dimiliki Royan, dan nampaknya ia harus memberi tahu papanya sesegera mungkin agar tidak tertipu dengan wajah malaikat menyebalkan itu.

“Oh iya, sudah ngobrol jauh tapi saya tidak tahu hubungan Pak Royan dengan anak saya,” kata Pak Adnan kembali membuka obrolan.

“Saya temennya Rachel pak, kebetulan kami sering bertemu setelah beberapa urusan di bank,” ujar Royan yang masih sambil memainkan jarinya.

Rachel tak ingin berkata apapun lagi, ia hanya diam berubah menjadi Putri Solo yang anggun. Teman dari dunia lain mungkin yang ia maksud, Rachel memutar bola matanya sambil meghembuskan nafas berat, baru saja minggu lalu Royan sialan itu membuatnya menjalani tugas yang berat, dan berani-beraninya ia menyebut dirinya teman Rachel.

Mama Rachel juga tidak berkata apapun karena bagi Eva semua yang terjadi di depan pintu tadi sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Ia juga tadi sebenarnya merasa tidak asing dengan wajah Royan, benar saja pria itu adalah salah satu langganan besar suaminya. Sebagai pemilik bistro yang memiliki cabang di berbagai kota, tentu saja Royan sering berkunjung ke perkebunan milik suaminya untuk bernegosiasi mengenai pembelian sayur segar.

Adnan, adalah satu pemilik perkebunan yang sangat mengutamakan kualitas barang dagangannya, mulai dari kentang, cabai, dan sayuran segar lainnya. Para pekerja juga sangat menghormatinya karena sifat beliau yang tidak ingin menyusahkan hidup orang lain, beliau juga suka memberi tambahan penghasilan saat hasil panennya melimpah melebihi target. Itulah mengapa banyak orang yang merasa bahwa kesuksesan Adnan merupakan bentuk perwujudan dari doa para pekerjanya.

“Pak Roy, ngomong-ngomong Dek Rey kemana, Pak? Biasanya bareng terus sama Dek Rey,” kata papa Rachel.

“Masih sekolah, Pak.Ini saya mau jemput, sudah waktunya pulang,” jawab Royan sambil memandang jam yang melekat di tangannya.

“Wah harus buru-buru ini, nanti ngamuk, hehe,” ujar papa Rachel dan dibalas tawa oleh Royan.

Rachel diam-diam juga mendengarkan perbincangan kedua pria tersebut, ia menangkap bahwa Rey adalah nama cucu yang diceritakan oleh Pak Abimanyu, dan itu berarti ia juga keponakan Royan. Hubungan mereka pun nampak dekat, karena papanya tadi sempat menyinggung bahwa mereka selalu bersama, mungkin papa dan mama Rey sangat sibuk hingga sering menitipkannya pada Royan.

“Tolong jaga Rachel juga ya pak,” ujar papa Rachel yang sudah mengantarkan pria berwajah seribu itu ke depan pintu.

“Kami bertetangga, saya akan sering menjenguknya atau sekedar mengajarkannya memasak,” jawab Royan sambil mengangkat ujung bibirnya sebagai isyarat ejekan bagi Rachel.

Panas hati yang tadi sudah mereda, kini kembali bergejolak dan membuat Rachel ingin segera mengusir semua orang dari apartment nya. Ia kira hanya ada hewan kaki seribu, ternyata ada juga manusia dengan muka seribu. Rachel masih tak habis pikir, bagaimana pria angkuh yang nampak egois itu bisa bicara dengan tenang selama kurang lebih satu jam dengan papanya.

Rachel memilih untuk membersihkan meja sesegera mungkin agar semua tanda-tanda kehadiran pria itu hilang dari ingatannya. Ia mengangkat kedua cangkir sekaligus dengan niat agar lebih cepat selesai, yang ada teh malah tumpah ke bagian depan badannya, Rachel yang ceroboh mengira kedua cangkir tersebut sudah kosong. Namun ternyata satu cangkir yang harusnya diminum oleh Royan masih berkurang separuhnya, dan membuatnya teringat kembali dengan ucapan Royan tadi, yang terus mengatakan bahwa akan mengajari Rachel memasak.

Tanpa pikir panjang, Rachel menyeruput sebagian teh yang ada di gelas yang tadi ia sajikan untuk Royan. Ia juga sambil mengingat kembali apa sebenarnya yang dimasukkannya ke cangkir tersebut, karena memang papa nya pun menghabiskan tehnya dan baik-baik saja, tidak kejang maupun menjadi gila.

Cuih. Segera setelah teh tersebut menyentuh lidahnya, Rachel sudah bisa memastikan apa sebenarnya yang membuat Royan tak ingin minum teh tersebut.

“Bagaimana rasanya bisa berubah menjadi asin,” celoteh Rachel sambil berlari menuju dapur untuk menyuci mulutnya dengan air putih.

***

“Hmmm … enak!” ucap Adel sambil terus menyendok es krim di depannya.

Rachel hanya bisa memandang teman dekatnya itu dengan tatapan bangga, kalau saja ia yang berteriak seperti itu di bistro ini, mungkin Rachel sudah sangat malu hingga tak sanggup mengangkat wajahnya. Namun, lain halnya dengan Adel yang pemicu rasa malunya sudah habis dari dalam dirinya. Awalnya Rachel tidak biasa dengan perilaku Adel tersebut, namun sekarang ia sudah sangat terbiasa dengan semuanya karena mereka sering keluar dan makan bersama di tempat-tempat baru.

Seperti hari ini Adel menemukan sebuah tempat rekomendasi dari salah satu temannya yang juga merupakan seorang selebgram. Saat pertama kali sampai pun mereka berdua langsung sepakat bahwa bisto yang mereka datangi ini sangat elegan, namun juga unik. Bagaimana tidak, saat mereka hendak memesan, para pegawai mengatakan bahwa tidak ada menu tetap di sini, mereka memiliki tema yang berbeda setiap harinya, dan beberapa event di saat-saat tertentu.

“Silakan dinikmati, Kak,” ucap seorang pelayan yang mengantarkan es krim ke-dua milik Adel.

“Makasih ya, Mbak,” jawab mereka berdua serentak.

“Del, gak kenyang? Ini makanannya aja belum nyampe,” kata Rachel.

“Tenang aja, perut aku keliatannya emang kecil, tapi isinya banyak, santai.” Adel menjawabnya sambil menepuk pundak temannya yang sudah tercengang dengan kecepatannya menghabiskan satu mangkuk es krim.

“Tadi es krimnya dibilang aneh, mirip sop buah katamu, eh sekarang malah doyan,” ujar Rachel yang juga ikut menyendok es dari mangkuk Adel.

“Lah gimana orang gak negative thinking kalo bentukannya cuma es serut, madu, sama buah-buahan aja. Mana tahu juga aku kalo ini es krim,” jawab Adel.

Tak selang beberapa lama, para pelayan mulai menaruh satu persatu bahan yang dapat dimasukan untuk Huo Guo – semacam hotpot yang berasal dari China, identik sebagai salah satu hidangan saat musim dingin. Melihat semua bahan yang sudah berjajar saja membuat mereka berdua keroncongan. Terlebih lagi saat pelayan mulai merebus satu per satu dari bahan tersebut ke dalam bumbu yang sudah mendidih. Pelayan tersebut segera mempersilakan kedua wanita yang sudah tidak bisa mengendalikan nafsu makannya tersebut.

“Enak banget parah!” Tanpa sadar Rachel yang malu-malu malah mengucapkan kata tersebut dengan lantang, membuat orang yang ada di samping kanan kirinya menoleh pada Sang pembuat kekacauan.

“Oh, begini ternyata rasanya malu punya temen alay,” ucap Adel sambil menutupi sisi samping wajahnya dengan telapak tangan.

“Gantian lah, masa iya tiap makan aku terus yang nanggung malu,” jawab Rachel santai, sambil memakan daging-daging sapi yang warnanya sudah mulai pudar terkena air panas.

Mereka berdua pun hanya fokus pada makanan yang disajikan, dan tidak menyentuh ponsel masing-masing, padahal ini masih jam makan siang, dan itu berarti tugas bisa datang kapan saja. Hari Jum’at memberi mereka berkah dengan waktu makan siang yang lebih lama daripada hari-hari lainnya, sehingga mereka bisa mencari makan siang yang lokasinya lebih jauh.

“Eh tapi aneh ya, Chel. Masa iya tadi di depan kan temanya winter in China, kenapa malah ada es krim ya?” tanya Adel yang entah sejak kapan otaknya kembali normal.

“Bener juga, kalau es krim harusnya musim panas dong. Tapi kalo musim panas, rada gak cocok sama Huo Gao nya, kan ini anget cenderung panas,” jawab Rachel juga penasaran dengan pertanyaan Adel.

Mereka pun pada akhirnya malah membahas drama China yang baru saja tamat. Entah sampai kapan mereka terus berbincang tanpa memperhatikan jam, hingga pada saatnya ponsel milik Rachel terus bergetar dan membuat percakapan mereka terganggu. Pada layar tersebut tampil nama pak Abimanyu, sehingga mau tidak mau Rachel harus mengangkatnya, dan merelakan jam makan siangnya yang berharga. Mereka mendiskusikan beberapa hal yang cukup penting sehingga Rachel harus bergegas kembali ke kantor dan memeriksa data yang dibutuhkan.

“Del, balik yuk, butuh cepet nih,” kata Rachel sambil merapikan barangnya dan bersiap pergi.

“Dadakan banget? Ini belum abis, sayang kalo gak diabisin, Chel,” jawab Adel yang malah semakin menikmati makannya, karena memang sebenarnya waktu mereka masih cukup banyak.

“Yaudah lanjutin aja, aku pake ojek online aja balik ke kantor, jangan ampe telat,” kata Rachel yang hanya dijawab ayunan tangan dari Adel.

Sejujurnya Rachel masih sangat ingin merasakan makanan yang tadi dipesannya, begitu juga es krim yang tadi dipesan oleh Adel. Sayang sekali bistro yang dikunjunginya tidak setiap hari menjual hal tersebut, dan entah kapan barang tersebut akan dijual kembali. Rachel berpikir lain kali ia ingin sekali menemui pemiliknya dan mengajukan dua menu tersebut sebagai menu tetap sehingga ia tak menyesali apa yang terjadi saat ini.

Brakkk …

“Aduh,” ujar seorang anak laki-laki di depan Rachel.

“Maafin Tante ya, Sayang. Mana yang sakit,” tanya Rachel sambil menyentuh puncak kepala anak kecil di depannya.

“Sini, Tante,” jawab pria lugu itu sambil menunjuk pada keningnya.

Rachel pun mengusap-usap kening pria mungil tampan tersebut, bagaima bisa ia menggores aset negara yang akan terbuka beberapa tahun lagi. Tentu saja Rachel sangat yakin bahwa pria mungil ini akan menjadi terkenal di kalangan wanita saat ia besar nanti. Tak lupa Rachel juga masih terus meminta maaf karena sudah abai, dan tergesa-gesa saat membuka pintu keluar.

“Tanggung jawab!” Muncul seorang pria berbadan tinggi di samping pria kecil yang tadi ia tabrak.

“Pak … Royan,” jawab Rachel yang masih tidak yakin bagaimana ini semua bisa terjadi.

“Dia luka, and you … harus tanggung jawab,” ujar Royan sambil terus menatap khawatir pada pria kecil di hadapannya. Benar saja, bagaimana Rachel bisa lupa bahwa ini adalah pria mungil yang ada di foto keluarga pak Abimanyu. Rey, Rachel ingat betul siapa namanya. Ia pun teringat bahwa ia memiliki sebuah plaster luka yang selalu ia simpan di dalam tas sebagai jaga-jaga saat kecerobohannya menjadi petaka. Setelah menyeka luka yang ada di kening Rey, ia memilih untuk segera menempelkan plaster luka bergambar bintang-bintang tersebut.

“Terima kasih, Tante,” ujar pria mungil tersebut.

No, Tante yang minta maaf ya, sudah nabrak Rey,” jawab Rachel.

“Tante kok tau nama aku Reyhan?” tanya Rey sambil menatap dalam ke mata Rachel.

“Eh tahu dong, kenalin Tante Rachel,” kata Rachel sambil mengulurkan tangannya, yang tetu saja langsung disambut oleh tangan mungil tersbut.

“Tante namanya bagus ya,” kata Rey.

Memang ini hanya sebuah pujian dari anak kecil yang bahkan tak bisa membedakan mana yang berwarna merah dan mana yang berwarna pink, tapi Rachel merasa banyak sekali kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya. Bahagia? Tersanjung? Entahlah, tapi Rachel tak bisa lagi menahan senyumnya.

Diam-diam pria tinggi besar yang tadi terus memandang Rey dengan khawatir, kini mengalihkan pandangannya pada Rachel yang tersenyum manis karena ucapan Rey. Royan tak bisa melepaskan pandangannya dari senyum manis itu, karena ia baru pertama kali melihatnya. Namun ia harus segera menyadarkan pikirannya.

“Lain kali liat jalan kalo lari,” ujar Royan langsung pada Rachel.

“Ok, maaf. Aku buru-buru nanti aku tanggung jawab,” jawab Rachel yang kembali mengambil tasnya dan menautkannya ke pundak. Tak lupa ia kembali mengelus puncak kepala Rey, dan mengucapkan maaf sekali lagi.

“Jalannya macet, percuma kalo naik ojek online,” kata Royan memotong.

“Mampus ….” Jawab Rachel dengan nada yang cenderung rendah.

“Yok, aku ant ….” Belum sempat Royan melanjutkan kata-katanya, seorang wanita sudah memotong ucapannya terlebih dahulu.

“Siapa Roy?” kata wanita berambut curly dan berwarna merah menyala. Rachel memandangnya lekat-lekat, dan otaknya secara otomatis menghitung estimasi dari outfit yang dikenakan wanita di hadapannya ini, wow lima ratus juta, ujar Rachel dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status