Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.
Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
“Bisa lebih cepet gak sih!” ujar seorang pria dengan nada tinggi.Tanpa sepengetahuan pria itu, kini ia sudah menjadi pusat perhatian banyak pasang mata. Tentu saja badannya yang menonjol dari sebagian banyak orang menjadikannya lebih mudah terekspos walaupun berada di ujung ruangan sekalipun.“Mohon maaf, Bapak. Tapi memang antreannya panjang,” jawab seorang wanita bertubuh kurang dari separuh pria tersebut.“Kan kerjanya bisa lebih cepat sedikit, udah tahu antreannya panjang, lelet banget!” kata pria itu sambil menggebu-gebu.Dua penjaga yang ada di depan pintu masuk pun berlari ke arah sumber keributan, karena sudah sangat mengganggu kenyamanan nasabah lainnya. Namun setelah sampai di titik keributan, yang ada penjaga tersebut malah pergi ke arah wanita kurus di belakang meja.“Mbak, aduh kok bisa ini tadi Bapaknya ada di antrean,” ujar seorang security.“Lah tadi yang kasih n
Pintu di hadapan Rachel terbuka lebar-lebar, jika halaman tadi ia ibaratkan pintu surga ini adalah salah satu “brankas”-nya surga. Bagaimana tidak, bahkan tempat abu rokok yang ada di ruangan ini jika ditimbang dan dijual, sudah bisa mendapatkan satu rumah. Belum lagi lemari buku yang nampak klasik itu, mungkin ini adalah salah satu warisan turun temurun dari nenek moyang, nenek, dari neneknya, entah sudah berapa generasi.Buku-buku berjajar rapi membentuk sebuah garis lurus, sebuah chandelier menggantung pasti di langit-langitnya yang tak kalah mewah. Seorang pria sudah menunggunya di ujung meja, badan lelaki itu membelakangi Rachel, dan seklias cahaya lampu mengungkapkan rahasia di balik rambut yang hitam legam tersebut. Sekretaris pribadinya membisikan beberapa hal sampai akhirnya beliau membalikkan badannya. Ia tersenyum sekilas, dan menimbulkan garis-garis halus di tepian mata, namun itu semua tak mengurangi betapa tegas tulang wajahnya.“Selamat
Aneh, tangannya yang besar dan dingin, mengapa terasa sangat hangat. Rachel masih merenungkan apa yang baru saja terjadi, semua seakan berjalan dengan cepat padahal baru saja mereka bertemu di depan pintu, kini pria tinggi tersebut sudah duduk bersama papanya di sofa. Tepat saat mamanya ‘memergoki’ mereka berdua di depan pintu dengan kondisi yang sulit dijelaskan, hal mengejutkan juga kembali terjadi, ternyata papa Rachel mengenali Royan.“Saya tidak menyangka betermu Bapak di sini,” ucap Royan dengan nada sopan membuat Rachel merinding. Apa benar ia orang yang sama dengan pria angkuh tukang bentak-bentak, batin Rachel.“Saya juga loh Pak Royan, jujur saya kaget kok bisa Pak Royan bareng istri dan anak saya,” jawab papa Rachel dengan nada santai, seperti mereka sudah sering bertemu. Mereka pun melanjutakan obrolan santai di sofa sambil sesekali tertawa renyah, membuat Rachel semakin bingung dengan kondisi saat ini, sampai ia
Sejak awal pertemuan saja nyali Rachel sudah menciut, apalagi sekarang dengan santainya pria yang ada di depan Rachel malah menawarkan tumpangan. Kini wanita berambut curly tersebut semakin memandang Rachel dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Royan tadi saat memilih untuk memberikan tumpangan pada Rachel padahal di sampingnya ada wanita yang ia anggap adalah pacar Royan."Yuk!" ajak Royan."Nggak usah Pak, saya naik ojek online aja, pasti ada kok," tolak Rachel."Tetep aja bakalan lama, ini daerah macet kan, dan liat di sekitar sini nggak ada ojek online yang mangkal," jawab Royan.
Brigita melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang tepat berada di ujung lorong, emosinya masih meluap-luap sejak ia menjumpai wanita asing naik ke mobil mantan tunangannya, Royan. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Royan tidak memilihnya, bahkan kini perlahan pria itu malah mencampakannya. Seandainya waktu itu Gita tidak melakukan kesalahan fatal yang dibenci oleh Roy, mungkin saat ini ia masih lancar mempersiapkan pernikahan mereka sambil memandangi tempat-tempat indah untuk pergi honeymoon.Kursi empuknya tidak bisa lagi ia gunakan untuk menenangkan diri, bayangan Roy dengan wanita itu masih saja menghantui Gita setiap detiknya. Ingin sekali rasanya Gita menelpon Roy dan menanyakan siapa sebenarnya wanita itu, dan apakan dia alasan Roy meninggalkan Gita dengan dalih membenci kebiasaan yang dimilikinya. Sebagai orang yang ambisius, Gita tidak akan pernah bisa membiarkan apa yang menjadi miliknya malah direbut oleh orang lain tepat di depan mat