18+ Semua berawal dari kejadian yang mengharuskan Rachel berurusan dengan pria angkuh namun berwajah malaikat. Pria angkuh bernama Royan tersebut pada akhirnya kini menjadi suaminya, walaupun ia juga yang membuat Rachel kehilangan pekerjaannya sebagai customer service. Hidup Rachel semakin tak tertebak arahnya, saat ia mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ibu dari seorang pria kecil tampan bernama Reyhan. Banyak orang mengira bahwa pria yang memiliki segudang harta tersebut tidak benar-benar mencintai Rachel, dan hanya menjadikan Rachel sebagai pelarian dari tunangan yang dibencinya saat itu. Hal tersebut semakin terasa nyata mengingat hingga hari ini pun, ibu Royan belum merestui hubungan mereka. Lalu apa alasan sebenarnya dari pernikahan mereka? Apakah kehidupan pernikahan mereka akan berjalan lancar? Bagaimana perasaan Royan yang sebenarnya pada Rachel? Mari cari tahu jawabannya!
View More“Bisa lebih cepet gak sih!” ujar seorang pria dengan nada tinggi.
Tanpa sepengetahuan pria itu, kini ia sudah menjadi pusat perhatian banyak pasang mata. Tentu saja badannya yang menonjol dari sebagian banyak orang menjadikannya lebih mudah terekspos walaupun berada di ujung ruangan sekalipun.
“Mohon maaf, Bapak. Tapi memang antreannya panjang,” jawab seorang wanita bertubuh kurang dari separuh pria tersebut.
“Kan kerjanya bisa lebih cepat sedikit, udah tahu antreannya panjang, lelet banget!” kata pria itu sambil menggebu-gebu.
Dua penjaga yang ada di depan pintu masuk pun berlari ke arah sumber keributan, karena sudah sangat mengganggu kenyamanan nasabah lainnya. Namun setelah sampai di titik keributan, yang ada penjaga tersebut malah pergi ke arah wanita kurus di belakang meja.
“Mbak, aduh kok bisa ini tadi Bapaknya ada di antrean,” ujar seorang security.
“Lah tadi yang kasih nomer siapa? Lagian kan emang harus antre, Pak.” Wanita itu tak menggubris sang security dan masih terus menjalankan pekerjaannya.
Nasabah yang ada di hadapannya pun juga nampak tertarik, karena memang ia terlebih dulu mengantre daripada pria yang tadi berteriak. Security itu pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil menggelengkan kepala dan berjalan ke arah wanita customer service itu.
“Mbak, ini anggota prioritas,” bisik security itu.
Wanita berkulit putih itu pun langsung menaikan pandangan menuju pria yang tadi meneriakinya. Wajahnya masih terlihat sangat berapi-api, menyusul kesialannya nampak seorang wanita yang berjalan cepat ke arah tempat kejadian perkara itu. Rambutnya yang dicepol rapi masih tetap berkilau walaupun ia baru saja setengah berlari untuk menyelamatkan kehidupan banyak orang.
Ia pun segera menuju ke arah pria angkuh tersebut, dan membisikan sesuatu pada salah satu penjaga yang ada di dekatnya. Tak lama, pria angkuh tersebut berjalan mengikuti arahan dari wanita yang baru saja menghampirinya.
“Mbak Rachel, nanti jam istirahat di pangil Bu Santi di ruang meeting,” ujar security yang tadi mendapat pesan.
Mampus, pasti kena siding ‘Mak Lampir’ hari ini, batin Rachel dalam hati. Ia pun melanjutkan aktifitasnnya yang sempat terhenti karena kedatangan tak terduga dari tuan muda kaya raya yang ingin menjelma menjadi rakyat jelata.
--
“Sial!” umpat Rachel sambil menendang bangku yang ada di hadapannya.
“Sabar, Chel. Kenapa sih, sini-sini cerita jangan asal tending dong, itu bangku keliatannya murah tapi cicilannya belom kelar nih,” ujar Adelia yang sekarang sudah nampak nyaman di atas kasur dengan baju tidurnya.
“Sorry,” jawab Rachel singkat.
Adel masih sangat bingung dengan temannya satu ini, karena ia tak berbicara sedikit pun tentang masalahnya. Tadi saat mereka closing, Rachel tiba-tiba menghampirinya ke meja teller sambil menampakkan wajah kusut, lemah, letih, lesu, seperti vampire yang kekurangan darah. Rachel juga mengatakan bahwa ia ingin menginap satu hari di kosan Adel, dan memang itu sudah sering terjadi, apalagi saat weekend seperti ini.
Rachel yang notabene anak rantau, tentu saja tidak bisa sering bertemu dengan keluarganya, begitu juga dengan Adel. Karena mereka sama-sama anak rantau mungkin itulah salah satu alasan untuk memahami satu dengan lainnya. Jika Rachel sudah memutuskan untuk menginap di tempat Adel, itu berarti ia sedang memiliki masalah besar, dan tidak ingin memendamnya seorang diri.
“Kenapa sih cantik, lagi weekend gini kok malah nekuk sih wajahnya,” kata Adel menggoda.
“Abis dimarahin Mak Lampir,” jawab Rachel.
Mereka berdua memang benar-benar memahami satu sama lain, dan terbiasa memanggil atasan mereka dengan sebutan tertentu, sebagai ‘kode rahasia’. Mak lampir untuk kepala sie operasional, yang merupakan atasan Rachel dan juga sekaligus atasan Adel.
“Oh ya? Why? Karena salah input lagi atau gimana?” Adel menyahuti sambil bermain ponsel.
“Berantem sama nasabah prioritas,” jawab Rachel yang malah asik bermain dengan kukunya.
“What?” Adel membenarkan posisi duduknya, dan menaruh ponsel. “Kok bisa ketemu nasabah prioritas? Kan gak mungkin nasabah prioritas antre lewat CS,” kata Adel melanjutkan.
“Udah gak waras emang dia, Del. Sok-sokan mau merakyat tapi malah bikin masalah, nyusahin orang lain banget sumpah,” ucap Rachel menggebu-gebu. Rachel masih sangat kesal dengan kejadian tadi siang. Berkat Tuan Muda itu, ia harus mengorbankan jam makan siangnya yang berharga.
“Then, Mak Lampir kenapa malah jadi marahnya ke kamu?” tanya Adel.
“Ya kan aku gak ngerti Del dia nasabah prioritas, jadi ya malah `ku cuekin lah dan lanjut kerjaan juga, orang di depan meja masih ada nasabah yang nungguin,” jawab Rachel.
“Terus?” Adel yang nampak tertarik, kini sudah menghadap ke arah Rachel dengan menyilangkan kedua kakinya di atas kasur.
“Pewe banget, Neng, berasa didongengin.” Rachel mencibir.
“Ya kan akunya jadi kena omel sama Mak Lampir karena gak hafal sama nasabah mana yang prioritas, dan ya ….” Rachel menaikan alisnya.
“Kok kentang, terus gimana Rachel astaga,” sahut Adel.
“Aku diancam sih lebih tepatnya sama beliau, katanya mau dipindah buat jadi customer advisor-nya nasabah prioritas,” ucap Rachel dengan nada yang semakin pelan.
Adel memilih diam, dan hanya menepuk ringan pundak Rachel. Ada baiknya berbagi cerita satu sama lain, dan mengumpat bersama, daripada harus memendamnya sendiri, dan akan menjadi luka sedikit demi sedikit.
Dengan begini Rachel dapat meringankan beban yang ada di pundaknya, begitu pula saat nanti Adel merasakan kesedihan, mereka akan terus bersama walaupun hanya sekedar berbincang kecil, santai maupun hanya untuk makan bersama. Jika ditanya siapa orang yang paling mengerti Rachel, mungkin ia akan mengatakan bahwa temannya inilah yang paling mengerti semua sisi dirinya.
--
Setelah menghabiskan malam untuk healing bersama Adel, ia memutuskan untuk kembali ke apartment nya. Karena orang tuanya yang tidak ingin anak semata wayangnya tersiksa, ia memiliki nasib yang lebih baik daripada sebagian besar temannya. Hidup di apartment, makan enak tidak peduli tanggal, atau bahkan ia bisa belanja kebutuhannya tanpa harus melihat label harga terlebih dahulu.
Namun di lain sisi, tentu saja hal ini sangat mengganjal, jauh di dalam dirinya ia ingin menjadi anak mandiri yang tidak menyusahkan orang lain. Banyak hal yang ingin Rachel rasakan, seperti senangnya saat memanen tabungan, atau bahkan hanya sekedar membeli barang dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Orang lain mungkin menganggapnya kurang syukur, namun itulah yang sebenarnya ia rasakan.
Ranjang empuk dengan selimut berwarna cerah, seakan menyambutnya yang sudah lelah semalaman berbaring di atas lantai kos Adel. Tentu saja harus begitu, karena memang kasur Adel adalah single bed, dan berarti hanya muat untuk satu orang saja. Lain halnya dengan ranjang Rachel yang agaknya bisa digunakan untuk berbaring tiga sampai empat orang dewasa.
“Hallo,” kata Rachel yang mengangkat teleponnya.
“Hallo, Chel kemana aja, kemarin malam mama telepon gak diangkat,” ujar mamanya di seberang telepon.
“Aduh maaf ma, Rachel kemarin nginep di tempat Adel dan lupa bawa cas jadi low battery,” jawab Rachel asal-asalan karena memang ia sengaja mematikan ponselnya semalam agar lebih menikmati healing time bersama Adel.
“Kenapa ma?” tanya Rachel.
“Gak sih, mama cuma mau kasih kabar, mungkin minggu depan mama sama papa main ke sana, ya?” jawab mama Rachel.
“Ok Ma, nanti Rachel kirimin aja tiketnya,” kata Rachel.
“Gampang itu, udah dulu ya mama lagi masak ini, nanti telepon lagi,” jawab mama Rachel, dan langsung disetujui olehnya.
Belum sempat Rachel berbaring di atas kasurnya yang tampak menggoda, satu lagi notifikasi dari orang yang pasti akan menghancurkan mood-nya hari ini. Sebuah berkas masuk dan jelas dicantumkan bahwa Rachel Mondy kini dipindah tugaskan pada bagian Customer Advisor khusus untuk nasabah prioritas. Entah ia harus senang atau sedih, karena memang itu berarti ia sudah naik tahta, namun ini juga merupakan hukuman baginya dari Mak Lampir karena Rachel harus menghafal nasabahnya satu persatu, mulai dari seluk beluk, hingga kebiasaanya.
--
“Siap, Neng?” tanya salah satu pegawai yang kini telah berada di belakang kemudi.
“Duh deg-degan, Pak Asep,” kata Rachel sambil memegang dadanya.
“Ini pertama, Neng. Nanti kalau udah biasa malah seneng kayak gini, bisa muter-muter liat rumah bagus, belum lagi kadang ada yang disuguhin cemilan enak,” jawabnya seraya mengemudi.
“Bapak udah hafal semua?” tanya Rachel.
“Aduh, udah di luar kepala kayaknya, Neng. Jangan kaget kalau missal ada yang baik dan baiknya kebangetan. Ada yang cuek, cueknya kebangetan, gak usah diambil pusing ya, Neng.” Pak Asep memberikan isyarat melalui kaca spion yang mengarah ke Rachel.
Benar saja apa yang dikatakan Pak Asep, baru saja rumah pertama namun sudah seperti istana. Bagi Rachel rumahnya sudah termasuk besar, namun ini seperti lima kali lipatnya, dan yang menarik semua serba putih. Bunga mawar putih berdampingan damai dengan melati tumpuk yang warnanya tak kalah putih, di tengahnya terdapat air mancur yang tepiannya sudah tak terlihat karena rimbunnya dedaunan.
Dengan langkah berat Rachel mulai menemui penjaga pintu utama, dan menyampaikan kebutuhannya di tempat mewah ini. Ia pun diantarkan menuju ruang seseorang yang sudah menantinya. Melewati lorong yang juga didominasi warna putih, dan emas membuatnya terlena hingga lupa untuk menjaga penampilan yang sudah dipersiapkannya sejak tiga jam yang lalu. Di tengah jalan, asisten tersebut berhenti dan menyapa seorang wanita paruh baya. Rambutnya dipotong sebahu, dan berwarna hitam legam, dari tampilannya saja, Rachel menyebutnya bau semerbak dollar.
“Siapa?” ucap wanita tersebut.
“Selamat pagi, Bu. Perkenalkan, saya Rachel customer advisor baru,” jawab Rachel yang lebih gugup daripada saat sidang skripsi.
“Oh oke. Masuk aja langsung ke ruang biasa,” ucapnya pada sang asisten.
Seketika Rachel hanya menunduk dan terus memikirkan apa yang akan terjadi padanya hari ini, itu tadi baru istrinya, dan ia harus menghadap suaminya yang pasti empunya rumah ini dan seisinya. Namun, saat ia mendongkrakan kepalanya, sebuah bingkai besar menyita perhatiannya. Ayah, Ibu, seorang anak lelaki yang menggendong bayi, terpotret rapi di dalamnya, aura dari foto itu sendiri tidak main-main, sudah dipastikan, harta mereka tidak akan habis selama tujuh turunan.
Satu hal yang baru disadari oleh Rachel, pria yang menggendong bayi tersebut, nampak tidak asing. Benar saja, ia baru saja berjumpa dengannya, pria yang membuat Rachel harus menjadi seperti ini. Tentu saja Rachel tak akan lupa, pada Tuan Muda berkemeja hitam dan tak tahu diri itu. Takdir macam apa lagi yang sudah direncanakan Tuhan untuk Rachel, hingga ia harus kembali berurusan dengan pria gila itu.
Semua hanya di simpan erat-erat oleh Rachel, karena kini pintu kayu jati telah terbuka, Rachel harus tetap professional dan mempertahankan harga dirinya. Setelah masuk ke ruangan Rachel dapat melihat seorang pria membelakangi dirinya, dan ia hanya bisa membeku di tempatnya sekarang berdiri.
Rachel mengira dengan dirinya datang ke acara tersebut semua akan berjalan seperti biasa. Toh ini juga bukan sekali dua kali ia menghadiri acara serupa. Namun, jauh di depan sana, ada hal yang sangat Rachel sesali setelah memutuskan untuk datang ke rumah Rara hari ini. Kecanggungan juga masih jelas terasa di antara jarak yang memisahkan Mike dan Rachel setelah percakapan sebelumnya."Sebentar lagi kita masuk ke pekarangan rumah Bu Rara. Saya mohon maaf tidak bisa menunggu karena sedang ada pekerjaan lain. Tolong nanti segera kabari saya, Bu Rachel." Mike memecah keheningan dengan menyampaikan informasi yang sebenarnya Rachel juga sudah mengetahuinnya.Rachel hanya mengangguk tanda setuju, ia juga tidak ingin merepotkan Mike dengan membuatnya menunggu di sini. Karena ia pun tahu bahwa saat ibu-ibu sosialita ini berkumpul, tak akan cukup satu dua jam menyelesaikannya. Pekarangan rumah Bu Rara memang tidak semegah rumah ibu-ibu yang lain, namun tak kalah indah dengan milik Rachel. Bunga
Setelah kepindahan mereka ke rumah baru, seperti dugaan semua berjalan lancar. Royan dan Rachel bisa lebih mengendalikan waktu mereka sehari-hari. Sesekali keduanya juga mengunjungi Abimanyu dan Tiara. Semua seakan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran apalagi tangisan Rachel yang biasanya terus mengalir saat masih di apartmen."Babe, aku harus ke luar kota lumayan lama." Royan membuka pembicaraan mereka di meja makan."Ada urusan penting, Mas?" tanya Rachel yang masih sibuk menyiapkan sarapan sambil mendengarkan Royan."Iya, mau ada proyek baru di luar pulau. Semuanya aman sih, cuma emang ada aja yang cari masalah. Jadi Mas harus ke sana sendiri," jawab Royan menjelaskan."Oh, yang mau ada proyek besar itu. Kemarin ibu-ibu juga banyak yang bilang kalo suaminya pada pulang telat karena ada proyek baru. Aku udah pede banget nih karena Mas masih di rumah. Eh ternyata sama aja nasibnya, haha." Rachel bercanda untuk memastikan pada Royan ia akan baik-baik sa
Wajah yang tadi penuh harapan kini berubah seketika saat ia melihat hanya ada satu garis pada benda pengukur kehamilan itu. Dunia Rachel seakan runtuh sekali lagi, karena ia tadi sudah sangat berharap untuk melihat dua garis di sana. Dari luar kamar mandi, Royan mendengar sayup-sayup tangisan Rachel, dan sudah bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Dengan secepat kilat, ia segera masuk ke dalam, dan menemukan Rachel yang sedang terduduk lemas di lantai serta masih memegang erat benda putih tersebut."Mas, kapan aku bisa hamil," isak tangis Rachel membuat kata-katanya terbata."Sabar. Dia bakal datang kalo udah waktunya, Chel. Semua udah ada yang atur, toh kita juga udah usaha." Royan menenangkan istrinya."Tapi aku juga pengen bahagiain Mas Roy," katanya sekali lagi."Siapa bilang kamu belum bahagiain aku? tiap hari aku udah bersyukur kamu ada di sini, Chel. Yang penting kamu sehat, happy, dan nggak terterkan, Mas udah seneng banget," jelas Royan
Setelah mendengar kabar bahwa Papanya akan dioperasi hari ini, Royan segera bergegas menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan oleh Tiara melalui telepon. Suara mamanya itu nampak khawatir dan juga sedang terdengar menangis. Royan semakin laju mengemudikan mobilnya, membelah ramainya Ibu Kota berharap bahwa mereka bisa sampai di sana sebelum operasi berlangsung. Kemarin saat mereka mengunjungi rumah utama, Royan sudah menanyakan hal tersebut pada Abimanyu, dan papanya itu mengatakan bahwa sudah ada jadwal operasi minggu depan.Entah apa yang terjadi, kini papanya sudah berada di sana dan bersiap untuk operasi darurat. Rachel yang baru merasakan hal ini iku terkejut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Tadi saat di taman, ia bersegera mengemasi barang bawaan mereka dan menggendong Reyhan tanpa membangunkannya. Karena jika anaknya itu mengetahui kondisi Opanya yang sedang serius, bisa saja ia malah menangis tak tertahankan. Dalam hati Rachel terus berdoa pada tuhan agar memberi
Royan memarkirkan mobilnya sembarangan di halaman rumah utama, ia melihat bahwa mobil yang biasanya dikendarai oleh Mike juga berada di sana. Royan masuk dengan terburu-buru membuat para pekerja yang menyapanya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya semakin cepat menuju ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul. Benar saja, Rachel, Rey, Tiara, Abimanyu, dan juga Mike ada di sana. Entah apa yang dilakukan pria itu bersama mereka, namun biasanya ia sama sekali tak pernah bergabung saat keluarga besarnya sedang bersama."Malem, Ma, Pa." Royan masuk dan langsung menyapa kedua orang tuanya."Udah sampai, Roy. Duduk dulu, abis ini kita makan bareng," kata Tiara."Oke, Ma. Royan mau ganti baju dulu sama beres-beres gerah banget ini," kata Royan memberikan kode untuk Rachel agar mengikutinya ke kamar atas."Rachel ke atas juga ya, Ma. Mungkin Mas Roy lagi butuh bantuan," pamit Rachel pada kedua mertuanya, dan diberikan persetujuan oleh Tiara.Rach
"Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk," kata Reyhan yang sudah berlarian menuju Royan."Gimana kalo akhir minggu? Papa hari ini pengen istirahat banget," rayu Royan."Oh, Papa lagi capek ya? Yaudah kalo gitu, nanti aja kalo Papa udah nggak capek," jawab Rey pengertian.Rey segera berlari kembali menuju kamarnya, kini ia sudah tidak mau tidur bersama Rachel dan Royan, dan bahkan dengan suka rela langsung menuju kamarnya sendiri. Rachel sadar bahwa keinginan anaknya kembali ditolak oleh Royan, melihat bagaimana reaksinya tadi sepertinya Royan kembali menjanjikan hari lain karena sedang sibuk. Sebenarnya Rachel juga ingin membujuk suaminya itu demi Rey, tapi apa daya jika sudah masuk dalam kesibukan, Royan tidak akan bisa lepas.Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang spesial selain Rachel yang kini sudah seperti boneka berjalan. Mengantarkan Rey di pagi hari, kembali dan membersihkan rumah, lalu setelahnya ia akan menghadiri bebe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments