Sejak awal pertemuan saja nyali Rachel sudah menciut, apalagi sekarang dengan santainya pria yang ada di depan Rachel malah menawarkan tumpangan. Kini wanita berambut curly tersebut semakin memandang Rachel dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Royan tadi saat memilih untuk memberikan tumpangan pada Rachel padahal di sampingnya ada wanita yang ia anggap adalah pacar Royan.
"Yuk!" ajak Royan.
"Nggak usah Pak, saya naik ojek online aja, pasti ada kok," tolak Rachel.
"Tetep aja bakalan lama, ini daerah macet kan, dan liat di sekitar sini nggak ada ojek online yang mangkal," jawab Royan.
"Roy! halo! aku di sini juga nih, mau pesen," kata wanita tadi menyela perbincangan Royan dan Rachel.
"Ya situ pesen dulu, Git." Royan melepaskan tangan Gita yang tadi menggapainya.
Rachel semakin bingung dengan apa yang harus diperbuatnya, memang ini adalah kawasan macet yang berarti tidak banyak ojek online berada di sekitar sini. Namun di sisi lain ia tak enak hati dengan wanita yang ada di samping Royan, karena memang ia takut akan terjadi salah paham. Dari kejauhan Adel melihat sahabatnya yang nampak sedang kebingungan, makanan yang harusnya ia habiskan, kini sudah tergeletak pasrah di atas meja, dan Adel lebih memilih untuk menyelamatkan temannya yang lugu itu.
"Rachel yuk balik, aku udah selesai kok," ujar Adel yang langsung menyambar tangan Rachel.
"Eh ... iya, mari Pak, saya duluan," kata Rachel yang tubuhnya sudah ditarik paksa oleh Adel.
Royan menatap dua wanita aneh yang sudah berjalan menuju parkiran tersebut, padahal ia berharap dapat mengantar Rachel, dan meninggalkan Brigita di sini. Sejujurnya sejak tadi ia sudah muak dengan kelakuannya yang minta ini dan itu, bahkan Roy yakin anaknya sudah kelelahan karena harus mengikuti wanita itu berkeliling mall sejak tadi.
"Pah, Rey laper." Rengekan anaknya kini sudah membuyarkan pikiran Royan.
"Iya kan, Roy. Bukan cuma aku yang laper, Rey juga. Lagian kamu kenapa banget sih ngebet mau nganterin cewek yang entah asalnya dari mana," cecar Brigita.
"Udah lah, Git. Aku capek ya dari tadi seharian ngikutin kamu kemana-mana. Kalo ngomong juga dipikir dulu, dari mana kamu ngerti aku gak kenal sama dia? Gak ada hak juga kamu ngatur aku Git, kamu udah bukan tunangan aku, jadi tolong diinget lagi," jawab Royan yang langsung meninggalkannya pergi.
***
Masih sama seperti hari-hari biasanya, ujung minggu adalah hari yang membahagiakan dan sekaligus menjadi hari yang melelahkan. Banyak nasabah prioritas yang menarik hartanya atau mendepositkan harta yang sudah dikumpulkannya selama seminggu penuh. Tentu saja Rachel juga harus sedikit bersyukur karena setidaknya pekerjaannya saat ini tidak seberat saat ia dulu ditugaskan pada customer service.
Langkah Rachel sudah mulai gontai saat memasuki lift menuju apartmennya, tas yang dari tadi ia jinjing rasanya semakin berat. Saat pantulan bayangan dari pintu lift mencerminkan dirinya, Rachel yakin bahwa saat ini wajahnya sudah menjadi tambang minyak.
"Duh, kaya nih kalo bisa jual minyak," gerutu Rachel dengan nada ringan.
"Tante jual minyak?" tanya seorang pria mungil di samping Rachel.
Tentu saja Rachel reflek menarik dirinya ke samping karena ia tak tahu bahwa di sampingnya sudah ada pria mungil berwajah tampan yang menatapnya lekat-lekat. Rey masih terus memandangi Rachel yang masih kaget dengan keberadaannya padahal tadi Rey masuk bersamanya. Pria mungil itu sebenarnya sudah berniat menyapa Rachel sejak tadi, namun nampaknya wanita itu terlalu sibuk memandangi wajahnya, sehingga membuat Rey merasa tidak enak untuk mengganggunya.
"Astaga, kapan Rey masuk lift?" tanya Rachel yang masih nampak kaget.
"Bareng sama Tante," jawabnya polos.
"Kok tante gak liat ya," telaah Rachel.
"Tante sibuk liatin kaca dari tadi." Rey menatap Rachel yang masih nampak bingung.
Lift pun sudah sampai di tujuan mereka, dan tentu saja mereka keluar di lantai yang sama, karena Rachel yakin Rey akan berkunjung ke apartment Royan yang notabene ada di depan unit nya.
"Jadi, Tante pengusaha minyak?" tanya Rey yang sekali lagi memastikan.
"Aduh nggak gitu, Rey. Tadi tante cuma berandai-andai," kata Rachel mencari alasan.
"Tapi minyak emang bisnis yang menguntungkan loh tante," jawab Rey. Tentu saja jawaban tersebut membuat Rachel berpikir seribu kali, bagaima bisa seorang anak kecil yang berusia enam tahun mengatakan suatu hal mengenai bisnis.
"Oke nanti Tante pikir lagi ya," tutup Rachel.
Mereka berdua pun berjalan sambil bergandengan tangan, entah mulai kapan Reyhan sudah menggandeng tangan wanita itu. Pria mungil itu terus mengikuti langkah Rachel yang semakin cepat, karena perbedaan besar antara langkah kaki mereka. Terlihat seorang pria bertubuh tinggi yang juga tak kalah tampan dari anak yang ada di samping Rachel.
"Kok udah naik duluan," ujar Royan dengan nafas yang terengah-engah.
"Bareng Tante Rachel," jawab Rey yang masih menggandeng tangan Rachel.
Royan yang memandang hal tersebut berpendapat bahwa pemandangan yang ia lihat sekarang sangat menggemaskan. Setelah dipikir-pikir pun selain mamanya, Rachel adalah wanita yang bisa cepat akrab dengan Rey, bahkan sampai menggandeng tangannya. Lilly saja tidak pernah merasakan hal tersebut, batin Royan.
"Yaudah yuk balik," kata Royan sambil mengulurkan tangannya.
"Tante Rachel juga," jawab Rey yang juga memberikan tangannya yang kosong pada Royan.
Mungkin jika ada orang yang melihat mereka, ia akan berpendapat bahwa mereka adalah keluarga kecil bahagia, yang baru saja menjeput putra tampannya pulang dari sekolah. Rachel sendiri juga semakin salah tingkah padahal ia sendiri juga tak tahu karena apa. Mereka masih berjalan bersama di lorong, sambil tertawa karena obrolan kecil mereka, hingga sampai pada ruang masing-masing dan berarti Rey harus melepaskan genggamannya.
"Say thank you," kata Royan.
"Terima kasih Tante Minyak," kata Rey pada Rachel yang kini sudah bingung dan menahan tawanya.
"Kok Tante Minyak?" tanya Royan yang juga sambil menahan tawanya.
"Tadi Tante katanya mau jualan minyak Pa, biar kaya." Royan mengalihkan pandangannya pada Rachel yang sudah menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa.
Rachel pun berpamitan untuk masuk terlebih dulu, dan disusul keduanya yang sudah membuka pintu mereka. Setelah semua kejadian itu Rachel merasa bahwa penat yang ada di kepalanya, dan beban yang ada di pundaknya sudah menghilang. Badannya terasa ringan, dan kini senyum merekah di wajahnya karena candaan Rey soal pengusaha minyak. Namun tiba-tiba Rachel terpikirkan sesuatu yang tadi sempat ia lewatkan. Otaknya kembali berputar sambil membersihkan make up di wajahnya.
"Tadi masa iya Rey manggil Royan, Pa?" gumam Rachel dengan suara lirih.
Ah, gak mungkin -- batin Rachel.
Brigita melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang tepat berada di ujung lorong, emosinya masih meluap-luap sejak ia menjumpai wanita asing naik ke mobil mantan tunangannya, Royan. Ia masih belum dapat menerima kenyataan bahwa Royan tidak memilihnya, bahkan kini perlahan pria itu malah mencampakannya. Seandainya waktu itu Gita tidak melakukan kesalahan fatal yang dibenci oleh Roy, mungkin saat ini ia masih lancar mempersiapkan pernikahan mereka sambil memandangi tempat-tempat indah untuk pergi honeymoon.Kursi empuknya tidak bisa lagi ia gunakan untuk menenangkan diri, bayangan Roy dengan wanita itu masih saja menghantui Gita setiap detiknya. Ingin sekali rasanya Gita menelpon Roy dan menanyakan siapa sebenarnya wanita itu, dan apakan dia alasan Roy meninggalkan Gita dengan dalih membenci kebiasaan yang dimilikinya. Sebagai orang yang ambisius, Gita tidak akan pernah bisa membiarkan apa yang menjadi miliknya malah direbut oleh orang lain tepat di depan mat
Suasana makan malam di keluarga Abimanyu semakin terasa dingin setelah Royan dengan santainya mendeklarasikan bahwa ia memang sudah memiliki wanita lain di hatinya. Walaupun hati Eva serasa bergemuruh, namun ia tidak bisa melakukan apapun karena suaminya nampak menyetujui hubungan tersebut. Tanpa disangka malaikat kecil yang menyayangi Oma nya juga ikut berpendapat tentang kisah cinta papanya.“Tante Rachel baik banget loh, Opa. Kemarin Rey ditolongin naik lift,” kata pria mungil tersebut.“Kok bisa ditolongin sama Tante Rachel, emang Rey mau ke mana?” tanya Abimanyu penasaran.“Mau pulang. Tante Rachel rumahnya pas ada di depan rumah kita. Iya kan, Pa?” jawab Rey dengan polos.“Ya!” sahut Royan singkat.Bagai jatuh tertimpa tangga, saat ini Eva tidak lagi memiliki kekuatan untuk berdebat, ataupun hanya sekedar menanggapi obrolan dari suami, anak, dan cucunya tersebut. Ia masih belum bisa men
Reyhan masih terus mengusap pipi Rachel yang sudah basah karena air matanya. Ia bahkan tak mengenal mamanya Rey, tapi entah mengapa membayangkan pria kecil, dan tampan ini harus hidup tanpa seorang ibu, membuat hati Rachel sakit.“Tenang aja, Tante. Rey masih punya Papa kok,” kata pria kecil itu menenangkan Rachel.“Papanya Rey sekarang di mana?” jawab Rachel yang sudah mulai merasa baik.“Lah, kan Tante yang tahu duluan kalo Papa lagi ke luar kota,” ujar Rey yang kembali sibuk mengunyah camilan cokelat nya.Rachel dengan susah payah memahami apa yang sedang terjadi saat ini, bahkan jiwanya yang baru saja kembali kini entah pergi kemana lagi. Secara spontan berbagai potongan kejadian memaksa masuk ke kepala kecil Rachel. Hari dimana Rey memanggil Royan dengan sebutan ‘Pa’ kembali teringat olehnya. Rachel sebenarnya bukan tipikal orang yang bodoh, namun entah mengapa akhir-akhir ini otaknya tidak bisa mencern
Beberapa hari setelah Royan menitipkan anaknya, Rachel belum lagi bertemu dengan kedua pria tampan tersebut. Entah kenapa hatinya sekarang mudah resah sejak bertemu Royan dan Rey, ibarat medapatkan promo buy 1 get 1. Rachel merasa bahwa kini ia memiliki alasan untuk pulang ke rumah, yang dulu hanya seperti tempat singgah untuknya.Dalam hatinya masih ada rasa khawatir jika Royan enggan menitipkan Rey lagi padanya karena insiden cokelat kemarin. Di sisi lain, Rachel juga merasa bersalah karena tidak menanyakan terlebih dahulu pada Roy tentang makanan yang bisa dikonsumsi anaknya. Benar juga anaknya …. Kadang Rachel masih lupa kalau Royan bukan paman Rey, tapi papanya.Saat weekend seperti ini, biasanya ia akan berbaring di kamar Adel sambil memainkan ponselnya, atau sekedar berbincang ringan dengan temannya tersebut. Benar juga, setelah dipindahkan posisi, Rachel lebih sering bekerja ke luar kantor untuk menemui pada nasabah prioritas. Ia jarang
Setelah pertemuan tak terduga dengan keluarga Abimanyu minggu kemarin, hidup Rachel kini semakin tak bisa ditebak arahnya. Akhir minggu biasanya ia habiskan dengan berbaring di atas kasur, entah sejak kapan menjadi sangat produktif. Ia sudah bersiap sejak tadi pagi, dengan dress hitam yang nampak rapi, dan di tambah tas jinjing warna rose gold membuatnya semakin nampak elegan.Di sampingnya kini ada Tuan Muda berhati dingin, yang lengan panjangnya digulung sembarang hingga menampilkan urat-urat nadi di lengannya, membuat dirinya semakin terlihat 'menggugah selera'. Atas saran papanya, atau Pak Abimanyu, kini Royan sudah mengajak Rachel ke kota sebelah untuk menemaninya menyelesaikan beberapa urusan bisnis.Pak Abimanyu merasa bahwa Royan terlalu sering menyetir sendiri, dan sangat mengkhawatirkan apabila ia mengantuk saat di jalan, dan tidak ada yang memperingatkannya. Royan membenarkan hal tersebut karena memang Rey selalu membuatnya begadang setiap malam kar
Setelah insiden berpelukan yang baru saja terjadi, Royan dan Rachel kini terdiam dan merasa canggung untuk memulai percakapan satu dengan lainnya. Beberapa kali Royan ingin membuka mulutnya untuk mencari topik bahasan yang bisa mereka gunakan berbincang saat ini."Silakan dinikmati!" ucap pelayan yang mengantarkan pesanan mereka."Terima kasih," kata Rachel.Rachel memandang makanan di hadapannya dengan bingung, karena memang ini kali pertama ia makan di tempat ini. Rachel mencari sendok dan garpu yang harusnya sudah ada lengkap bersama makanannya. Entah sejak kapan Royan juga sudah menghilang dari hadapannya, membuat Rachel semakin bingung.Dari kejauhan sosok Royan yang memang sangat menonjol dapat terjangkau dalam radar pengelihatannya. Saat seperti ini Rachel baru menyadari bahwa tampilan Royan sangat tidak sesuai dengan kedai ini. Kedai ini didominasi oleh pelajar yang masih menggunakan seragam lengkap mereka. Sedangan Royan menggunakan setelan jas h
Jiwa Rachel seakan pergi dari raganya setelah melihat notifikasi email dari bank tempatnya bekerja. Ia juga sering melamun, dan saat perjalanan pulang Royan berulang kali menegurnya karena tidak memperhatikan apa yang diucapkan pria itu. Sepanjang perjalanan Rachel juga terus merenungi kesalahan yang sebenarnya tak pernah ia perbuat. Walaupun masih baru pada posisi tersebut, Rachel merasa bahwa dirinya cukup cakap dalam melaksanakan pekerjaannya."Permisi, Bu," ucap Rachel setelah mengetuk pintu atasannya tersebut."Masuk!" jawab wanita itu dengan singkat."Saya ingin mendiskusikan tentang surat peringatan yang kemarin dikirim pada email saya, Bu," kata Rachel membuka percakapan."Jadi, sudah tahu masalahnya?" Bu Santi memperhatikan Rachel lamat-lamat."Saya tidak pernah berhubungan dengan nasabah bernama Ibu Melati, dan saya juga tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk memalsukan transaksi, Bu," jelas Rachel."Apa kamu ada bukti kuat un
Rachel berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa gugupnya. Berada di antara ibu-ibu membuat nyalinya sedikit menciut, karena memang ini pertama kalinya Rachel harus datang ke acara sekolah yang mestinya dihadiri wali murid. Kalau soal ambil hasil belajar, dulu ia sudah sering melakukannya, bukan tanpa alasan tapi tante nya selalu memberikan iming-iming uang jajan agar mau menggantikan untuk mengambil hasil belajar ponakannya.Selain gugup karena berada di lingkungan yang asing, Rachel juga masih menenangkan hatinya semenjak kejadian yang ia alami sebelumnya. Masih tergambar jelas raut wajah Royan saat memandangnya hanya menggunakan pakaian bagian bawah. Belum lagi saat itu gilanya Rachel sedang coba menggunakan set dalaman warna merah menyala."Ibu, anaknya kelas apa?" tanya seorang wanita di samping Rahcel."Kelas B, Bu," jawab Rachel yang sudah mempersiapkan pertanyaan jauh-jauh hari."Wah sudah besar ya, habis ini lulus, Bu. Gak kerasa anak-anak cepe