Share

BAB IV - Tetangga Baru yang Menyenangkan

Sejak awal pertemuan saja nyali Rachel sudah menciut, apalagi sekarang dengan santainya pria yang ada di depan Rachel malah menawarkan tumpangan. Kini wanita berambut curly tersebut semakin memandang Rachel dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Royan tadi saat memilih untuk memberikan tumpangan pada Rachel padahal di sampingnya ada wanita yang ia anggap adalah pacar Royan.

"Yuk!" ajak Royan.

"Nggak usah Pak, saya naik ojek online aja, pasti ada kok," tolak Rachel.

"Tetep aja bakalan lama, ini daerah macet kan, dan liat di sekitar sini nggak ada ojek online yang mangkal," jawab Royan.

"Roy! halo! aku di sini juga nih, mau pesen," kata wanita tadi menyela perbincangan Royan dan Rachel.

"Ya situ pesen dulu, Git." Royan melepaskan tangan Gita yang tadi menggapainya.

Rachel semakin bingung dengan apa yang harus diperbuatnya, memang ini adalah kawasan macet yang berarti tidak banyak ojek online berada di sekitar sini. Namun di sisi lain ia tak enak hati dengan wanita yang ada di samping Royan, karena memang ia takut akan terjadi salah paham. Dari kejauhan Adel melihat sahabatnya yang nampak sedang kebingungan, makanan yang harusnya ia habiskan, kini sudah tergeletak pasrah di atas meja, dan Adel lebih memilih untuk menyelamatkan temannya yang lugu itu.

"Rachel yuk balik, aku udah selesai kok," ujar Adel yang langsung menyambar tangan Rachel.

"Eh ... iya, mari Pak, saya duluan," kata Rachel yang tubuhnya sudah ditarik paksa oleh Adel.

Royan menatap dua wanita aneh yang sudah berjalan menuju parkiran tersebut, padahal ia berharap dapat mengantar Rachel, dan meninggalkan Brigita di sini. Sejujurnya sejak tadi ia sudah muak dengan kelakuannya yang minta ini dan itu, bahkan Roy yakin anaknya sudah kelelahan karena harus mengikuti wanita itu berkeliling mall sejak tadi.

"Pah, Rey laper." Rengekan anaknya kini sudah membuyarkan pikiran Royan.

"Iya kan, Roy. Bukan cuma aku yang laper, Rey juga. Lagian kamu kenapa banget sih ngebet mau nganterin cewek yang entah asalnya dari mana," cecar Brigita.

"Udah lah, Git. Aku capek ya dari tadi seharian ngikutin kamu kemana-mana. Kalo ngomong juga dipikir dulu, dari mana kamu ngerti aku gak kenal sama dia? Gak ada hak juga kamu ngatur aku Git, kamu udah bukan tunangan aku, jadi tolong diinget lagi," jawab Royan yang langsung meninggalkannya pergi.

***

Masih sama seperti hari-hari biasanya, ujung minggu adalah hari yang membahagiakan dan sekaligus menjadi hari yang melelahkan. Banyak nasabah prioritas yang menarik hartanya atau mendepositkan harta yang sudah dikumpulkannya selama seminggu penuh. Tentu saja Rachel juga harus sedikit bersyukur karena setidaknya pekerjaannya saat ini tidak seberat saat ia dulu ditugaskan pada customer service.

Langkah Rachel sudah mulai gontai saat memasuki lift menuju apartmennya, tas yang dari tadi ia jinjing rasanya semakin berat. Saat pantulan bayangan dari pintu lift mencerminkan dirinya, Rachel yakin bahwa saat ini wajahnya sudah menjadi tambang minyak.

"Duh, kaya nih kalo bisa jual minyak," gerutu Rachel dengan nada ringan.

"Tante jual minyak?" tanya seorang pria mungil di samping Rachel.

Tentu saja Rachel reflek menarik dirinya ke samping karena ia tak tahu bahwa di sampingnya sudah ada pria mungil berwajah tampan yang menatapnya lekat-lekat. Rey masih terus memandangi Rachel yang masih kaget dengan keberadaannya padahal tadi Rey masuk bersamanya. Pria mungil itu sebenarnya sudah berniat menyapa Rachel sejak tadi, namun nampaknya wanita itu terlalu sibuk memandangi wajahnya, sehingga membuat Rey merasa tidak enak untuk mengganggunya.

"Astaga, kapan Rey masuk lift?" tanya Rachel yang masih nampak kaget.

"Bareng sama Tante," jawabnya polos.

"Kok tante gak liat ya," telaah Rachel.

"Tante sibuk liatin kaca dari tadi." Rey menatap Rachel yang masih nampak bingung.

Lift pun sudah sampai di tujuan mereka, dan tentu saja mereka keluar di lantai yang sama, karena Rachel yakin Rey akan berkunjung ke apartment Royan yang notabene ada di depan unit nya.

"Jadi, Tante pengusaha minyak?" tanya Rey yang sekali lagi memastikan.

"Aduh nggak gitu, Rey. Tadi tante cuma berandai-andai," kata Rachel mencari alasan.

"Tapi minyak emang bisnis yang menguntungkan loh tante," jawab Rey. Tentu saja jawaban tersebut membuat Rachel berpikir seribu kali, bagaima bisa seorang anak kecil yang berusia enam tahun mengatakan suatu hal mengenai bisnis.

"Oke nanti Tante pikir lagi ya," tutup Rachel.

Mereka berdua pun berjalan sambil bergandengan tangan, entah mulai kapan Reyhan sudah menggandeng tangan wanita itu. Pria mungil itu terus mengikuti langkah Rachel yang semakin cepat, karena perbedaan besar antara langkah kaki mereka. Terlihat seorang pria bertubuh tinggi yang juga tak kalah tampan dari anak yang ada di samping Rachel.

"Kok udah naik duluan," ujar Royan dengan nafas yang terengah-engah.

"Bareng Tante Rachel," jawab Rey yang masih menggandeng tangan Rachel.

Royan yang memandang hal tersebut berpendapat bahwa pemandangan yang ia lihat sekarang sangat menggemaskan. Setelah dipikir-pikir pun selain mamanya, Rachel adalah wanita yang bisa cepat akrab dengan Rey, bahkan sampai menggandeng tangannya. Lilly saja tidak pernah merasakan hal tersebut, batin Royan.

"Yaudah yuk balik," kata Royan sambil mengulurkan tangannya.

"Tante Rachel juga," jawab Rey yang juga memberikan tangannya yang kosong pada Royan.

Mungkin jika ada orang yang melihat mereka, ia akan berpendapat bahwa mereka adalah keluarga kecil bahagia, yang baru saja menjeput putra tampannya pulang dari sekolah. Rachel sendiri juga semakin salah tingkah padahal ia sendiri juga tak tahu karena apa. Mereka masih berjalan bersama di lorong, sambil tertawa karena obrolan kecil mereka, hingga sampai pada ruang masing-masing dan berarti Rey harus melepaskan genggamannya.

"Say thank you," kata Royan.

"Terima kasih Tante Minyak," kata Rey pada Rachel yang kini sudah bingung dan menahan tawanya.

"Kok Tante Minyak?" tanya Royan yang juga sambil menahan tawanya.

"Tadi Tante katanya mau jualan minyak Pa, biar kaya." Royan mengalihkan pandangannya pada Rachel yang sudah menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa.

Rachel pun berpamitan untuk masuk terlebih dulu, dan disusul keduanya yang sudah membuka pintu mereka. Setelah semua kejadian itu Rachel merasa bahwa penat yang ada di kepalanya, dan beban yang ada di pundaknya sudah menghilang. Badannya terasa ringan, dan kini senyum merekah di wajahnya karena candaan Rey soal pengusaha minyak. Namun tiba-tiba Rachel terpikirkan sesuatu yang tadi sempat ia lewatkan. Otaknya kembali berputar sambil membersihkan make up di wajahnya.

"Tadi masa iya Rey manggil Royan, Pa?" gumam Rachel dengan suara lirih.

Ah, gak mungkin -- batin Rachel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status