Share

Bab 5

Penulis: Min_Jikyu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-18 12:59:28

“Dia tertidur di apartemenku.”

Dini hari, Layton baru mengantarkan Daisy pulang dengan kondisi gadis itu yang tertidur. Eve membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Layton yang menggendong tubuh Daisy masuk. Ia membukakan pintu kamar mereka, dan menunggu Layton selesai membaringkan Daisy.

“Pakaiannya sedikit basah karena kehujanan, kau ganti, ya.”

“Bagaimana dengan rencana Daisy, kau menyetujuinya?” tanya Eve, menahan Layton di depan pintu.

Layton mengangguk kecil. “Gampang, aku akan mengurusnya nanti. Kau tenang saja.”

“Aku pulang dulu!” ucap Layton, terlihat tergesa.

Mengedikkan bahu, Eve memilih masuk ke dalam rumah, memastikan setiap pintu di rumah besar itu sudah terkunci, lalu naik ke lantai atas.

Eve masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian Daisy, dan ia mulai curiga ketika tak sengaja melihat bibir bawah Daisy yang sedikit robek, belum lagi sudut bibirnya yang membiru. Bercak kemerahan yang begitu banyak tercetak jelas di bagian dada dan leher. Apa mungkin?

“Daisy,” panggil Eve. Gadis itu menatap seluruh penjuru kamar seperti orang kebingungan.

Sedetik kemudian, tanpa menjawab pertanyaan Eve terlebih dahulu, Daisy mencoba turun dari ranjang dan merasakan pusat dirinya begitu sakit dan perih.

“Kau kenapa?” tanya Eve khawatir, karena setelahnya Daisy terisak hebat.

“Ada apa, Daisy? Kenapa kau menangis seperti ini?”

“Dia menghancurkan hidupku.” Daisy meremas sisi ranjang.

Tanpa dikatakan dua kali pun, Eve mengerti. “Kau?”

“Dia—dia memperkosaku.”

“Astaga.”

Daisy menangis di pelukan Eve, satu-satunya penyemangat yang ia miliki. Sementara Eve mengusap punggung Daisy, mencoba menenangkan gadis itu meski tangisnya justru semakin keras. Malang sekali, Daisy.

“Lebih baik kau tidur,” ucap Eve. Setelah ia membantu Daisy berbaring.

Daisy berbalik memunggungi Eve, sakit sekali, saat ia menutup mata bayangan menjijikkan itu selalu terbayang di kepalanya. Ia memeluk tubuhnya sendiri yang terasa remuk, hingga akhirnya ia diserang kantuk. Kesunyian malam menyuruhnya untuk melupakan malam buruk itu, meski hanya sebentar.

***

“Aku sudah melakukan apa yang kau mau,” ucap Layton.

Seorang wanita di depan Layton tersenyum, puas. “Mana buktinya?”

Layton memberikan amplop coklat dan sebuah dokumen pada wanita yang berusia lebih tua darinya dua tahun itu. Lalu duduk di depan wanita tersebut.

“Ini dokumen apa?”

“Kau buka saja sendiri, aku sudah muak membantu gadis lemah itu.”

Wanita itu membulatkan mata ketika membaca sederet kalimat dalam berkas yang diberikan Layton. “Gila, aku mendapatkannya dengan begitu mudah.”

Layton berdecak, ia mulai bosan. “Mana imbalanku?” desaknya.

“Tenang saja, aku tidak pernah ingkar janji.”

Layton menyeringai. “Seharusnya, imbalanku bertambah karena bukti yang kuberikan juga bertambah,” katanya tegas.

Wanita dengan balutan dress mewah itu mendengus. “Baiklah, kau mau apa dariku, Layton?”

Tampaknya, Layton sedang memikirkan sesuatu yang dia inginkan. Namun, sedetik kemudian lelaki itu menjentikkan jarinya. “Hm, aku belum membutuhkan sesuatu. Jadi, aku akan meminta imbalanku, nanti.”

“Terserah kau saja.” Wanita itu menjentikkan jemarinya, lalu dua bodyguard datang dengan membawa seorang wanita.

Sesuai apa yang Layton inginkan, seorang wanita berparas cantik dan polos. Membuat senyum Layton terukir, ia sangat puas melihat hadiah imbalan ini.

“Oke, Seryl. Tugasku sudah selesai, saatnya aku bersenang-senang.” Layton berdiri, menghampiri sang wanita yang diberikan Seryl.

Wanita yang tidak lain adalah—Seryl—anak Bibi Calyn itu tertawa. “Selamat bersenang-senang, Layton!”

Seryl memasukkan berkas dan amplop itu dalam tas. “Mama pasti akan senang jika tahu aku mendapatkan sesuatu yang berharga.”

***

“Nona, seharusnya kau menjaga perilakumu di luar. Jika foto ini tersebar ke situs-situs internet, semua karyawan akan menurunkan jabatanmu.”

Daisy menaruh tablet di tangannya setengah membanting. Ia muak sekali, mendengar sekretaris Papa terus saja mengomel tentang perilaku yang baik. “Aku rasa pertemuan untuk membahas masalah kantor sudah selesai, aku masih ada jadwal lain.”

Sekretaris itu berdeham sejenak. “Baiklah Nona, minggu depan aku akan ke sini lagi.”

Syukurlah, sekretaris itu mau mengerti ketika Daisy mencoba mengusirnya dengan cara halus.

Sepi sekali, Eve sudah pulang ke apartemennya dan bibi yang bertugas membersihkan rumah juga sudah pergi. Sebenarnya, sendiri bukanlah hal yang terlalu menakutkan bagi Daisy, karena sejak kecil ia memang sering ditinggal sendirian di rumah besar bak istana ini. Tapi, sekarang keadaannya berbeda, semakin Daisy merasa sendiri dan sepi, semakin ia mengingat kedua orang tuanya yang telah pergi.

“Akhh....” Daisy tidak sengaja menghempaskan lengannya terlalu keras ke sofa, hingga luka membiru di sana kembali berdenyut.

“Kenapa bekasnya tidak juga hilang?” kesalnya.

Luka-luka pada tubuhnya yang tercipta karena Layton. Terkadang, Daisy menangis ketika melihat luka di tubuhnya dan teringat malam itu. Sudah hampir dua minggu kejadian itu berlalu, namun sesak di dadanya tak kunjung hilang.

Ditambah, foto-foto dirinya beradegan ranjang dengan Layton tersebar di antara teman-teman kampus. Menambah beban di pundak Daisy, yang semakin hari semakin membuatnya terlihat membungkuk. Entah kentara atau tidak, Daisy merasa tubuhnya mengalami perubahan drastis, berat badannya turun banyak hanya dalam kurun waktu tiga bulan.

Lama melamun, Daisy tersentak dengan pikirannya. Ia menyambar benda pipih di atas meja dekat pulpen.

“Eve, kau sedang sibuk atau tidak?”

“Ada apa, Daisy?”

Daisy meremas ujung kausnya. “Aku harus kembali, kembali ke apartemen lelaki itu. Barang berhargaku, Eve. Tertinggal.”

***

“Mungkin dia sedang pergi.”

Daisy berhenti mengetuk pintu apartemen Layton, dengan wajah pias ia terduduk di depan pintu yang tertutup rapat. Ia tidak bertemu Layton, apa mungkin lelaki itu menghindar darinya. Ia hanya ingin mengambil berkas penting itu, yang ia titipkan sebelum malam buruk itu datang.

“Lalu bagaimana?”

Eve yang tidak tega melihat sahabatnya bersedih ikut berjongkok, mengusap lembut bahu Daisy, menenangkan. “Besok kita kembali lagi ke sini, Daisy. Aku akan menemanimu.”

“Tapi—“

“Sudahlah, tidak akan terjadi apa-apa. Percaya padaku.” Eve tersenyum.

Mau tidak mau, Daisy harus pergi dari tempat itu. Percuma, Layton sepertinya memang sedang tidak ada di rumah. Ketika sampai di lobi, mata Eve tidak sengaja melihat Layton sedang berbincang dengan seorang wanita.

“Daisy, itu Layton!”

Dengan langkah cepat Daisy menemui Layton. “Layton,” panggil Daisy, yang sukses membuat langkah Layton dan seorang wanita yang menopang tubuhnya berhenti.

“Ah, jalangku datang lagi.”

Daisy menepis tangan Layton yang hampir menyentuh dagunya. “Di mana berkas yang aku titipkan padamu, kemarin?”

Bukannya mendapat jawaban, Daisy hanya mendengar kekehan menyebalkan dari lelaki itu. Membuat ia semakin geram. “Mana berkasku Layton?!”

“Berkas tidak berguna itu? Sudah kujual.”

Daisy membulatkan matanya. “Kau jangan bercanda!” kesalnya, ia sampai menarik kerah Layton, tidak peduli jika tingginya hanya sebatas dada lelaki itu.

Dengan kasar pula Layton menarik pakaiannya kembali. “Aku menjualnya! Kau tuli? Tidak bisa mendengar?” teriak Layton.

“Di mana kau menjualnya, Layton?”

Huek ...

Daisy dan Eve mundur tiga langkah ketika Layton tiba-tiba memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Lelaki itu mabuk, dan seorang wanita yang tadi menopang tubuhnya langsung menjauh juga—seperti jijik.

“Aku menjualnya pada seseorang, dan aku mendapat sebuah imbalan yang tak kalah cantik darimu.” Layton menarik wanita di sampingnya mendekat. “Ini imbalanku, cantik bukan?”

Keadaan semakin tidak kondusif, Layton mulai berkata kotor dan menjelekkan Daisy. Bahkan Eve bisa melihat mata Daisy yang berkaca-kaca. Jujur, jika bukan karena surat penting itu, Daisy benar-benar tidak mau bertemu Layton lagi.

“Dasar laki-laki bajingan!” pekik Daisy, melayangkan tasnya ke pipi Layton begitu keras.

Ia tidak peduli protes dari wanita di sebelah Layton, setelah lega dengan kekesalannya, ia segera menarik Eve untuk pergi dari tempat itu.

“Daisy, bagaimana sekarang?”

Gadis itu mengusap kasar air matanya. “Tidak tahu, aku sudah tidak peduli lagi.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DAISY   Bab 40

    "Bagaimana jika honeymoon bersama?"Austin yang ada di sebelah Arthur sampai tersedak ketika sang istri mengatakan hal itu.Mereka berempat---Arthur, Daisy, Eve, dan Austin. Sedang makan malam bersama di sebuah restoran yang tidak jauh dari toko kue Daisy. Reunian dadakan, setelah hampir empat bulan tidak bertemu karena Eve menemani Austin ke luar negeri."Honeymoon lagi?" Austin agaknya keberatan. "Bulan kemarin kau sudah memintanya, sayang."Daisy yang mulai tahu akan ada perdebatan di antara pasangan itu, akhirnya bersuara. "Honeymoon, ke mana?""Ya, ke mana saja. Berempat.""Aku keberatan," sahut Arthur yang sejak tadi hanya diam, menyimak.Daisy sebenarnya ingin protes, tetapi ketika ia tahu mata Arthur mengarah ke mana, ia tidak jadi protes. "Aku tidak bisa untuk beberapa bulan ini.""Ya, tidak seru sekali." Eve menghela napas, kecewa."Tunggu sampai bayiku lahir dulu," ucap Daisy.Kehamilannya sudah memasuk

  • DAISY   Bab 39

    "Aku sudah memaafkan mereka," ungkap Daisy, mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya bersama Arthur. Arthur yang hanya terpejam, mengangguk singkat. "Aku tahu kau sangat baik," bisiknya, mengecup puncak kepala Daisy begitu lama. "Mungkin, hukuman itu membuat Layton dan Seryl tidak bisa menikmati kebersamaan merawat anak mereka. Aku sering berpikir, apakah aku terlalu jahat menjebloskan lelaki itu ke penjara?" Arthur terkekeh. "Tidak ada yang jahat. Itu sudah menjadi tanggung jawab Layton. Berani berbuat berarti berani menanggung konsekuensi, sayang." Sejenak, Daisy menikmati usapan lembut Arthur di perut besarnya. Sebelum merespon ucapan Arthur. "Termasuk Seryl juga?" "Ya, Seryl dan mamanya juga pantas mendapatkan semuanya. Kau sudah lama tersiksa, sayang. Sekarang giliranmu bahagia, bukan?" Balas dendam bukan solusi terbaik untuk sebuah masalah. Meski Daisy sempat kesal dan membenci, bagaimana pun juga Seryl adalah keluarga.

  • DAISY   Bab 38

    Kring ... kring ....Bel yang menandakan pelanggan baru saja masuk ke dalam toko kue kembali terdengar. Daisy menunjukkan senyum manisnya dan berdiri dari tempatnya duduk."Selamat datang di toko DaisyMilk, ada yang bisa saya bantu?"Daisy memberikan buku menu yang berisi bermacam-macam roti yang ada di toko ini. Toko kue peninggalan Mama Erisya yang sedikit diubah Arthur menjadi toko minimalis.Setelah usia kandungan Daisy memasuki enam bulan. Ia diberi kesibukan untuk mengurus toko bernama DaisyMilk ini bersama empat karyawan lain yang bertugas di dapur."Baik, satu kue tart yang akan diambil besok, ya. Mohon dicek kembali pesanan anda."Daisy menyodorkan tulisan pesanan yang sudah ia tulis di note pada pelanggan.Sudah pukul dua lewat lima belas menit. Waktunya Daisy untuk pulang ke rumah, tetapi masih ada beberapa pesanan yang belum dicek ulang."Nona, lebih baik istirahat saja. Nanti biar saya yang menyelesaikan pesanan."

  • DAISY   Bab 37

    Dokter dan beberapa perawat mencoba untuk menenangkan Seryl yang histeris karena kontraksi. Sementara Daisy sudah tidak tahan lagi harus terus berdiri dengan tangan yang di genggam Seryl kuat-kuat. "Dokter, aku sudah tidak kuat," lirih Daisy, memegang perutnya sendiri yang sejak tadi kram. Arthur sedang keluar untuk menelepon polisi. Tidak ada keluarga lain yang bisa dihubungi dan satu-satunya orang yang dapat menemani Seryl melahirkan adalah Layton. "Nona, kau bisa duduk dulu di sini. Perutmu kram?" Daisy mengangguk. Seorang suster memberikan kursi pada Daisy dan membantu gadis itu untuk duduk. Jeritan Seryl sama sekali tidak bisa membuatnya tenang. Daisy diselimuti rasa khawatir juga mengenai persalinan ini. Tadi, ia sempat mendengar percakapan Arthur dengan dokter yang menangani Seryl. Ketuban yang pecah dini, membuat bayi di dalam rahim Seryl kekurangan oksigen. "Daisy," panggil Arthur. Bagaimana?" "Perizinan

  • DAISY   Bab 36

    2 bulan kemudian .... Arthur menatap setiap inci rumah peninggalan Erisya. Menyerap semua memori dan memutarnya kembali dalam kepala. Kenangan demi kenangan muncul, bagai skenario indah yang Tuhan ciptakan untuk Arthur. "Jika memang belum siap, kenapa terburu-buru?" Daisy mengusap bahu Arthur sebagai bentuk menenangkan. "Menunggu terlalu lama akan semakin membuatku sulit melepaskan ini semua, Daisy." Arthur memilih untuk menjual rumah peninggalan Erisya, karena tidak ada yang akan menempati rumah itu. Ia sudah bertekad untuk pindah ke rumah sederhana yang dibangun untuk Daisy. "Apa kita pindah lagi saja di sini? Kita bisa menjual rumah baru kita, sayang," putus Daisy. "Tidak, kita harus bisa merelakan Mama dan semua kenangannya." Dua bulan kepergian Mama, baik Arthur dan Daisy, mereka sama-sama merasakan ruang kosong di hati masing-masing. Mereka kehilangan sosok yang paling berjasa dan dicintai. Terlalu larut dalam kes

  • DAISY   Bab 35

    "Mama!"Arthur berlari sekuat tenaga untuk bisa cepat sampai di ruang rawat inap Mama. Ia bahkan sampai menabrak beberapa perawat hingga peralatan medis yang mereka bawa terjatuh.Dia tidak peduli lagi, Arthur terus berlari.Tapi, ternyata sudah terlambat.Tubuh Mama sudah ditutup dengan kain putih, dengan Daisy yang menangis meraung-raung memeluk jasad Mama. Entah sejak kapan gadis itu ada di sini, Arthur bahkan lupa jika Daisy ada di sini. Ia terlalu kalut.Arthur berjalan perlahan untuk mendekat. Ia tak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. "Mama." Hanya itu yang bisa ia keluarkan, berharap ketika Arthur memanggil Mamanya lagi, beliau akan menjawab dengan suara merdunya."Mama," panggil Arthur sekali lagi, membuka penutup kain di wajah Mama dengan tangan yang gemetar.Arthur dapat melihat wajah Mama yang begitu pucat dan bibir yang sudah membiru. Sakit sekali, sesak sekali. Lelaki itu tidak dapat menggambarkan bagaimana ha

  • DAISY   Bab 34

    Awan mendung yang bergumul di langit, menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Gemuruh petir terdengar bersahutan, menambah kesan kelabu untuk malam ini.Brankar pesakitan itu terus didorong melewati lorong-lorong rumah sakit. Sampai pada akhirnya berhenti, setelah berhasil masuk ke dalam ruang unit gawat darurat.Tepat ketika pintu ruangan itu ditutup. Hujan deras mengguyur kota, membasahi sebagian bumi dan membuat beberapa orang berusaha menghindarinya."Duduk dulu." Suara berat seseorang menyentak lamunan Daisy."Aku tidak mau," tolak Daisy, ia tetap berdiri di depan pintu UGD yang tertutup rapat.Air mata gadis itu terus mengalir, bersama tubuhnya yang menggigil kedinginan karena terkena gerimis malam ini."Kau kedinginan, aku tidak mau kau ikut sakit juga setelah ini. Tolong dengarkan aku sebentar.""Tapi, Arthur----" Daisy tidak dapat meneruskan ucapannya karena tangisnya semakin pecah."Tidak apa-apa, tidak akan

  • DAISY   Bab 33

    Seorang wanita tidak akan bisa hidup tanpa lipstik, itu menurut Arthur. Meski Daisy tidak pernah berdandan yang berlebihan, dia selalu mengedepankan lipstik ke mana pun dia pergi."Kau mau beli di mana, sayang?"Arthur masih menghentikan mobilnya di pinggir jalan, menunggu Daisy menemukan lipstiknya yang tiba-tiba saja tidak ada di dalam tas gadis itu.Mall besar dan toko kosmetik sudah terlewat jauh dari jalan ini. Bisa putar balik, tetapi acara mereka untuk makan siang bersama Mama akan berantakan. Mama sudah menunggu mereka di rumah sejak tadi."Ceroboh sekali aku meninggalkan benda itu.""Di kamarku, memang tidak ada kosmetik yang kau simpan di sana?" tanya Arthur."Tidak ada, sayang. Aku sudah membawa semuanya ke rumah baru kita."Arthur mengetukkan jemarinya di setir. "Kita bisa membelinya, ketika akan mengunjungi Bibi Calyn nanti, bagaimana?" putus Arthur."Ya sudah, aku tidak memakai lipstik juga tidak apa-apa." Daisy m

  • DAISY   Bab 32

    Seryl masih belum bisa menghubungi Daisy, entah kenapa ponsel gadis itu tidak aktif berhari-hari.Kecemasan terhadap kondisi Mama yang semakin menurun membuat Seryl sering merasakan kontraksi palsu pada kehamilannya yang genap berusia enam bulan."Bagaimana ini." Seryl berjalan mondar-mandir di depan ruang rawat Mama.Mencoba memutar otak untuk bisa menemukan Daisy, setelah gadis itu pindah dari rumah ibu mertuanya. Seryl dengar, Daisy dan Arthur membeli rumah di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah sakit tempat Arthur bekerja.Lama Seryl berpikir, seseorang dari kejauhan memanggil namanya."Sedang apa kau di sini, Seryl?"Seperti mendapatkan sebotol air di gurun pasir, Seryl sangat senang bisa bertemu Eve tanpa sengaja. Meski gadis ini kelihatan sangat tidak menyukai Seryl, tetapi Eve masih mau menyapanya."Kau tahu di mana, Daisy?"Eve mengedikkan bahu. "Untuk apa bertanya, dia sudah bahagia dengan suaminya."Nada b

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status