DUA MINGGU SEBELUMNYA.
Amanda Renata wanita 26 tahun memiliki pernikahan bahagia dengan seorang pengusaha muda sukses Ardiansyah Notonegoro yang juga merupakan teman serta sahabatnya sejak kecil. Pernikahan Amanda dan Ardi sangat bahagia dan sempurna dengan seorang putri cantik. Amanda tidak pernah tahu jika bencana bisa datang dengan begitu tiba-tiba dan dalam sekejap merampas kedamaian di keluarga kecil mereka.
"Apa Sisi sudah tidur?" tanya Ardi begitu masuk ke dalam rumah. Ardi baru kembali dari perjalanan luar kota dan langsung menanyakan putrinya seperti biasa.
"Baru saja tidur, Mas."
Ardi langsung masuk ke dalam kamar mereka dan Amanda masih mengikuti suaminya yang terlihat agak aneh tidak seperti biasanya. Ardi adalah suami yang penyayang, biasanya dia akan langsung mencium Amanda dengan penuh gairah tiap kali pulang dari manapun.
Ardi berjalan sambil menguraikan dasi, melonggarkan kancing kemejanya dan langsung duduk di ujung ranjang. Tak berapa lama punggung Ardi mulai bergetar dan ternyata pria itu menangis.
"Ada apa Mas?"
Istri manapun pasti akan takut jika melihat suaminya yang baik-baik saja tiba-tiba terlihat seperti itu.
"Amanda sungguh maafkan aku, aku tidak ingin ikut mencelakai kalian." Ardi terus menggeleng dan menangis sampai menggigil.
Ardi adalah pria berbadan tinggi tegap dan melihat suaminya terlihat serapuh itu ternyata membuat Amanda semakin ketakutan. Ardi jadi terlihat seperti orang lain, orang lain yang tidak Amanda kenal dalam sekejap.
"Ada apa Mas? jangan membuatku takut." Amanda ikut duduk di samping suaminya.
"Maafkan aku Amanda ... " ucap Ardi berulang-ulang sambil menangkup pipi Amanda, "maafkan aku."
Pelan-pelan Ardi mulai bercerita. "Aku terlibat hutang dengan komplotan mafia, hutang yang sangat besar dan mustahil untuk bisa kita bayar."
Amanda syok hingga lupa cara menarik napas, karena dia tahu berhutang dengan mafia adalah urusan nyawa bukan lagi tentang jeruji besi penjara.
"Aku takut mereka ikut menyakiti kalian." Ardi masih menangkup pipi Amanda. "Aku tidak akan rela! Sungguh aku tidak akan rela ... "
Ardi terus bercerita mengenai jumlah hutangnya. "Aku harus bisa melunasinya akhir minggu ini."
"Itu mustahil Mas!"
Mereka sama-sama tahu jika tidak akan mungkin bisa membayar hutang sebanyak itu meskipun dengan menjual semua aset yang mereka miliki.
"Kita pergi saja Mas, pergi kemanapun agar mereka tidak menemukan kita."
"Mereka akan tetap menemukan kita." Ardi tahu sedang berurusan dengan orang-orang seperti apa. "Dominic Rodriguez bukan orang sembarangan!"
Cuma dengan mendengar namanya saja Amanda semakin merinding karena membayangkan kekejian geng mafia seperti dalam film-film Hollywood. Amanda masih belum percaya hal seperti itu bisa benar-benar menimpa mereka.
"Apa mereka tidak bisa memberi penangguhan?"
"Aku sudah coba melakukannya selama satu tahu ini tapi ternyata bunganya justru semakin besar dan tidak masuk akal!" Ardi meremas sambut di kepalanya dengan frustasi.
"Mas sudah berhutang selama satu tahun?" Amanda kembali terkejut mengetahui Ardi sudah menyimpan masalahnya sendiri selama itu. "Mereka memerasmu Mas, itu tindak kejahatan!"
"Mereka Mafia, Amanda." Ardi mengingatkan jika kejahatan memang ladang bisnis mereka.
Memang salah Ardi sendiri yang sampai melibatkan diri dengan komplotan mafia, padahal waktu itu beberapa rekanya sudah memperingatkan untuk tidak berurusan dengan seorang Dominic Rodriguez yang memang terkenal keji dan berbahaya.
"Sungguh aku tidak ingin membuatmu dan Sisi ikut celaka." Ardi menarik tubuh Amanda ke dalam pelukannya. Ardi telah kehilangan harapan hidup, bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk keluarga, istri dan putrinya yang masih kecil. Kebahagiaan mereka benar-benar telah direnggut dalam sekejap.
Ardi membiarkan putri mereka menginap di rumah ibunya beberapa hari agar Sisi tidak mengetahui masalah orang tuanya. Amanda dan Ardi sedang diliputi situasi mencekam tapi tetap harus terlihat seperti orang tua yang sempurna di depan putri mereka."Aku bisa menyuruh supir untuk mengantar jemput Sisi ke sekolah jika kau masih kurang enak badan.""Tidak, apa-apa Mas aku bisa." Biasanya tugas Amanda memang cuma mengangar jemput Sisi kesekolah dan berkumpul dengan teman-teman arisan sosialita.Amanda kembali merapikan ikatan rambutnya dan memulaskan sedikit perona wajah agar tidak terlalu pucat. Amand sangat cantik, wanita yang benar-benar membuat Ardi jatuh cinta sejak mereka masih remaja. Ardi hanya ingin membuat Amanda bahagia, memberikan apapun yang dia impikan bukan untuk ikut menderita menanggung hutang.Ardi mengecup pipi Amanda. "Aku pergi kekantor dulu, jangan terlalu cemas, aku akan mengatasinya."Bahkan tiap kali melihat punggung Ardi berangkat bekerja Amanda juga selalu ketakuta
Hari sudah malam tapi Ardi belum juga pulang, Amanda sangat cemas karena ponsel Ardi mendadak tidak bisa dihubungi, pesan yang dikirim Amanda juga tidak masuk. Malam semakin larut, Amanda semakin gusar. Amanda seperti sedang menunggu tiap detik yang jadi semakin panjang serta mencekam, tiap detik yang bisa seketika berubah menjadi bencana. Berbagai bayangan mengerikan terus tumbuh berjejal di kepalanya. Tiba-tiba Amanda mendengar suara pintu gerbang yang bergeser dan dia segera terlonjak. Amanda melihat mobil Ardi. Amanda langsung bergegas turun dengan kelegaan yang luar biasa karena suaminya masih pulang."Oh Tuhan... apa yang terjadi?" Amanda langsung menangis ketika memeluk tubuh suaminya yang babak belur dengan rasa pilu.Wajah Ardi membengkak lebam dan hidungnya sedikit mimisan. Amanda menangis hingga mereka berdua bersimpuh di lantai untuk saling berpelukan. Malam ini suaminya memang masih pulang tapi bagaimana dengan besok dan besoknya lagi. Amanda sangat ketakutan memikirkann
[Ikuti instruksi kami dan jangan matikan ponselmu!]Amanda nekat menemui Dominic Rodriguez seorang diri. Amanda terus mengikuti instruksi dalam pesannya dan sampailah Amanda di depan sebuah rumah besar dengan pintu gerbang tinggi yang dijaga oleh pria-pria berbadan besar. Amanda merinding hingga berpikir mungkin dirinya tidak akan bisa kembali jika sudah masuk ke rumah tersebut tapi sudah kepalang tanggung. Pintu gerbang di depannya segera terbuka, semuanya sudah terlanjur. Amanda nekat membawa mobilnya masuk. Rumahnya sangat besar berhalaman luas dan banyak pengawal berkeliaran persis dalam film-film mafia.Amanda menghentikan mobilnya di halaman paving berbentuk lingkaran dengan kolam air mancur di tengahnya. Sebuah rumah bergaya Eropa klasik dengan pilar-pilar putih besar menjulang sampai ke lantai tiga. Rumah yang sangat besar dan megah tapi kesannya tetap mengerikan karena Amanda tahu apa tujuannya datang ke tempat tersebut. Amanda benar-benar sedang seperti kelinci bodoh yang mas
Dom bisa melihat sebuah kebencian yang begitu dalam dari tatapan wanita yang baru diantar masuk oleh seorang pengawalnya. Bagi Amanda pria itu memang sudah bukan lagi orang yang pernah ia kenal dulu, dia orang yang berbeda. Amanda juga tidak akan sudi lagi memanggil namanya."Jadi apa kau sudah berubah pikiran?" Tubuh Dom masih tidak bergeming ketika menatap Amanda yang kali ini sudah kembali berdiri di hadapannya tanpa pelu dia minta untuk datang.Amanda memang kembali nekat datang sendiri menemui Dom meski tahu pria itu sangat licik dan keji, pria yang telah memotong jari tangan suaminya. Dominic Rodriguez adalah pria tanpa hati yang juga bisa mengambil ginjal, jantung, dan organ tubuh apapun dari keluarganya tanpa sedikitpun rasa iba."Apa kau akan bersumpah untuk berhenti menggangg
Hati Amanda benar-benar Hancur menyaksikan tubuhnya sendiri yang sedang begitu terpampang di hadapan pria yang bukan suaminya, Amanda sangat mencintai suaminya dan seharusnya hanya Ardi yang boleh melihatnya seperti itu. Tubuh Amanda sudah tidak terbalut apa-apa dan sedang direntangkan dengan begitu terbuka untuk dipandangi dan sebentar lagi akan ikut dicicipi oleh lelaki lain. Amanda sangat jijik tapi tetap harus menjalani ini dan harus bisa mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya. Walaupun Ardi tidak akan mengetahui perbuatanya tapi Amanda yakin jika rasa berdosanya tetap akan ikut menggelayuti seumur hidup. Dia adalah seorang istri dan seorang ibu yang sedang seperti tidak memiliki harga diri, hal itulah yang sekarang paling membuat Amanda jijik dengan perbuatanya. Dominic Rodriguez hampir satu setengah kali lebih besar dari Ardi, punggungnya lebar dan tebal, otot lenganya sedang m
Ternyata Dom memang membiarkan Amanda pergi dan tidak menyuruh seorang pengawalpun utuk menghalanginya. Beberapa pengawal berbadan tegap yang berjaga di beberapa pintu itu juga hanya menatap Amanda dari ujung kepala sampai ujung kaki. Amanda sadar sudah jadi seperti apa penampilannya setelah perlakuan Dom tadi. Siapapun akan bisa langsun melihat jika dirinya baru selesai disetubuhi dan masih berantakan, bahkan Amanda baru sadar jika salah mengancingkan kemejanya yang tinggi sebelah. Amanda tidak perduli rasa malunya sudah lenyap di hadapan mereka semua, dia terus berjalan seperti patung hidup dan hanya ingin segera keluar dari tempat terkutuk itu.Mobil Amanda masih terparkir di halaman dan bersyukur mesinya masih berfungsi dengan benar tanpa ada yang mengganggu. Pintu gerbang besar itu juga segera dibuka untuknya, walaupun Amanda tetap akan menabraknya jika sampai tidak dibuka. Begitu k
Tiga hari setelah Amanda menemui Dom, dia masih harus rutin meminum kembali pil KB-nya diam-diam tanpa sepengetahuan Ardi. Walaupun perbuatannya tidak ketahuan tapi rasa bersalah dan kotor itu tetap tidak bisa Amanda singkirkan begitu saja. Amanda jadi takut untuk disentuh oleh suaminya sendiri karena rasanya seperti ada yang sedang berjalan tidak benar. Sudah beberapa malam Amanda selalu pergi tidur lebih dulu untuk menghindari suaminya. "Kau sudah bersih?" Ardi menyusul dan merabanya. Biasanya Ardi memang akan langsung memeriksa seperti itu dan jelas Amanda sudah tidak memakai pembalut. Ardi menggeser pinggulnya utuk lebih terbuka dan merapat. Amanda paham jika suaminya sudah sangat ingin setelah empat hari mereka tidak berhubungan intim. Biasanya Ardi hanya tahan dua
Amanda sudah sama sekali tidak tenang begitu mendekati tanggal satu, dia tidak bisa duduk atau berdiri dengan jenak lagi. Ujung jari telunjuknya yang bercat kuku merah cantik terlihat mengetuk-ngetuk gelisah pada tepian gelas koktail kristal yang sudah hampir dua jam baru dia minum setengahnya. Amanda sedang berkumpul bersama keluarga besar Ardi, hari ini ibu mertuanya sedang berulang tahun. Semua saudara Aldi dan iparnya juga sedang berkumpul bahkan yang tinggal dari luar negeri juga datang. Ini adalah kali pertama Amanda dan Ardi berkumpul dengan keluarga besar setelah masalah pelik mereka dan Ardi yang kehilangan satu ruas jari kelingkingnya. Tentu hal tersebut juga tidak luput menjadi pertanyaan di tengah saudara-saudaranya. Ardi berbohong jika Jarinya terkena gerinda. Meski terdengar agak janggal karena Ardi bukan tipe orang yang akan berurusan dengan alat pertukangan tapi mereka semua pilih percaya saja walaupun setelah itu tatapan mereka jadi aneh. Amanda merasa sanga