[Ikuti instruksi kami dan jangan matikan ponselmu!]
Amanda nekat menemui Dominic Rodriguez seorang diri. Amanda terus mengikuti instruksi dalam pesannya dan sampailah Amanda di depan sebuah rumah besar dengan pintu gerbang tinggi yang dijaga oleh pria-pria berbadan besar. Amanda merinding hingga berpikir mungkin dirinya tidak akan bisa kembali jika sudah masuk ke rumah tersebut tapi sudah kepalang tanggung. Pintu gerbang di depannya segera terbuka, semuanya sudah terlanjur. Amanda nekat membawa mobilnya masuk. Rumahnya sangat besar berhalaman luas dan banyak pengawal berkeliaran persis dalam film-film mafia.
Amanda menghentikan mobilnya di halaman paving berbentuk lingkaran dengan kolam air mancur di tengahnya. Sebuah rumah bergaya Eropa klasik dengan pilar-pilar putih besar menjulang sampai ke lantai tiga. Rumah yang sangat besar dan megah tapi kesannya tetap mengerikan karena Amanda tahu apa tujuannya datang ke tempat tersebut. Amanda benar-benar sedang seperti kelinci bodoh yang masuk ke kandang singa utuk dikunyah mentah-mentah. Tidak ada yang menjamin orang-orang seperti itu akan bermain adil atau akan menghiraukan nyawanya.
Seorang pria berbadan tinggi besar langsung menghampiri Amanda.
"Ikut denganku!"
Sama sekali bukan pria yang ramah. Amanda berjalan mengekor di belakang pria berpakain serba hitam itu sambil terus melihat ke sekeliling.
Amanda diajak melalui sayap kiri bangunan kemudian berputar. Ternyata bangunan tersebut menyerupai huruf U dengan kolam renang sangat luas di tengahnya. Beberapa wanita cantik super seksi terlihat cuma memakai bikini untuk menemani para pria yang sedang berjemur di tepi kolam. Amanda kembali merinding.
Ada beberapa pria asing berkulit putih dan sebagian berkulit hitam dengan tubuh besar seperti bongkahan beton. Mereka juga ikut memperhatikan Amanda yang sedang melintas.
Telapak tangan Amanda terus berkeringat dan jantungnya berdegup kencang. Amanda benar-benar merasa dirinya bisa ditelan begitu saja tapa rasa iba karena nampaknya memang tidak ada orang yang bertubuh kecil di tempat tersebut. Amanda semakin penasaran kira-kira seperti apa wujud Dominic Rodriguez, jika melihat namanya sepertinya dia juga pria asing dan mungkin juga berkulit hitam. Amanda memang sudah sempat browsing di internet mengenai Dominic Rodriguez tapi semua infonya sangat gelap tidak ada yang menyertakan foto atau biodata kecuali cuma isu rekor kejahatannya yang mengerikan.
Amanda dibawa masuk ke dalam ruangan berpintu besar, ruangannya sangat luas dan terlihat lengang. Ada tangga marmer melengkung sampai ke lantai dua, Amanda diajak naik melalui tangga tersebut tanpa berani bersuara atau menanyakan apapun. Amanda hanya pasrah entah akan dibawa ke mana dan diapakan saja asal mereka tidak akan menganggu keluarganya lagi.
Mereka melalui lorong dengan banyak pintu-pintu di masing-masing sisinya dan terus berjalan sampai di pintu paling ujung. Pintu yang paling besar dan berkusen tinggi.
"Masuklah !" Pria tinggi besar itu berhenti di depan daun pintu yang masih tertutup, menyuruh Amanda untuk masuk sendiri.
Amanda segera memutar handel pitu sambil terus berdoa semoga dirinya masih bisa keluar dari pintu itu lagi. Telapak tangan berkeringat dingin dan jantungnya berdegup kencang.
Ternyata di dalam juga ada pengawal yang tidak kalah seram. Pengawal itu langsung menarik lengan Amanda untuk dia dorong ke depan bosnya. Seorang pria berpostur tinggi besar terlihat sedang berdiri menghadap ke luar jendela, nampak mengerikan meskipun Amanda cuma baru melihat punggungnya dari sisi belakang.
"Ini wanitanya Dom!"
Amanda luarbiasa tegang tapi juga sekaligus penasaran, akhirnya dia bertemu dengan seorang Dominic Rodriguez. Pria itu langsung berpaling untuk menatap Amanda.
"Mustahil ... "gumam Amanda yang langsung mengenalinya dengan yakin karena garis wajahnya tetap tidak banyak berubah meski sebuah goresan melintang terlihat menghiasi pelipisnya hingga ke bawah sudut mata. Sebuah bekas luka yang sangat mengerikan tapi Amanda masih mengenalinya.
Sepertinya Dom juga terkejut ketika melihat Amanda.
"Amanda ... "
Suaranya juga masih persis sama. Amanda yang sempat sesak segera kembali manarik napas kuat-kuat untuk mengisi paru-parunya dengan udara. Dadanya berdegup semakin kencang dan telapak tangannya yang tadi berkeringat dingin kali ini terasa kebas hanya dengan manatap pria tinggi besar di hadapannya.
"Sebuah kejutan!" Pria itu memiringkan senyumnya yang terlihat janggal ketika balas meneliti Amanda dari ujung kepala sampai ujung kaki dan Amanda merinding hanya dengan diawasi seperti itu.
"Aku datang untuk kebebasan suamiku, mereka bilang aku bisa menemuimu." Amanda segera ingat dengan apa tujuannya datang ke tempat itu. "Tolong bebaskan suamiku." Amanda terus memberanikan tekatnya untuk meminta.
Dom masih belum bergeming kecuali hanya memperhatikan Amanda dengan kejeliannya yang tidak terbaca. Yang Amanda rasakan sekarang hanya takut, sangat takut hanya untuk sekedar balas menatapnya.
"Tolong bebaskan kami." Tubuh Amanda masih bergetar tapi dia rela memohon dan berlutut demi mengharap belas kasihan dari orang yang pernah dia kenal meski Amanda masih tidak tahu hal seperti apa yang telah merubahnya jadi seperti itu.
"Semua hutang tetap harus dibayar!" tegas Dom, suara baritonnya terdengar tenang tapi dingin.
"Mustahil kami bisa membayar sebanyak itu dalam satu minggu," Amanda masih berusaha memohon. "Tolong jangan sakiti suamiku." Mata Amanda mulai berkaca-kaca dengan harapan sebuah belas kasihan sedikit saja untuk hidup suaminya.
"Semua hutang ada perhitungannya, tidak bisa diselesaikan hanya dengan berlutut dan air mata!" suaranya masih sangat dingin dan nyaris tidak ada ekspresi kebajikan sama sekali untuk sebuah belas kasihan.
"Kau memerasnya!" Kali ini Amanda kembali berdiri untuk balas menatap pria di depannya dengan berani karena sadar memohon belas kasihan akan percuma.
"Aku bekerja profesional, siapapun mengunakan jasaku harus membayar."
"Kalian tidak masuk akal!"
"Harganya sebanding dengan nyawa dan layak dibayar dengan apapun!"
Dom memperhatikan tubuh Amanda. Amanda seketika merinding diperhatikan seperti itu.
"Layani aku!"
Amanda makin tercengang karena sama sekali tidak percaya bakal mendengar ucapan seperti itu bisa keluar dari mulut pria di hadapannya.
"Layani aku seperti kau melayani suamimu!"
"Mustahil!" tolak Amanda.
"Aku hanya memberimu kesempatan yang mudah untuk membayar karena kau sudah memohon dan seharusnya tidak sulit karena aku yakin kau juga masih ingat caranya." Seringai pria itu terlihat sinis meremehkan.
Amanda baru sadar jika dia pria yang memang sudah berbeda, meskipun wajahnya masih persis sama tapi perangainya sudah sangat berubah.
"Kau membuatku jijik!"
"Mamang apa tujuanmu kemari?" Dom masih mempertahankan suara tenangnya untuk tidak perduli.
"Aku adalah seorang istri dan aku tidak akan mengkhianati suamiku!" tegas Amanda. "Aku kemari karena aku mencintai suamiku!"
Dom berhenti untuk memperhatikan Amanda sekali lagi, memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Semua tergantung padamu!"
"Jangan kira kau bisa memerasku dengan pekerjaan kotormu!" tegas Amanda.
"Aku tidak menjual barang kharam. Aku memberi perlindungan pada siapa yang membutuhkan dan pastinya bayarannya juga tidak murah jika urusannya tentang nyawa." Dom melangkah maju untuk mendekati Amanda. "Suamimu berani mengunakan jasa kami dan tidak sanggup membayar. Dia bisa membayar dengan apa saja, termasuk dengan tubuh istrinya!"
Dom mencekal dagu Amanda dan wanita itu langsung menepisnya.
"Jangan pikir kau bisa menindasku!" bibir Amanda mulai berdesis kaku, semakin berani untuk menatap Dominic Rodriguez. "Silahkan bunuh aku sekalian, karena aku juga akan ikut mati bersamanya!"
Amanda segera berpaling pergi dan masih tidak percaya akan berada dalam situasi seperti ini. Bagaimanapun Amanda juga belum lupa dengan pria yang bahkan kali ini telah mengubah namanya menjadi orang asing. Amanda yakin jika Ardi pasti tidak tahu bila Dominic Rodriguez adalah orang yang sebenarnya sudah sama-sama mereka kenal.
Seorang pengawal bertubuh besar menghalangi Amanda tepat di depan pintu.
"Biarkan saja dia pergi!" ucap Dom.
Amanda tidak lagi menoleh dan langsung pergi mengabaikan pria-pria bertubuh besar yang sebenarnya masih membuat Amanda merinding ngeri, tapi ternyata mereka membiarkannya keluar dan membukakan gerbang.
Amanda sampai di rumah lebih dulu sebelum Ardi pulang. Amanda segera pergi berendam untuk menenangkan diri karena pertemuan kembali seperti tadi sebenarnya juga sama sekali tidak mudah bagi Amanda. Amanda tidak ingin kembali menggali masa lalu, semua orang pernah melakukan kebodohan termasuk dirinya. Sekarang Amanda telah memiliki keluarga kecil dengan pernikahan yang bahagia, Amanda tida akan rela membiarkan semua itu hancur. Ardi tetap mau menerima Amanda apa adanya dan menjadi suami yang mencintainya tanpa cela, apapun yang Amanda lakukan demi pria itu akan sepadan.
Amanda mengirim pesan pada Ardi untuk menjemput putri mereka tapi sampai malam pesan Amanda belum juga dibalas oleh Ardi. Amanda terus menunggu sampai larut malam dan bersumpah tidak akan tinggal diam jika anak buah Dom sampai kembali berani menyakiti Ardi.
Akhirnya Ardi pulang hampir jam dua belas malam. Amanda segera bergegas turun untuk menyambutnya. Ardi terlihat baik-baik saja sampai kemudian Amanda sadar dengan perban di jari kelingkingnya yang hilang satu ruas.
"Oh ...!" Lutut Amanda seketika lemas sampai Ardi harus segera memeluknya agar tidak runtuh.
"Aku tidak apa-apa," bisik Ardi tapi Amanda tetap menggeleng di dadanya dengan air mata Amanda telah mengalir deras.
"Aku tidak apa-apa, Amanda."
[Besok mungkin kami akan mengambil ginjalnya] sebuah pesan masuk ke ponsel Amanda.
Dom bisa melihat sebuah kebencian yang begitu dalam dari tatapan wanita yang baru diantar masuk oleh seorang pengawalnya. Bagi Amanda pria itu memang sudah bukan lagi orang yang pernah ia kenal dulu, dia orang yang berbeda. Amanda juga tidak akan sudi lagi memanggil namanya."Jadi apa kau sudah berubah pikiran?" Tubuh Dom masih tidak bergeming ketika menatap Amanda yang kali ini sudah kembali berdiri di hadapannya tanpa pelu dia minta untuk datang.Amanda memang kembali nekat datang sendiri menemui Dom meski tahu pria itu sangat licik dan keji, pria yang telah memotong jari tangan suaminya. Dominic Rodriguez adalah pria tanpa hati yang juga bisa mengambil ginjal, jantung, dan organ tubuh apapun dari keluarganya tanpa sedikitpun rasa iba."Apa kau akan bersumpah untuk berhenti menggangg
Hati Amanda benar-benar Hancur menyaksikan tubuhnya sendiri yang sedang begitu terpampang di hadapan pria yang bukan suaminya, Amanda sangat mencintai suaminya dan seharusnya hanya Ardi yang boleh melihatnya seperti itu. Tubuh Amanda sudah tidak terbalut apa-apa dan sedang direntangkan dengan begitu terbuka untuk dipandangi dan sebentar lagi akan ikut dicicipi oleh lelaki lain. Amanda sangat jijik tapi tetap harus menjalani ini dan harus bisa mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya. Walaupun Ardi tidak akan mengetahui perbuatanya tapi Amanda yakin jika rasa berdosanya tetap akan ikut menggelayuti seumur hidup. Dia adalah seorang istri dan seorang ibu yang sedang seperti tidak memiliki harga diri, hal itulah yang sekarang paling membuat Amanda jijik dengan perbuatanya. Dominic Rodriguez hampir satu setengah kali lebih besar dari Ardi, punggungnya lebar dan tebal, otot lenganya sedang m
Ternyata Dom memang membiarkan Amanda pergi dan tidak menyuruh seorang pengawalpun utuk menghalanginya. Beberapa pengawal berbadan tegap yang berjaga di beberapa pintu itu juga hanya menatap Amanda dari ujung kepala sampai ujung kaki. Amanda sadar sudah jadi seperti apa penampilannya setelah perlakuan Dom tadi. Siapapun akan bisa langsun melihat jika dirinya baru selesai disetubuhi dan masih berantakan, bahkan Amanda baru sadar jika salah mengancingkan kemejanya yang tinggi sebelah. Amanda tidak perduli rasa malunya sudah lenyap di hadapan mereka semua, dia terus berjalan seperti patung hidup dan hanya ingin segera keluar dari tempat terkutuk itu.Mobil Amanda masih terparkir di halaman dan bersyukur mesinya masih berfungsi dengan benar tanpa ada yang mengganggu. Pintu gerbang besar itu juga segera dibuka untuknya, walaupun Amanda tetap akan menabraknya jika sampai tidak dibuka. Begitu k
Tiga hari setelah Amanda menemui Dom, dia masih harus rutin meminum kembali pil KB-nya diam-diam tanpa sepengetahuan Ardi. Walaupun perbuatannya tidak ketahuan tapi rasa bersalah dan kotor itu tetap tidak bisa Amanda singkirkan begitu saja. Amanda jadi takut untuk disentuh oleh suaminya sendiri karena rasanya seperti ada yang sedang berjalan tidak benar. Sudah beberapa malam Amanda selalu pergi tidur lebih dulu untuk menghindari suaminya. "Kau sudah bersih?" Ardi menyusul dan merabanya. Biasanya Ardi memang akan langsung memeriksa seperti itu dan jelas Amanda sudah tidak memakai pembalut. Ardi menggeser pinggulnya utuk lebih terbuka dan merapat. Amanda paham jika suaminya sudah sangat ingin setelah empat hari mereka tidak berhubungan intim. Biasanya Ardi hanya tahan dua
Amanda sudah sama sekali tidak tenang begitu mendekati tanggal satu, dia tidak bisa duduk atau berdiri dengan jenak lagi. Ujung jari telunjuknya yang bercat kuku merah cantik terlihat mengetuk-ngetuk gelisah pada tepian gelas koktail kristal yang sudah hampir dua jam baru dia minum setengahnya. Amanda sedang berkumpul bersama keluarga besar Ardi, hari ini ibu mertuanya sedang berulang tahun. Semua saudara Aldi dan iparnya juga sedang berkumpul bahkan yang tinggal dari luar negeri juga datang. Ini adalah kali pertama Amanda dan Ardi berkumpul dengan keluarga besar setelah masalah pelik mereka dan Ardi yang kehilangan satu ruas jari kelingkingnya. Tentu hal tersebut juga tidak luput menjadi pertanyaan di tengah saudara-saudaranya. Ardi berbohong jika Jarinya terkena gerinda. Meski terdengar agak janggal karena Ardi bukan tipe orang yang akan berurusan dengan alat pertukangan tapi mereka semua pilih percaya saja walaupun setelah itu tatapan mereka jadi aneh. Amanda merasa sanga
Tanggal satu akhirnya tetap tiba, Amanda kembali datang menemui Dom. Kali ini Amanda langsung dipersilahkan masuk tanpa diantar pengawal. Ketika Amanda tiba Dom terlihat sedang bicara dengan dua orang anak buahnya dan langsung dia perintah untuk pergi begitu melihat Amanda yang sudah berdiri di ambang pintu. Amanda sempat berpapasan dengan dua orang pria bertubuh tinggi besar itu ketika mereka keluar. Diam-diam Amanda mulai menghapal masing-masing wajah yang dia temui di rumah tersebut. Amanda tidak mau kecolongan dan tidak akan tinggal diam jika ada salah satu dari mereka yang berani berkeliaran di sekitar putrinya. "Senang melihatmu datang tepat waktu," sambut Dom dengan seringai kesombongannya yang tidak terbaca. Entah dia benar-benar senang atau untuk sekedar mengejek. Amanda tetap berjalan mendekati pria tinggi besar itu tanpa rasa gentar meski wajarnya dia takut karena tatapannya sama sekali tidak ramah. "Jika ini hutang aku ingin ada perhitungannya!" t
Dom benar-benar mengirim makana ke kamarnya meski pria itu sudah tidak kembali. Amanda cuma memandangi makanan di hadapannya dengan pikiran yang sebenarnya sedang tidak berani dia jabarkan. 'Satu tahun' pikir Amanda, satu tahun dirinya akan menjalani ini demi putri, sumi, dan keluarga kecilnya. Amanda tidak yakin apa dirinya akan sanggup sementara mengingat perbuatan mereka seperti tadi saja rasanya Amanda tidak sanggup untuk menatap Ardi lagi. Dom memang terkutuk, tapi Amanda juga mulai berpikir jika ini menjadi pilihannya maka dia harus segera bisa berdamai dengan kondisi ini dan mencari celah karena dia tidak mau kalah dan sia-sia. Amanda telah menyetujui kesepakatannya, sesuatu yang telah di putuskan hanya tinggal dijalani. Ponsel Amanda tiba-tiba berbunyi dan muncul pesan dari Ardi. [Apa kau sudah menjemput sisi?]
Ketika kembali meminum pil KB-nya pagi ini Amanda masih sama sekali tidak curiga jika Ardi sudah mengetahuinya. Ardi juga pergi ke kantor seperti biasa tidak menanyakan apa-apa. Amanda mengantar sampai ke pintu dan memberi ciumannya sebentar. Amanda juga harus segera mengantarkan Sisi ke sekolah, mulai sekarang dia harus lebih ekstra menjada putrinya. Begitu sampai di halaman parkir sekolah, Amanda terus meperhatikan orang-orang di sekitarnya. Amanda sudah menghapal semua wajah anak buah Dom dan yakin akan segera mengenalinya jika melihat mereka di manapun. Amanda sangat waspada dan tidak lupa berpesan pada guru di sekolah putrinya agar tidak mengijinkan siapapun menjemput atau menemui Sisi. Amanda memang jadi semakin paranoid tapi sebenarnya dia hanya seorang ibu, dan ibu manapun pasti juga akan bertindak sepertinya jika tahu putrinya sedang ikut dalam bahaya.