Pada tikaman pilu yang ia rasakan sudah semakin beradu,Tatu tak akan lagi berharap semarak akan melagu. Hatinya sudah cukup tersayat-sayat maka ia enggan meratap.
Nelangsanya pun kian merintihkan derita. Ia tak akan lagi mengharap semburat merah muda, cukup pada jingga yang menaungi jiwa. Ia akan terima pada setiap duka maupun nestapa yang memang setia menyelimutinya sejak dulu kala.
Pada dinding putih nan bersih yang tanpa cela, iris matanya menumbukkan tanya. Ia yang hanya setitik noda haruskan merasa dengki dengan kemurnian yang terasa menusuk mata di hadapannya.
Deru mobil di luar jendela mengalihkan perhatiannya. Ia tatap mobil sedan keluaran Jerman itu yang melaju kencang. Ada bisikan tak kasat mata yang menginginkannya menentang semesta. Ia yang tak berdaya tak mungkin menutup mata.Pada setiap
Baru petang tadi mereka bertengkar, yang melibatkan sahabat mereka berdua. Josh menegakkan badannya, menurunkan kaki mencoba memastikan jika matanya tidak salah melihat. Wanita pujaannya ada di sini. Dam! Aku tak bermimpi, ‘kan? Josh mengerang dalam hati.“Hunny, Ania, Sayang?” Josh bangkit berjalan tergesa memutari meja kerjanya yang terasa mengganggu. Ia memicing dengan senyum mengembang menyiratkan kebahagiaan. Gegas berlutut di depan perempuan yang selalu memakai baju santai tak mempedulikan penampilannya.“Aku ingin bertanya Josh,” kata Tatu tanpa berbasa-basi. Rasa penasaran dengan kasus suami sahabatnya yang membawanya nekat menemui pria-nya, atau lelaki
Josh semakin mengeratkan dekapan, perasaannya pada wanita di pelukan itu tak bisa tergambarkan. Semakin menyesakkan setiap hari, tapi entah mengapa ia belum mempunyai keberanian untuk menguraikan semua. Menjabarkan setiap warna yang selalu menaungi, saat bersama saling menuntaskan dahaga akan cinta. Dia sadar, setiap kehadiran Tatu di harinya selalu membuat perasaanya membuncah. Selalu bersemangat dan ingin semua pekerjaan segera selesai. Gadis cantik itu laksana cambuk. Meluangkan waktu dengan Tatu adalah hal yang sangat menyenangkan, walau mereka hanya akan berbaring sambil menonton film selama berjam-jam dengan saling memeluk. Ia merasa lengkap. Pertanyaan Tatu yang tidak ia jawab, bukan berarti ia dari keluarga yang sama dengan Josh. Semua keluarganya adalah pengacara, dan harus menjadi pengacara. Ia tak takut pada pernikahan. Namun ia takut ia akan menjadi lebih menuntut setelah menikah. Ania-nya adalah pribadi yang bebas. Yang selalu mengungkapkan apapun dan melakukan apapun ta
Yang Josh tahu, Tatuania adalah wanita sempurna di matanya. Walau awal mula kedekatan mereka hanya karena materi yang gadis itu butuhkan. Tapi perasan mereka sama, kilat cinta dimata mereka selalu berkobar dan menyala. Tapi Josh tak punya kuasa, pada jiwanya yang mempunyai banyak cela. Josh tentu memikirkan perasaan kekasihnya, status yang tak pernah mereka ikrarkan. Tentu membuat Ania –panggilan kesayangan-nya untuk kekasih tercinta gundah. Anak mereka tak akan lama hadir kedunia. Rasa haru juga bahagia tentu menelusup hatinya, tapi budaya memang membuatnya lupa. Ia tak bisa memaksakan egonya. Pun Tatu mempunyai ha katas bahagianya. Tawaran Tatu membuatnya merana, mereka sudah sering terpisah. Bertemu pun hanya dalam hitungan bulan. Saat ia berada di negara ini untuk usaha dan kliennya mereka akan menghabiskan waktu bersama. Tak pernah ada masalah yang mendera mereka. Katakanlah Josh memang penggila wanita, tapi itu sudah tak belaku sejak hatinya sudah tertawan pada gadis yang sela
Dia, selalu menjadi pelita dalam gelapnya kehidupan. Ia tetap laksana pahlawan yang menyelamatkan dari kubangan ketidakadilan. Pria itu tetap bertahta di dalam lubuk hati paling dalam. Pesonanya masih akan terus menggetarkan jiwa. Senyum menawan itu tetap akan jadi pengobat setiap kesakitan. Kata manisnya akan menjadi kenangan, sebagai selimut kerinduan. Oh, Joshua MacFillain. Kau selayak bintang yang tak mampu dia genggam. Hadirmu seperti fatamorgana yang tak bisa menjadi nyata. Bibir ini akan tetap menjadi marshmallow favoritnya. Madu yang menyembuhkan juga meracuninya. Kecapan ini akan selalu dia jadikan musik riang kala hati gamang. Tatu membuka mata, melepaskan tautan bibir ranumnya pada bibir merekah milik pria perebut jiwa juga raga. Menatap
Dia ada karena ia terlalu lena, pada apa yang disebut hasrat semata. Tapi ia juga tak bisa abai, pada keberadaannya yang juga karena ia terlalu percaya pada manusia. Sementara sang penentu hanyalah Tuhan sang penguasa jagat raya. Pertanyaan Mak Sini, membuat Tatu beku. Rasa dingin tiba-tiba menusuk hingga ke tulang. Apa dia boleh mempersembahkan itu untuk buah cinta dari hasil zina? Tatu gamang, hatinya pun bimbang. Dia yang terbuang dan tak pernah mengenal ayah kandungnya. Apakah akan berlaku sama seperti sang Ibu? Yang entah pernah mendoakan atau menghujatnya sejak kandungan? Dia raba dadanya, apakah masih ada naluri yang tak berduri di dalam hati? Doa, yang sering ia pinta dalam sujud sebelum kewarasannya terenggut pada dia yang disebut gelora. “A-apa boleh Mak?” gagap Tatu menatap pada wanita baya itu sendu. Ia tak ingin semakin malu, jika memang boleh di mana? Dan siapa ustaz yang bersedia mendoakan calon anaknya? “Loh, kenapa ngga to, boleh saja. Kan yang didoakan itu makh
Tak ada yang bisa mencegahnya mengambil keputusan yang sangat menantang itu, rela menjadi seperti ibunya dulu. Walau yang berbeda adalah, ia tahu siapa ayah kandung bayi dalam perutnya. Tatu sadar keegoisan Josh tak bisa lagi ia tolerir, ia juga egois. Mereka sama-sama pasangan keras kepala. Jadi biarkan dia tetap pada keputusannya. "Kamu yakin Ta?" Pertanyaan yang Lara lontarkan tak membuat Tatu gamang, dia sudah haqul yakin. "Yakin!" angguknya mantap. Lalu pelukan dengan linangan air mata kembali ia dapatkan. Ah Lara, ia saja dalam masalah yang besar, tapi masih memikirkan Tatu. Tak ada yang berarti, berminggu telah berlalu. Dia tak memblokir Josh pun sebaliknya, tapi tak ada komunikasi berarti. Juga kabar dari pria itu. Tatu sedang bersama seorang agen properti. Ia tak bisa lagi terus berada di kos itu, morning sickness telat yang kadang datang sangat menyiksa. Dan dia tak bisa mengabaikan tetangga yang curiga. "Gimana nih, Ta. Lo mau milih yang mana?" Dia adalah Reina san
Yang Tatu dengar dari Lara, beberapa hari setelah keputusan mereka untuk break up. Josh datang demi masalah sang sahabat juga beberapa bukti tapi pertengkaran besar terjadi. Melibatkan dia di dalamnya, tak suka dengan Garry yang menyalahkannya. Josh untuk tak peduli lagi dengan kasus sahabat yang sudah ia kenal bertahun lalu. Josh memilih pulang ke negaranya Irlandia.Bagaimana perasaan Tatu? Pedih, tikaman yang menyayat masih sangat ia rasakan. Tapi ia bisa apa? Bahkan Josh tak mengabarinya pun mengirimkan pesan.Baiklah jika itu yang dia mau. Tatu akan benar-benar mengubur nama juga kenangan dengan pria itu.Saat ini dia berada di kediaman Lara, sementara wanita itu menemani sang suami menuju British Council. Masalah mereka sudah memasuki babak baru. Dan hanya di tempat itu Garry bisa mendapatkan perlindungan hukum. Pamannya Mr. Wright salah satu pemilik pabrik berjanji akan menolong, karena ia tahu keponakannya tak akan melakukan hal buruk seperti itu. Apalagi penggelapan dan penc
Tak ada mampu melawan takdir, begitu pula Tatu juga Lara. Saat sahabatnya itu harus melepas sang suami yang harus menerima pil pahit atas kasus yang tak pernah dia lakukan. Mengganti untuk barang yang telah dihilangkan dalam nominal yang besar, tapi tetap harus mau dipulangkan ke negara asalnya Inggris juga mendekam di penjara negara kerajaan itu. Beruntung Lara tidak dipecat, walau dia harus menebalkan muka untuk semua tatapan juga hinaan yang sering ia dapatkan walau tak secara langsung. Tatu sebagai sahabat hanya bisa memberi dukungan moral juga memilih tinggal di rumah besar itu untuk sementara waktu. Dan itu sudah sebulan lamanya, hari ini Tatu berniat pulang ke rumahnya. “Ta, makasih ya, sudah menemani Lara selama ini.” Anita menggenggam tangan wanita h