Share

#4

Deringan pada ponsel pintarnya menyadarkan Tatu dari lamunan, saat ini ia sedang istirahat di kantin. Menunggu Lara datang. Menghela napas berat, saat melihat nama yang membuatnya darah tinggi setiap menghubungi. Dengan enggan Tatu mengangkat panggilan tersebut.

“Assalamu’alaikum ....“ jawab Tatu dengan malas.

“Gimana kabarmu, nduk? Udah makan belum?” suara berat dari seberang sana menyapa Tatu, nadanya sumringah dan sangat ramah.

“Baik, Pak. Ini baru mau makan. Bapak sudah makan belum?” basa-basi Tatu kepada bapaknya.

Lha ini bapak nelpon, mau ada perlu sama kamu. Bapak belum makan, duit bapak habis. Bisa to kamu kirimi bapak uang?” todong Sarjono, ayah kandung Tatu. Selalu dan selalu, membuat Tatu jengah dengan alasan yang suka mengada-ada.

“Pak, ‘kan udah aku kirim awal bulan kemarin. Itu jatah Bapak sama Ibu malahan. Kalo sekarang ga ada, aku belum gajian … “ ucap Tatu dengan raut kesal, mendongak,menatap Lara yang baru saja datang. Lara duduk di hadapannya, membuka beberapa kotak bekal. Masakan yang selalu bisa menambah nafsu makannya.

Kamu itu loh, berapa tahun kerja! Kalo orang tuanya sambat, alesannya banyak. Ingat kamu kalo ga ada bapak, ga akan ada kamu. Kalo ga bapak sekolahin, ga bakalan kamu bisa kerja! Tahu diri kamu!” cerca Pak Sarjono, Tatu mengusap wajahnya kasar. Selalu seperti itu, setiap minggu. Jika tidak dipenuhi permintaannya, Pak Sarjono akan mengamuk dan marah-marah.

“Aku ada cuma tinggal buat makan, Pak. Bapak kan juga kerja, tolong pakai uang bapak dulu, nanti gajian aku kirim,” mohon Tatu dengan suara lemah, ia sedang kebingungan dengan kehamilannya. Orangtua yang setiap minggu merongrongnya, membuat hidupnya semakin terasa sulit.

Sebagai staff biasa di pabrik, gaji Tatu hanya naik beberapa persen dari UMR yang sudah ditetapkan pemerintah. Itupun karena Tatu melanjutkan kuliahnya, dia bisa mencapai posisi saat ini. 

Lara yang tau dari awal keadaan Tatu, mencoba menguatkan dengan mengelus punggung tangannya. Tatu membalas dengan senyuman.

Alah, kamu memang selalu kayak gitu. Alesan habis, yang inilah, yang itulah. Kalo bapak mau ngitung biaya--”

“Iya! Nanti aku kirim seadanya. Jangan protes dengan yang Bapak terima nanti. Assalamu’alaikum.” Memang tidak sopanmemotong dan memutus percakapan secara sepihak, tapi Tatu tidak ingin kehilangan selera makannya.

Sejak tidak mendapatkan haidnya satu bulan lalu, Tatu sering kehilangan nafsu makan. Dan itu pasti akan berpengaruh buruk pada janinnya, Tatu tidak mau itu terjadi. Walaupun ayah dari bayi yang ia kandung tidak benar-benar mencintainya, tapi Tatu mencintai pria itu dan juga janin yang sekarang tumbuh dalam rahimnya. Ia ingin Janinnya tumbuh dengan sehat dan kuat untuk saat ini. Vonis dokter jika ia akan susah mengandung membuatnya putus asa saat itu, dan enggan berhubungan dengan lawan jenis.

Beberapa pria yang pernah mendekati akan mundur teratur, kala Tatu mengemukakan fakta tentang kondisi reproduksinya. Hanya Joshua yang menerima apa adanya dan tidak keberatan dengan kondisi Tatu. Sudahlah, sekarang ia akan fokus makan saja. Mengingat pria itu membuatnya ingin memakan orang hidup-hidup.

“Ta, siapa? Bapak?” tanya Lara, yang memang sangat mengenal Tatu.

“Iya, sampai kapan ya Ra, keluargaku seperti ini?” Pertanyaan yang tidak pernah menemukan jawabannya. Lara menghela napas.

“Sabar ya Ta, ntar aku yang ngirimin secukupnya aja. Tapi sabtu minggu harus nginep di rumah,” ucap Lara sambil mengacungkan sendoknya, mencoba mengancam.

“Ga usah, Ra. Aku ada kok cuma males aja. Bapakku masih suka judi, itu yang aku berat ... huft,” desah Tatu frustasi.

“Ya udah sih, biar aku aja. Ntar aku kirimin 200 aja ya. Kamu kalau nolak, nginepnya jadi tambah lama … “ ancam Lara, mata bulatnya mendelik sok galak.

“Makasih ya, Ra. Kalau orang lain mungkin malah ngejauhin aku. Kamu kenapa sih baik bangettttt,” puji Tatu dengan mencubit pipi Lara gemas.

“Karena aku sahabatmu, bukan temenmu. Udah makan, kamu kayaknya kurusan, terus mukamu rada kuyu gitu, putus cinta buk?” selidik Lara. Tatu hanya terkekeh sambil menyuapkan nasi mengambil lauk dari kotak bekal Lara.

“Ga, tau deh Ra. Sama Josh gini-gini aja. Kenapa sih ga ketemu Pak Gary kedua gitu, begitu kamu terima cintanya langsung pengen halalin kamu … nah aku?” keluh Tatu. 

Hubungannya dengan Josh memang naik turun, kesibukan pria itu yang sering bolak-balik Jakarta-London-Irlandia memang membuat komunikasi mereka kurang. Dan saat bertemu mereka hanya akan bergelung panas, dan jarang membahas dengan serius hubungan apa yang sedang mereka jalani.

“Mas Gary mah the one and only Ya, jadi jangan ngarep ada yang nyamain. Dia mah no kloningan,” sanggah Lara, membuat Tatu mencibir dan tertawa.

“Aku habisin ya, Ra? Kangen masakan Mak nih … “izin Tatu menyendok lauk dan sayur yang tersisa ke dalam nasinya. Lara mangangguk, mereka menyelesaikan makan siang dengan cepat sebelum ke mushola. Dan melanjutkan pekerjaan mereka.

***

Tatu baru saja sampai di kos, saat  Mbak Ayu menghampirinya. Ada sedikit rasa was-was, Mbak Ayu memang pribadi yang baik. Tapi sifat ingin tahunya melebihi anak empat tahun. Kalau belum mendapatkan informasi yang mendetail dia tidak akan menyerah. Kemarin dia bisa berkilah, bahwa yang dia dengar adalah film yang sedang Tatu tonton. Entah ada apa lagi, tetangga kost yang umurnya beberapa tahun diatasnya itu. Uh, benar-benar merepotkan. Mendengus  dalam hati, Tatu mencoba bersikap acuh.

“Ta, baru pulang?” sapa wanita berambut sebahu, ia duduk di kursi tamu depan kamar Tatu.

“Seperti yang mbak lihat,” jawab Tatu, senyum enggannya hanya segaris saja.

“Gimana kabar Lara? Ga pernah kesini lagi ya, sejak nikah … “ tanyanya lagi, Tatu duduk di pagar beton setinggi satu meter, yang berfungsi sebagai penghalau air hujan supaya tidak  naik hingga teras. Khas bangunan jaman dulu.

“Alhamdulillah baik, mau nitip salam? Besok Ta salamin. Dia sibuk mbak,  masih kerja juga ‘kan,  jadi kalau weekend ya dihabiskan sama keluarganya.” jawab Tatu dengan nada santai. 

“Kalo kamu kapan mau nyusul berkeluarga? kalian seumuran kan?” Mbak Ayu mengibaskan rambutnya, menyamankan posisi duduknya. ‘bakal lama nih, batin Tatu.

“Nanti dulu lah mbak, kan yang lebih tua umurnya Mbak Ayu, mbak aja dulu ya … biar Tatu nanti ga sungkan hehehe,” jawab Tatu asal yang membuat wajah Mbak Ayu menjadi masam. Tatu bangkit, mengambil kunci di dalam tasnya dan membuka pintu.

“Mbak, aku bersih-bersih dulu. Capek. Mbak mau masuk?” tawar Tatu, Mbak Ayu ikut berdiri. Nanti aja deh Ta, kita ngobrol-ngobrol,” Mbak Ayu berlalu ke kamarnya yang berada di ujung. 

Tatu baru melangkahkan sebelah kakinya saat Mbak Ayu berkata,”Kemarin ada mobil parkir di luar pagar, pas aku tanya mbak warung katanya pria bule dan masuk ke kos ini loh Ta ….” 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Karena judi,.....bapaknya Tatu selalu memeras Tatu.........
goodnovel comment avatar
Humaira Zidny
astaghfirulloh bpk mcam apa kyak gt, perhitungan bgt sma anak sndri......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status