Chapter 4
Kembali Bertemu Rhoney Valley, Perancis. Tiga tahun kemudian. Cuaca di Rhoney Valley cerah dan hangat, awal musim panas adalah sesuatu yang menggembirakan bagi Luna karena bisa berjemur di bawah terik matahari. Luna memakaikan topi pada putranya yang belum genap berusia tiga tahun. “Kau tampan sekali,” ucap Luna pada putranya Liam Adams. “Apa aku setampan ayahku?” tanya Liam. Mata Liam berwarna emas seperti ayahnya, Luciano Genevece dan Luna tidak menampik jika putranya mirip dengan Luciano Genevece yang pernah ia temui satu kali. Luna sengaja memberi nama putranya Liam Adams, tidak mengambil nama keluarga Genevece maupun keluarganya yang sudah membuangnya. Tiga tahun ini ia tinggal di perkebunan angur milik kenalan lama keluarga Julie, bekerja di sana mengurus kebun anggur yang sangat luas. Tentunya Luna bukanlah satu-satunya pengurus kebun anggur, ada puluhan orang yang bekerja di kebun anggur itu dan Luna merasa sangat aman tinggal di sana. Luciano Genevece mungkin sudah melupakannya, sudah tidak tertarik mencarinya lagi dan Luna berbahagia setiap kali memikirkannya. Di Rhoney Valley ada tiga belas kebun anggur yang terletak di perbukitan dan semuanya tampak indah. Di Rhoney Valley setiap bulan Mei akan ada Festival of Vine dan Wine yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur masyarakat setempat setelah mengadakan panen raya. Ini adalah bulan Mei ketiganya dan Luna merasa sangat bersyukur karena dapat menyaksikan festival of Vine and Wine. Kali ini ia akan mengunjungi ke Carre du Pallais untuk menyaksikan pembuatan wine setelah tahun sebelumnya ia mengunjungi Paul Jaboulet. “Kalian sudah siap?” tanya wanita separuh baya bernama Aami. “Kami sudah siap, Aami,” jawab Liam. Aami adalah wanita berusia lima puluh tahun yang tinggal sendiri, suaminya sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu dan mereka tidak memiliki keturunan. Ketika pertama tiba di Rhoney Valley yang merupakan kota kecil, Luna yang tidak begitu paham bahasa Perancis hampir saja bertengkar dengan pemilik apartemen yang terus saja berbicara bahasa Perancis dan Aami datang menolongnya lalu menawarkan tempat tinggal. Kebetulan Aami memiliki apartemen yang usia bangunannya mungkin sudah ratusan tahun dan harga sewanya juga murah sehingga Luna bersyukur sekali bertemu Aami saat itu. Namun, bersama berjalannya waktu Aami menawarkan Luna untuk tinggal bersamanya karena kandungan Luna saat itu yang sudah semakin membesar. Luna tidak menolaknya apa lagi Aami selama ini sangat baik padanya hingga ia merasa menemukan keluarga baru. Mereka bertiga berjalan menuju halte bus untuk menuju Carre du Pallais, setibanya di sana festival sudah dimulai. Banyak sekali wisatawan asing dan lokal yang ingin menyaksikan produksi wine secara langsung membuat suasana sedikit bising. Entah sejak kapan Luna menyukai kebisingan seperti itu dan di tempat asing itu Luna merasa tetap aman meskipun berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak. “Liam, ingatlah untuk tidak berlarian, oke?” kata Luna kepada putranya. “Kau pergilah untuk melihat-lihat pembuatan Wine, biar aku yang menjaga Liam," ujar Aami. “Tapi, Aami.” Luna menatap Aami dengan tatapan memelas. Aami tersenyum kepada Luna. “Seumur hidup aku tinggal di kota kecil ini, Sayang. Aku sudah bosan melihat pembuatan wine. Pergilah, nikmati harimu.” “Terima kasih, Aami. Aku menyayangimu,” kata Luna dengan riang lalu meninggalkan Aami bersama putranya. Selama hampir tiga tahun Luna bekerja merawat kebun anggur dan ia tertarik dengan bagaimana proses pembuatan wine meskipun sudah sering ia baca di artikel jika bahan-bahannya hanya jus buah anggur dan ragi. Tetapi, apa hanya itu saja? Tentu saja tidak, bukan? Dari yang Luna tahu selama bekerja di kebun anggur, ada banyak jenis anggur dengan kualitas yang berbeda-beda yang akan menghasilkan jenis wine yang berbeda kualitasnya pula belum lagi proses pembuatan wine yang memakan waktu tidak sebentar dan memerlukan kesabaran. Luna mendekati seorang pria yang sedang dikerumuni banyak orang, di depan meja yang dialasi taplak meja berwarna putih itu tersusun beberapa jenis wine dan gelas. Sepertinya pria itu akan memberi tahu cara mengetahui kadar alkohol pada wine, meskipun tahun lalu Luna sudah melihatnya, tetapi melihat sekali lagi bukan masalah. Pertunjukan masih menarik di mata Luna. Luna masih ingat bagaimana mengetahui bentuk wine, pertama-tama adalah melihat bentuk wine di atas taplak meja putih, memiringkan gelasnya empat puluh lima derajat lalu periksa bagian tengah anggur untuk melihat kepadatannya, dan bagian pinggir anggur untuk memeriksa ronanya. Konon warna bisa memberitahu apakah anggur itu masih muda atau sudah berumur. Kemudian putar gelasnya, semakin cepat anggur itu mengendap maka semakin sedikit kadar alkoholnya dan jika semakin lamban mengendap maka kadar alkoholnya semakin tinggi. *** Luke membuka kaca mobilnya dan memandangi jejeran tanaman anggur sepanjang jalan di Rhoney Valley atau lembah Rhoney. Ia datang ke sana untuk memenuhi undangan salah satu rekan bisnisnya yang merupakan salah satu pemilik pabrik wine ternama di Perancis dan bisnis mereka sudah terjalin sudah cukup lama. Di bulan Mei, di kota kecil yang terletak di lembah itu ada festival of Vine and Wine. Beberapa pemilik pabrik anggur biasnya mengadakan jamuan pesta untuk mencicipi produksi anggur mereka. Luke dulu pernah datang ke acara mencicipi anggur, tetapi sudah sangat lama. Mungkin tujuh atau delapan tahun yang lalu. “Terakhir ke sini kau menakuti Felix Garent,” ucap Matt yang sedang mengemudikan mobil. Saat itu Luke mengemukakan keinginannya untuk menjadikan dirinya satu-satunya pembeli produksi anggur dari pabrik anggur Felix Garent dan pria itu tentunya tidak bersedia karena merek dagang anggur mereka sudah cukup ternama, mustahil memutus hubungan kerja sama dengan pembeli lain yang tentunya tidak sedikit. Keluarga Genevece adalah satu mafia dari Sisilia yang paling ditakuti, jaringan mereka tidak hanya meliputi daerah Sisilia, tetapi hampir seluruh Italia. Bahkan di luar negeri seperti Perancis, Jerman, Inggris, hingga ke benua Amerika. Siapa pun tidak ingin berurusan dengan keluarga Genevece, apalagi jika menyangkut masalah uang atau daerah kekuasaan, bahkan mafia kuat sekalipun berpikir untuk berurusan dengan klan Genevece. Matt menginjak rem mobilnya, mengumpat karena banyaknya orang di acara festival yang memenuhi jalan hingga kesusahan untuk lewat. “Figlio di puttana!” maki Matt lagi. “Sepertinya kita harus berjalan kaki, Bos,” kata Matt kepada Luke. Matt meminggirkan mobil dengan susah payah, bahkan beberapa kali menekan klaksonnya disertai umpatan kasar. Setelah mobil terparkir, Luke keluar dari mobil. Pria itu berdiri sejenak sambil mengamati keadaan sekitar lalu mengambil rokoknya dan baru saja hendak menyulut rokoknya seorang anak kecil memeluk kakinya. “Papa...,” kata anak kecil itu. *Figlio di puttana= Your mother fucker Bersambung....Chapter 5 Kembali ke SisiliaHabislah sudah, batin Luna saat mendapati siapa pria di depannya. Ia berusaha tenang dan berdehem pelan. "Liam, minta maaf pada Uncle." "Papa... Papa...," ucap Liam.Luna putus asa karena Liam menempel pada kaki Luke seperti gurita kecil yang menempelkan tentakelnya pada sebatang kayu. Luke mengulurkan kedua tangannya, matanya yang berwarna kuning emas menatap Liam dengan penuh kasih sayang. Tiga tahun ia mencari wanita yang mngandung putranya ke mana-mana, seluruh Sisilia telah ia cari tanpa terlewatkan satu jengkal pun tanah di sana hingga seluruh daratan Italia, bahkan semua pulau-pulau kecil di sekitar Italia dan kini ia menemukan wanita itu di Perancis, di sebuah lembah penghasil anggur terbaik. Benar-benar tidak disangka.Luke mengangkat Liam dan membopongnya. "Jadi, namamu Liam?" tanyanya dengan suara sedikit parau, hampir tenggelam dalam kebahagiaan yang tidak pernah dibayangkan. Liam mengangguk dan melingkarkan lengannya di leher Luke. "Papa!"
Chapter 6 Hidupmu Milikku Luna menyipitkan matanya menatap Luke. "Apa maksudmu?" Luke telah menyelidiki asal-usul Luna, wanita yang melahirkan putranya itu diakui Luke cukup cerdas karena dapat melarikan diri dari cengkeramannya menggunakan gorden dan kain seprei yang dipotong-potong menggunakan pisau buah yang kelihatannya sepele. Luna juga berhasil membuatnya mencari keberadaan wanita itu selama tiga tahun dan bersembunyi di sebuah lembah yang notabene bukan tempat terpencil, bahkan bagaimana Luna keluar dari Italia dan masuk ke Perancis belum ia ketahui sampai saat ini. Jika bukan memiliki kecerdasan dan perhitungan, sudah pasti Luna telah ia temukan sejak lama. "Ibumu bukan meninggal karena sakit," ucap Max dan itu bukan bualan, semua tentang Luna sudah lama ia kantongi. "Ibumu diracun," kata Luke dan menatap Luna dengan serius. Bibir Luna menganga mendengar ucapan Luke dan mendekati Luke. "Tidak mungkin." "Ibumu adalah putri satu-satunya keluarga Cavarallo dan meni
Chapter 7 Garis Kehidupan Luna menghela napasnya dengan berat, makan malam dengan Aami dan Liam di ruang makan yang mejanya sangat panjang hingga muat untuk perjamuan enam belas orang dan mereka hanya bertiga dilayani oleh tiga orang pelayan yang masing-masing melayani satu orang bahkan hanya untuk menuangkan air minum. Dulu ketika keluarga Valerianus belum terperosok ke dalam jurang kebangkrutan, mereka cukup kaya dan memiliki beberapa pelayan di rumah mereka meskipun tidak sebanyak pelayan di mansion Luke. Hanya seorang juru masak, dua orang pemelihara kebersihan, satu orang tukang kebun, dan satu orang sopir yang bertugas mengantar dan menjemput Audrey sekolah. Sementara dirinya diperlakukan tidak istimewa, ia seolah menumpang di rumah itu bahkan setelah usianya dewasa ayahnya pun tidak membelikannya mobil. Luna harus berpuas hati hanya menumpang di mobil Audrey atau terkadang menggunakan transportasi umum, sekarang batinnya dipenuhi dendam karena kekayaan ibunya dinikmati ol
Chapter 8 Transaksi Pertama Luke baru saja masuk kamar bermaksud untuk mengganti pakaiannya karena makanan Liam jatuh mengenai jasnya, tetapi pintu kamarnya diketuk. Ia pun berbalik dan membuka pintu dan mendapati Luna berdiri di depan pintu kamarnya. Luke menatap Luna beberapa saat dan alisnya berkerut. “Ada apa?” Luna meremas pakaiannya. “Kemarin kau bilang agar memberitahumu jika aku ingin melakukan sesuatu pada keluarga Valerianus, aku sudah memikirkannya.” Sebelah mata Luke menyipit. “Secepat itu?” Luna mengangguk. “Semakin cepat semakin baik.” “Apa rencanamu?” tanya Luke seraya menatap mata Luna dengan tegas, sorot matanya seperti mengintimidasi. Luna membalas tatapan Luke meskipun ragu-ragu. “Langkah pertama aku ingin muncul di tempat tinggal mereka,” jawabnya pelan. Bibir Luke mengulas senyum meremehkan. “Sebagai apa kau datang ke sana?” “Aku ingin mereka melihatku, menunjukkan pada mereka jika aku baik-baik saja tanpa mereka,” jawab Luna dengan teg
Chapter 9 Seorang GundikLuke menarik keluar kejantanannya dan memuntahkan cairan kentalnya di atas perut Luna lalu dengan napas yang tidak teratur berkata, “Kau harus mengenakan alat kontrasepsi kecuali jika kau bersedia melahirkan lagi.” Luna mengangguk, ia lebih baik menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan melahirkan lagi meskipun masa depan anaknya sudah pasti terjamin dengan bergelimpangan harta klan Genevece. Luke bangkit dan meraih sebuah kotak tisu yang berada di atas nakas lalu meletakkannya di samping Luna kemudia pria itu meninggalkannya, sementara Luna menyeka cairan yang membasahinya dengan tisu dan membiarkan tisu bekasnya berceceran di lantai lalu mengenakan pakaiannya kemudian meninggalkan kamar Luke. Di kamarnya Luna menanggalkan pakaiannya lalu membersihkan diri di bawah guyuran shower, membersihkan seluruh jejak Luke dari tubuhnya. Luna merasa jika dirinya kotor karena telah menjual dirinya kepada seorang pria demi memenuhi ambisi balas dendamnya dan ia jijik
Chapter 10Penarus Klan Genevece Luke sedang duduk di ruang kerja pribadinya sembari mengisap cerutu di tangannya, matanya yang berwarna keemasan mengawasi monitor di depannya dengan ekspresi datar. Ruangan kerja pribadi Luke berukuran 10 meter persegi dengan nuansa gelap dan furnitur didominasi dengan kayu-kayu berkualitas tinggi. Ruangan itu terletak di bawah tanah dan tidak bisa diakses oleh sembarang orang, selain dirinya hanya Matthew dan seorang kepala pelayan yang diizinkan memasukinya. Ruangan itu selain didesain tahan gempa, juga didesain tahan banjir, dan tahan api juga memiliki akses pintu rahasia untuk melarikan diri. Setiap furnitur di ruangan itu adalah pilihan yang didesain khusus yang hanya ada satu di dunia, bahkan lorong-lorong tempat penyimpanan dokumen didesain menyerupai labirin sehingga orang biasa mungkin akan tersesat di ruang bawah tanah dan tidak bisa keluar. Belum lagi setiap bagian penyimpanan dokumen terdapat kamuflase dan mekanisme rahasia, misalnya se
Chapter 11Orang-orang MunafikLuna memasuki rumah keluarga Valerianus dengan tenang seorang diri, sopir yang bersamanya hanya mengantarkannya sampai depan pintu utama dan tidak ikut masuk ke dalam. Ada sedikit rasa ragu terselip di benaknya karena mengingat kata-kata Audrey, ia mungkin akan mendapatkan pengusiran dari rumah yang seharusnya menjadi miliknya. Namun, ia harus mencoba. Paling-paling ia akan mendapatkan cacian, hinaan, dan cacian. Juga tamparan. Karena tidak ada seorang pun di ruang tamu, Luna menuju ruang keluarga dan rupanya penghuni rumah yang tidak sudi lagi ia sebut sebagai keluarga berada di sana. Bahkan Scott juga berada di sana dan Scott langsung berdiri melihatnya, begitu juga Audrey.“Luna, kau datang?” kata Audrey sinis begitu melihat keberadaan Luna. Audrey bersikap seperti itu pasti karena keberadaan Scott, jika tidak pastinya sikap Audrey tidak akan begitu, batin Luna sinis. “Hai, Scott,” sapa Luna seraya tersenyum. “Kebetulan sekali aku dan Scott sedan
Chapter 12Pertolongan Pertama dan Terakhir “Tuan Genevece, ini hanya salah paham. Ya, ya, ya... hanya pertengkaran ibu dan anak biasa,” kata Draco seraya membungkuk-bungkukkan badannya dan menatap Luke dengan ekspresi ketakutan. “Mereka berani menyentuhmu?” tanya Luke pada Luna seraya menatap Luna. Tatapan Luke memang tertuju padanya, kata-kata pria itu juga lembut di telinga. Tetapi itu bukan tatapan penuh kasih sayang dan Luna bisa membacanya dengan jelas karena ia mantan mahasiswa fakultas seni jurusan teater meskipun tidak menyelesaikan kuliahnya, ia pernah mempelajari ekspresi manusia. Pria yang memangkunya itu menatapnya seolah hendak membunuhnya dengan tatapan dingin hingga Luna bergidik karenanya hingga dengan linglung Luna mengangguk. Luke sengaja memerintahkan Azzura memasang alat perekam, juga pelacak di aksesoris yang digunakan Luna agar dengan mudah melacak keberadaan Luna, juga apa yang dibicarakan Luna dengan keluarganya. Ia juga sengaja diam-diam mengikuti Luna ka
Chapter 12Pertolongan Pertama dan Terakhir “Tuan Genevece, ini hanya salah paham. Ya, ya, ya... hanya pertengkaran ibu dan anak biasa,” kata Draco seraya membungkuk-bungkukkan badannya dan menatap Luke dengan ekspresi ketakutan. “Mereka berani menyentuhmu?” tanya Luke pada Luna seraya menatap Luna. Tatapan Luke memang tertuju padanya, kata-kata pria itu juga lembut di telinga. Tetapi itu bukan tatapan penuh kasih sayang dan Luna bisa membacanya dengan jelas karena ia mantan mahasiswa fakultas seni jurusan teater meskipun tidak menyelesaikan kuliahnya, ia pernah mempelajari ekspresi manusia. Pria yang memangkunya itu menatapnya seolah hendak membunuhnya dengan tatapan dingin hingga Luna bergidik karenanya hingga dengan linglung Luna mengangguk. Luke sengaja memerintahkan Azzura memasang alat perekam, juga pelacak di aksesoris yang digunakan Luna agar dengan mudah melacak keberadaan Luna, juga apa yang dibicarakan Luna dengan keluarganya. Ia juga sengaja diam-diam mengikuti Luna ka
Chapter 11Orang-orang MunafikLuna memasuki rumah keluarga Valerianus dengan tenang seorang diri, sopir yang bersamanya hanya mengantarkannya sampai depan pintu utama dan tidak ikut masuk ke dalam. Ada sedikit rasa ragu terselip di benaknya karena mengingat kata-kata Audrey, ia mungkin akan mendapatkan pengusiran dari rumah yang seharusnya menjadi miliknya. Namun, ia harus mencoba. Paling-paling ia akan mendapatkan cacian, hinaan, dan cacian. Juga tamparan. Karena tidak ada seorang pun di ruang tamu, Luna menuju ruang keluarga dan rupanya penghuni rumah yang tidak sudi lagi ia sebut sebagai keluarga berada di sana. Bahkan Scott juga berada di sana dan Scott langsung berdiri melihatnya, begitu juga Audrey.“Luna, kau datang?” kata Audrey sinis begitu melihat keberadaan Luna. Audrey bersikap seperti itu pasti karena keberadaan Scott, jika tidak pastinya sikap Audrey tidak akan begitu, batin Luna sinis. “Hai, Scott,” sapa Luna seraya tersenyum. “Kebetulan sekali aku dan Scott sedan
Chapter 10Penarus Klan Genevece Luke sedang duduk di ruang kerja pribadinya sembari mengisap cerutu di tangannya, matanya yang berwarna keemasan mengawasi monitor di depannya dengan ekspresi datar. Ruangan kerja pribadi Luke berukuran 10 meter persegi dengan nuansa gelap dan furnitur didominasi dengan kayu-kayu berkualitas tinggi. Ruangan itu terletak di bawah tanah dan tidak bisa diakses oleh sembarang orang, selain dirinya hanya Matthew dan seorang kepala pelayan yang diizinkan memasukinya. Ruangan itu selain didesain tahan gempa, juga didesain tahan banjir, dan tahan api juga memiliki akses pintu rahasia untuk melarikan diri. Setiap furnitur di ruangan itu adalah pilihan yang didesain khusus yang hanya ada satu di dunia, bahkan lorong-lorong tempat penyimpanan dokumen didesain menyerupai labirin sehingga orang biasa mungkin akan tersesat di ruang bawah tanah dan tidak bisa keluar. Belum lagi setiap bagian penyimpanan dokumen terdapat kamuflase dan mekanisme rahasia, misalnya se
Chapter 9 Seorang GundikLuke menarik keluar kejantanannya dan memuntahkan cairan kentalnya di atas perut Luna lalu dengan napas yang tidak teratur berkata, “Kau harus mengenakan alat kontrasepsi kecuali jika kau bersedia melahirkan lagi.” Luna mengangguk, ia lebih baik menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan melahirkan lagi meskipun masa depan anaknya sudah pasti terjamin dengan bergelimpangan harta klan Genevece. Luke bangkit dan meraih sebuah kotak tisu yang berada di atas nakas lalu meletakkannya di samping Luna kemudia pria itu meninggalkannya, sementara Luna menyeka cairan yang membasahinya dengan tisu dan membiarkan tisu bekasnya berceceran di lantai lalu mengenakan pakaiannya kemudian meninggalkan kamar Luke. Di kamarnya Luna menanggalkan pakaiannya lalu membersihkan diri di bawah guyuran shower, membersihkan seluruh jejak Luke dari tubuhnya. Luna merasa jika dirinya kotor karena telah menjual dirinya kepada seorang pria demi memenuhi ambisi balas dendamnya dan ia jijik
Chapter 8 Transaksi Pertama Luke baru saja masuk kamar bermaksud untuk mengganti pakaiannya karena makanan Liam jatuh mengenai jasnya, tetapi pintu kamarnya diketuk. Ia pun berbalik dan membuka pintu dan mendapati Luna berdiri di depan pintu kamarnya. Luke menatap Luna beberapa saat dan alisnya berkerut. “Ada apa?” Luna meremas pakaiannya. “Kemarin kau bilang agar memberitahumu jika aku ingin melakukan sesuatu pada keluarga Valerianus, aku sudah memikirkannya.” Sebelah mata Luke menyipit. “Secepat itu?” Luna mengangguk. “Semakin cepat semakin baik.” “Apa rencanamu?” tanya Luke seraya menatap mata Luna dengan tegas, sorot matanya seperti mengintimidasi. Luna membalas tatapan Luke meskipun ragu-ragu. “Langkah pertama aku ingin muncul di tempat tinggal mereka,” jawabnya pelan. Bibir Luke mengulas senyum meremehkan. “Sebagai apa kau datang ke sana?” “Aku ingin mereka melihatku, menunjukkan pada mereka jika aku baik-baik saja tanpa mereka,” jawab Luna dengan teg
Chapter 7 Garis Kehidupan Luna menghela napasnya dengan berat, makan malam dengan Aami dan Liam di ruang makan yang mejanya sangat panjang hingga muat untuk perjamuan enam belas orang dan mereka hanya bertiga dilayani oleh tiga orang pelayan yang masing-masing melayani satu orang bahkan hanya untuk menuangkan air minum. Dulu ketika keluarga Valerianus belum terperosok ke dalam jurang kebangkrutan, mereka cukup kaya dan memiliki beberapa pelayan di rumah mereka meskipun tidak sebanyak pelayan di mansion Luke. Hanya seorang juru masak, dua orang pemelihara kebersihan, satu orang tukang kebun, dan satu orang sopir yang bertugas mengantar dan menjemput Audrey sekolah. Sementara dirinya diperlakukan tidak istimewa, ia seolah menumpang di rumah itu bahkan setelah usianya dewasa ayahnya pun tidak membelikannya mobil. Luna harus berpuas hati hanya menumpang di mobil Audrey atau terkadang menggunakan transportasi umum, sekarang batinnya dipenuhi dendam karena kekayaan ibunya dinikmati ol
Chapter 6 Hidupmu Milikku Luna menyipitkan matanya menatap Luke. "Apa maksudmu?" Luke telah menyelidiki asal-usul Luna, wanita yang melahirkan putranya itu diakui Luke cukup cerdas karena dapat melarikan diri dari cengkeramannya menggunakan gorden dan kain seprei yang dipotong-potong menggunakan pisau buah yang kelihatannya sepele. Luna juga berhasil membuatnya mencari keberadaan wanita itu selama tiga tahun dan bersembunyi di sebuah lembah yang notabene bukan tempat terpencil, bahkan bagaimana Luna keluar dari Italia dan masuk ke Perancis belum ia ketahui sampai saat ini. Jika bukan memiliki kecerdasan dan perhitungan, sudah pasti Luna telah ia temukan sejak lama. "Ibumu bukan meninggal karena sakit," ucap Max dan itu bukan bualan, semua tentang Luna sudah lama ia kantongi. "Ibumu diracun," kata Luke dan menatap Luna dengan serius. Bibir Luna menganga mendengar ucapan Luke dan mendekati Luke. "Tidak mungkin." "Ibumu adalah putri satu-satunya keluarga Cavarallo dan meni
Chapter 5 Kembali ke SisiliaHabislah sudah, batin Luna saat mendapati siapa pria di depannya. Ia berusaha tenang dan berdehem pelan. "Liam, minta maaf pada Uncle." "Papa... Papa...," ucap Liam.Luna putus asa karena Liam menempel pada kaki Luke seperti gurita kecil yang menempelkan tentakelnya pada sebatang kayu. Luke mengulurkan kedua tangannya, matanya yang berwarna kuning emas menatap Liam dengan penuh kasih sayang. Tiga tahun ia mencari wanita yang mngandung putranya ke mana-mana, seluruh Sisilia telah ia cari tanpa terlewatkan satu jengkal pun tanah di sana hingga seluruh daratan Italia, bahkan semua pulau-pulau kecil di sekitar Italia dan kini ia menemukan wanita itu di Perancis, di sebuah lembah penghasil anggur terbaik. Benar-benar tidak disangka.Luke mengangkat Liam dan membopongnya. "Jadi, namamu Liam?" tanyanya dengan suara sedikit parau, hampir tenggelam dalam kebahagiaan yang tidak pernah dibayangkan. Liam mengangguk dan melingkarkan lengannya di leher Luke. "Papa!"
Chapter 4Kembali Bertemu Rhoney Valley, Perancis. Tiga tahun kemudian. Cuaca di Rhoney Valley cerah dan hangat, awal musim panas adalah sesuatu yang menggembirakan bagi Luna karena bisa berjemur di bawah terik matahari. Luna memakaikan topi pada putranya yang belum genap berusia tiga tahun. “Kau tampan sekali,” ucap Luna pada putranya Liam Adams. “Apa aku setampan ayahku?” tanya Liam. Mata Liam berwarna emas seperti ayahnya, Luciano Genevece dan Luna tidak menampik jika putranya mirip dengan Luciano Genevece yang pernah ia temui satu kali. Luna sengaja memberi nama putranya Liam Adams, tidak mengambil nama keluarga Genevece maupun keluarganya yang sudah membuangnya. Tiga tahun ini ia tinggal di perkebunan angur milik kenalan lama keluarga Julie, bekerja di sana mengurus kebun anggur yang sangat luas. Tentunya Luna bukanlah satu-satunya pengurus kebun anggur, ada puluhan orang yang bekerja di kebun anggur itu dan Luna merasa sangat aman tinggal di sana. Luciano Genevece mungki