Chapter 5
Kembali ke Sisilia Habislah sudah, batin Luna saat mendapati siapa pria di depannya. Ia berusaha tenang dan berdehem pelan. "Liam, minta maaf pada Uncle." "Papa... Papa...," ucap Liam. Luna putus asa karena Liam menempel pada kaki Luke seperti gurita kecil yang menempelkan tentakelnya pada sebatang kayu. Luke mengulurkan kedua tangannya, matanya yang berwarna kuning emas menatap Liam dengan penuh kasih sayang. Tiga tahun ia mencari wanita yang mngandung putranya ke mana-mana, seluruh Sisilia telah ia cari tanpa terlewatkan satu jengkal pun tanah di sana hingga seluruh daratan Italia, bahkan semua pulau-pulau kecil di sekitar Italia dan kini ia menemukan wanita itu di Perancis, di sebuah lembah penghasil anggur terbaik. Benar-benar tidak disangka. Luke mengangkat Liam dan membopongnya. "Jadi, namamu Liam?" tanyanya dengan suara sedikit parau, hampir tenggelam dalam kebahagiaan yang tidak pernah dibayangkan. Liam mengangguk dan melingkarkan lengannya di leher Luke. "Papa!" Luke tersenyum pada putranya lalu didekapnya Liam dengan penuh kasih sayang. "Ya, Sayang." Luna menghela napas berat, ia tidak berani mengambil Liam dari tangan Luke. Hanya berdiri sambil memandangi Luke dan Liam dengan tubuh gemetaran. "Sayang...." Suara itu membuat Luna menoleh pada Aami, tetapi ia tidak mampu menyuarakan apa-apa hanya tatapan matanya menyiratkan keresahan yang sangat dalam. "Liam, Sayang.... Jadilah anak baik, oke?" kata Aami seraya mendekati Liam dan mengulurkan tangannya. "Tuan, maafkan cucuku." "Papa!" rengek Liam sambil menyurukkan kepalanya di leher Luke. "Batalkan semua acara kita hari ini, kita kembali ke Sisilia," kata Luke dengan tegas. Matt menatap Luna dan Aami bergantian. "Bagaimana dengan mereka?" "Apa kau bodoh?" kata Luke dengan suara sangat tenang. "Bawa mereka." Tamatlah sudah usahanya selama ini, Luna hampir terjatuh ke tanah yang dipijaknya jika Aami tidak segera menangkapnya dan ia tidak sanggup membuka mulut sedikit pun karena menyadari kekuatannya tidak akan sanggup untuk melawan mafia kejam berhati dingin. Apalagi menyaksikan Liam yang begitu patuh dan manja kepada Luke membuat Luna makin tidak berdaya. Di dalam pesawat pribadi yang membawa mereka menuju Sisilia, Liam dan Luke duduk berdampingan dan mengobrol lalu Liam tertidur dalam dekapan Luke seolah-olah tempat itu adalah tempat yang paling damai. Setelah penerbangan dua jam dua puluh menit, Luna telah kembali ke Sisilia, di mansion milik mafia yang paling berbahaya di kotanya. Luna dengan langkah goyah Mengikuti Luke yang berjalan memasuki mansion yang tiga tahun lalu ditinggalkannya, sementara Liam masih tertidur dalam dekapan Luke seperti seekor bayi koala dan Aami tidak bersuara berjalan di sampingnya. Hanya suara sepatu yang menginjak lantai yang terdengar memecah kesunyian. "Matt, cari beberapa orang pengasuh dan instruksikan kepala pelayan untuk menyiapkan kamar untuk mereka," kata Luke kepada Matt. Matt mengangguk lalu pergi, Luna mengikuti langkah Luke menuju lantai atas melewati sebuah lift yang khusus dan mereka tiba di sebuah ruangan besar bernuansa gelap dan itu adalah kamar Luke. "Untuk sementara Liam akan tidur bersamaku sebelum kamarnya siap," kata Luke. "Aku tidak yakin dia akan tidur tanpaku," ujar Luna. Luke membaringkan Liam di atas tempat tidur berukuran besar yang dilapisi kain sprei berwarna abu-abu gelap lalu Luke menatap Luna dengan tatapan dingin. "Kali ini aku tidak akan menahanmu," kata Luke dengan nada yang sangat dingin. Mudah sekali pria di depannya mengatakan hal itu, batin Luna jengkel. "Aku bisa membesarkannya dengan baik. Kami tidak memerlukanmu," kata Luna dengan tenang. Luke tersenyum sinis. "Kau pikir aku tidak peduli pada darah dagingku?" "Aku tidak peduli denganmu, kumohon lepaskan kami. Kami tidak akan mengganggumu," kata Luna mencoba bernegosiasi meskipun ia tahu hampir mustahil. Luke menatap Luna, matanya sedikit menyipit. Wanita muda di depannya saat di Rhoney Valley empat jam yang lalu saat bertemu dengannya jelas ketakutan sampai gemetaran dan sekarang berani-beraninya ingin bernegosiasi dengannya bahkan berani mengatakan tidak peduli padanya. Berani sekali! Tiga tahun yang lalu wanita muda itu juga berani melarikan diri darinya membawa kabur darah dagingnya, kali ini jangan harap wanita itu lepas dari cengkeramannya meskipun ia bisa saja membiarkan wanita yang melahirkan putranya pergi tentu saja dengan catatan Liam tetap di tangannya. Tetapi, membiarkan Liam tumbuh tanpa sosok seorang ibu adalah kesalahan dan ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang dilakukan ayahnya. Luke tidak pernah tahu siapa ibunya, ayahnya selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali Luke bertanya di mana ibunya hingga Luke memutuskan untuk tidak lagi bertanya perihal ibunya meskipun jauh di dalam benaknya ia sangat merindukan sosok ibu. Ia tidak ingin putranya merasakan kepahitan yang pernah ia rasakan. "Kau bebas melakukan apa saja di rumah ini, tetapi kau tidak bisa keluar sesuka hati tanpa pengawalan. Ingat siapa dirimu, kau adalah ibu dari putraku," kata Luke tegas dan tatapan matanya mengintimidasi. "Dan... wanita tua itu, dia juga tidak bisa pergi dari sini." "Kau tidak bisa menahan Aami begitu saja!" kata Luna dengan tegas. "Aami tidak ada urusan denganmu." Luke memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya dan bibirnya tersenyum miring. "Semua orang yang tahu keberadaan putraku, dia tidak bisa lagi hidup bebas." Luna tidak mengerti mengapa Luke berbuat demikian. "Aku tidak mengerti." Luke tidak ingin menjelaskan apa pun pada Luna. Jadi, ia berkata, "Nikmati hidupmu sebagai ibu dari anakmu. Kau tidak akan kekurangan dan masalah Aami, dia Juga harus menyesuaikan diri di sini." "Tidak," kata Luna dengan tegas, "kau boleh menahan kami di sini, tetapi Aami tidak ada kaitannya dengan kami. Ia sudah banyak menolongku di Rhoney Valley, kau tidak seharusnya mempersulitnya." Inilah yang membuat Luke tidak pernah ingin memiliki anak ataupun wanita di sisinya karena akan menjadi kelemahannya dan sekarang hal yang paling dihindarinya terjadi. Jika musuhnya tahu bahwa dirinya memiliki anak, maka keamanan anaknya menjadi hal yang sangat riskan. Begitu juga dengan wanita yang melahirkan anaknya. "Kau dan Aami, tinggallah di sini dengan baik dan kau, jangan pernah berpikir bisa membawa Liam pergi dari sini karena kau tidak akan bisa membawanya," kata Luke seraya melangkah. Luna tahu itu, ia tidak akan bisa melompati tembok lagi dan membawa Liam meninggalkan mansion ini, tetapi hidup bersama mafia terdengar menakutkan. Ia ingin panjang umur dan hidup tenteram. Ia tidak ingin melihat peperangan antar klan seperti yang sering ia dengar di Sisilia. Tiba-tiba Luke berhenti di depan pintu dan menoleh. "Apa kau tidak penasaran dengan kisah ibumu?" Luna terkejut mendengar pertanyaan Luke. "Ibuku sudah meninggal." "Dan kau tidak penasaran kenapa ibumu meninggal?" tanya Luke.Chapter 13Tidur dengan Mama “Apa kau tahu salah satu hal yang paling kubenci?” tanya Luke dengan nada dingin. Luna meremas handuknya, bagaimana mungkin ia tahu hal-hal yang disukai dan tidak disukai Luke sementara dirinya tidak mengenal Luke—belum lebih tiga hari sejak dirinya kembali ke Sisilia. “Aku tidak tahu,” jawab Luna pelan seperti menggumam. Dengan gerakan pelan yang terkesan angkuh lalu tatapan dinginnya mengarah pada Luna, Luke berkata, “Bagaimanapun, kau adalah wanita dari klan Genevece. Kuingatkan padamu sekali lagi jika tidak sepantasnya kau terlihat lemah di depan siapa pun.” Luna nyaris tidak bisa bernapas mendengar ucapan Luke yang sarat dengan tekanan, pria itu rupanya masih sangat marah perihal dirinya dianiaya oleh ibu tirinya. “Aku... aku tidak menyangka kalau ibu tiriku akan memukuliku,” desah Luna seraya cengkeramannya di handuk semakin erat. Luke menelusuri Luna dari ujung rambut hingga ke ujung kaki dengan tatapan matanya lalu kembali menatap wajah Luna
Chapter 12Pertolongan Pertama dan Terakhir “Tuan Genevece, ini hanya salah paham. Ya, ya, ya... hanya pertengkaran ibu dan anak biasa,” kata Draco seraya membungkuk-bungkukkan badannya dan menatap Luke dengan ekspresi ketakutan. “Mereka berani menyentuhmu?” tanya Luke pada Luna seraya menatap Luna. Tatapan Luke memang tertuju padanya, kata-kata pria itu juga lembut di telinga. Tetapi itu bukan tatapan penuh kasih sayang dan Luna bisa membacanya dengan jelas karena ia mantan mahasiswa fakultas seni jurusan teater meskipun tidak menyelesaikan kuliahnya, ia pernah mempelajari ekspresi manusia. Pria yang memangkunya itu menatapnya seolah hendak membunuhnya dengan tatapan dingin hingga Luna bergidik karenanya hingga dengan linglung Luna mengangguk. Luke sengaja memerintahkan Azzura memasang alat perekam, juga pelacak di aksesoris yang digunakan Luna agar dengan mudah melacak keberadaan Luna, juga apa yang dibicarakan Luna dengan keluarganya. Ia juga sengaja diam-diam mengikuti Luna ka
Chapter 11Orang-orang MunafikLuna memasuki rumah keluarga Valerianus dengan tenang seorang diri, sopir yang bersamanya hanya mengantarkannya sampai depan pintu utama dan tidak ikut masuk ke dalam. Ada sedikit rasa ragu terselip di benaknya karena mengingat kata-kata Audrey, ia mungkin akan mendapatkan pengusiran dari rumah yang seharusnya menjadi miliknya. Namun, ia harus mencoba. Paling-paling ia akan mendapatkan cacian, hinaan, dan cacian. Juga tamparan. Karena tidak ada seorang pun di ruang tamu, Luna menuju ruang keluarga dan rupanya penghuni rumah yang tidak sudi lagi ia sebut sebagai keluarga berada di sana. Bahkan Scott juga berada di sana dan Scott langsung berdiri melihatnya, begitu juga Audrey.“Luna, kau datang?” kata Audrey sinis begitu melihat keberadaan Luna. Audrey bersikap seperti itu pasti karena keberadaan Scott, jika tidak pastinya sikap Audrey tidak akan begitu, batin Luna sinis. “Hai, Scott,” sapa Luna seraya tersenyum. “Kebetulan sekali aku dan Scott sedan
Chapter 10Penarus Klan Genevece Luke sedang duduk di ruang kerja pribadinya sembari mengisap cerutu di tangannya, matanya yang berwarna keemasan mengawasi monitor di depannya dengan ekspresi datar. Ruangan kerja pribadi Luke berukuran 10 meter persegi dengan nuansa gelap dan furnitur didominasi dengan kayu-kayu berkualitas tinggi. Ruangan itu terletak di bawah tanah dan tidak bisa diakses oleh sembarang orang, selain dirinya hanya Matthew dan seorang kepala pelayan yang diizinkan memasukinya. Ruangan itu selain didesain tahan gempa, juga didesain tahan banjir, dan tahan api juga memiliki akses pintu rahasia untuk melarikan diri. Setiap furnitur di ruangan itu adalah pilihan yang didesain khusus yang hanya ada satu di dunia, bahkan lorong-lorong tempat penyimpanan dokumen didesain menyerupai labirin sehingga orang biasa mungkin akan tersesat di ruang bawah tanah dan tidak bisa keluar. Belum lagi setiap bagian penyimpanan dokumen terdapat kamuflase dan mekanisme rahasia, misalnya se
Chapter 9 Seorang GundikLuke menarik keluar kejantanannya dan memuntahkan cairan kentalnya di atas perut Luna lalu dengan napas yang tidak teratur berkata, “Kau harus mengenakan alat kontrasepsi kecuali jika kau bersedia melahirkan lagi.” Luna mengangguk, ia lebih baik menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan melahirkan lagi meskipun masa depan anaknya sudah pasti terjamin dengan bergelimpangan harta klan Genevece. Luke bangkit dan meraih sebuah kotak tisu yang berada di atas nakas lalu meletakkannya di samping Luna kemudia pria itu meninggalkannya, sementara Luna menyeka cairan yang membasahinya dengan tisu dan membiarkan tisu bekasnya berceceran di lantai lalu mengenakan pakaiannya kemudian meninggalkan kamar Luke. Di kamarnya Luna menanggalkan pakaiannya lalu membersihkan diri di bawah guyuran shower, membersihkan seluruh jejak Luke dari tubuhnya. Luna merasa jika dirinya kotor karena telah menjual dirinya kepada seorang pria demi memenuhi ambisi balas dendamnya dan ia jijik
Chapter 8 Transaksi Pertama Luke baru saja masuk kamar bermaksud untuk mengganti pakaiannya karena makanan Liam jatuh mengenai jasnya, tetapi pintu kamarnya diketuk. Ia pun berbalik dan membuka pintu dan mendapati Luna berdiri di depan pintu kamarnya. Luke menatap Luna beberapa saat dan alisnya berkerut. “Ada apa?” Luna meremas pakaiannya. “Kemarin kau bilang agar memberitahumu jika aku ingin melakukan sesuatu pada keluarga Valerianus, aku sudah memikirkannya.” Sebelah mata Luke menyipit. “Secepat itu?” Luna mengangguk. “Semakin cepat semakin baik.” “Apa rencanamu?” tanya Luke seraya menatap mata Luna dengan tegas, sorot matanya seperti mengintimidasi. Luna membalas tatapan Luke meskipun ragu-ragu. “Langkah pertama aku ingin muncul di tempat tinggal mereka,” jawabnya pelan. Bibir Luke mengulas senyum meremehkan. “Sebagai apa kau datang ke sana?” “Aku ingin mereka melihatku, menunjukkan pada mereka jika aku baik-baik saja tanpa mereka,” jawab Luna dengan teg
Chapter 7 Garis Kehidupan Luna menghela napasnya dengan berat, makan malam dengan Aami dan Liam di ruang makan yang mejanya sangat panjang hingga muat untuk perjamuan enam belas orang dan mereka hanya bertiga dilayani oleh tiga orang pelayan yang masing-masing melayani satu orang bahkan hanya untuk menuangkan air minum. Dulu ketika keluarga Valerianus belum terperosok ke dalam jurang kebangkrutan, mereka cukup kaya dan memiliki beberapa pelayan di rumah mereka meskipun tidak sebanyak pelayan di mansion Luke. Hanya seorang juru masak, dua orang pemelihara kebersihan, satu orang tukang kebun, dan satu orang sopir yang bertugas mengantar dan menjemput Audrey sekolah. Sementara dirinya diperlakukan tidak istimewa, ia seolah menumpang di rumah itu bahkan setelah usianya dewasa ayahnya pun tidak membelikannya mobil. Luna harus berpuas hati hanya menumpang di mobil Audrey atau terkadang menggunakan transportasi umum, sekarang batinnya dipenuhi dendam karena kekayaan ibunya dinikmati ol
Chapter 6 Hidupmu Milikku Luna menyipitkan matanya menatap Luke. "Apa maksudmu?" Luke telah menyelidiki asal-usul Luna, wanita yang melahirkan putranya itu diakui Luke cukup cerdas karena dapat melarikan diri dari cengkeramannya menggunakan gorden dan kain seprei yang dipotong-potong menggunakan pisau buah yang kelihatannya sepele. Luna juga berhasil membuatnya mencari keberadaan wanita itu selama tiga tahun dan bersembunyi di sebuah lembah yang notabene bukan tempat terpencil, bahkan bagaimana Luna keluar dari Italia dan masuk ke Perancis belum ia ketahui sampai saat ini. Jika bukan memiliki kecerdasan dan perhitungan, sudah pasti Luna telah ia temukan sejak lama. "Ibumu bukan meninggal karena sakit," ucap Max dan itu bukan bualan, semua tentang Luna sudah lama ia kantongi. "Ibumu diracun," kata Luke dan menatap Luna dengan serius. Bibir Luna menganga mendengar ucapan Luke dan mendekati Luke. "Tidak mungkin." "Ibumu adalah putri satu-satunya keluarga Cavarallo dan meni
Chapter 5 Kembali ke SisiliaHabislah sudah, batin Luna saat mendapati siapa pria di depannya. Ia berusaha tenang dan berdehem pelan. "Liam, minta maaf pada Uncle." "Papa... Papa...," ucap Liam.Luna putus asa karena Liam menempel pada kaki Luke seperti gurita kecil yang menempelkan tentakelnya pada sebatang kayu. Luke mengulurkan kedua tangannya, matanya yang berwarna kuning emas menatap Liam dengan penuh kasih sayang. Tiga tahun ia mencari wanita yang mngandung putranya ke mana-mana, seluruh Sisilia telah ia cari tanpa terlewatkan satu jengkal pun tanah di sana hingga seluruh daratan Italia, bahkan semua pulau-pulau kecil di sekitar Italia dan kini ia menemukan wanita itu di Perancis, di sebuah lembah penghasil anggur terbaik. Benar-benar tidak disangka.Luke mengangkat Liam dan membopongnya. "Jadi, namamu Liam?" tanyanya dengan suara sedikit parau, hampir tenggelam dalam kebahagiaan yang tidak pernah dibayangkan. Liam mengangguk dan melingkarkan lengannya di leher Luke. "Papa!"