Chapter 13Tidur dengan Mama “Apa kau tahu salah satu hal yang paling kubenci?” tanya Luke dengan nada dingin. Luna meremas handuknya, bagaimana mungkin ia tahu hal-hal yang disukai dan tidak disukai Luke sementara dirinya tidak mengenal Luke—belum lebih tiga hari sejak dirinya kembali ke Sisilia. “Aku tidak tahu,” jawab Luna pelan seperti menggumam. Dengan gerakan pelan yang terkesan angkuh lalu tatapan dinginnya mengarah pada Luna, Luke berkata, “Bagaimanapun, kau adalah wanita dari klan Genevece. Kuingatkan padamu sekali lagi jika tidak sepantasnya kau terlihat lemah di depan siapa pun.” Luna nyaris tidak bisa bernapas mendengar ucapan Luke yang sarat dengan tekanan, pria itu rupanya masih sangat marah perihal dirinya dianiaya oleh ibu tirinya. “Aku... aku tidak menyangka kalau ibu tiriku akan memukuliku,” desah Luna seraya cengkeramannya di handuk semakin erat. Luke menelusuri Luna dari ujung rambut hingga ke ujung kaki dengan tatapan matanya lalu kembali menatap wajah Luna
Chapter 12Pertolongan Pertama dan Terakhir “Tuan Genevece, ini hanya salah paham. Ya, ya, ya... hanya pertengkaran ibu dan anak biasa,” kata Draco seraya membungkuk-bungkukkan badannya dan menatap Luke dengan ekspresi ketakutan. “Mereka berani menyentuhmu?” tanya Luke pada Luna seraya menatap Luna. Tatapan Luke memang tertuju padanya, kata-kata pria itu juga lembut di telinga. Tetapi itu bukan tatapan penuh kasih sayang dan Luna bisa membacanya dengan jelas karena ia mantan mahasiswa fakultas seni jurusan teater meskipun tidak menyelesaikan kuliahnya, ia pernah mempelajari ekspresi manusia. Pria yang memangkunya itu menatapnya seolah hendak membunuhnya dengan tatapan dingin hingga Luna bergidik karenanya hingga dengan linglung Luna mengangguk. Luke sengaja memerintahkan Azzura memasang alat perekam, juga pelacak di aksesoris yang digunakan Luna agar dengan mudah melacak keberadaan Luna, juga apa yang dibicarakan Luna dengan keluarganya. Ia juga sengaja diam-diam mengikuti Luna ka
Chapter 11Orang-orang MunafikLuna memasuki rumah keluarga Valerianus dengan tenang seorang diri, sopir yang bersamanya hanya mengantarkannya sampai depan pintu utama dan tidak ikut masuk ke dalam. Ada sedikit rasa ragu terselip di benaknya karena mengingat kata-kata Audrey, ia mungkin akan mendapatkan pengusiran dari rumah yang seharusnya menjadi miliknya. Namun, ia harus mencoba. Paling-paling ia akan mendapatkan cacian, hinaan, dan cacian. Juga tamparan. Karena tidak ada seorang pun di ruang tamu, Luna menuju ruang keluarga dan rupanya penghuni rumah yang tidak sudi lagi ia sebut sebagai keluarga berada di sana. Bahkan Scott juga berada di sana dan Scott langsung berdiri melihatnya, begitu juga Audrey.“Luna, kau datang?” kata Audrey sinis begitu melihat keberadaan Luna. Audrey bersikap seperti itu pasti karena keberadaan Scott, jika tidak pastinya sikap Audrey tidak akan begitu, batin Luna sinis. “Hai, Scott,” sapa Luna seraya tersenyum. “Kebetulan sekali aku dan Scott sedan
Chapter 10Penarus Klan Genevece Luke sedang duduk di ruang kerja pribadinya sembari mengisap cerutu di tangannya, matanya yang berwarna keemasan mengawasi monitor di depannya dengan ekspresi datar. Ruangan kerja pribadi Luke berukuran 10 meter persegi dengan nuansa gelap dan furnitur didominasi dengan kayu-kayu berkualitas tinggi. Ruangan itu terletak di bawah tanah dan tidak bisa diakses oleh sembarang orang, selain dirinya hanya Matthew dan seorang kepala pelayan yang diizinkan memasukinya. Ruangan itu selain didesain tahan gempa, juga didesain tahan banjir, dan tahan api juga memiliki akses pintu rahasia untuk melarikan diri. Setiap furnitur di ruangan itu adalah pilihan yang didesain khusus yang hanya ada satu di dunia, bahkan lorong-lorong tempat penyimpanan dokumen didesain menyerupai labirin sehingga orang biasa mungkin akan tersesat di ruang bawah tanah dan tidak bisa keluar. Belum lagi setiap bagian penyimpanan dokumen terdapat kamuflase dan mekanisme rahasia, misalnya se
Chapter 9 Seorang GundikLuke menarik keluar kejantanannya dan memuntahkan cairan kentalnya di atas perut Luna lalu dengan napas yang tidak teratur berkata, “Kau harus mengenakan alat kontrasepsi kecuali jika kau bersedia melahirkan lagi.” Luna mengangguk, ia lebih baik menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan melahirkan lagi meskipun masa depan anaknya sudah pasti terjamin dengan bergelimpangan harta klan Genevece. Luke bangkit dan meraih sebuah kotak tisu yang berada di atas nakas lalu meletakkannya di samping Luna kemudia pria itu meninggalkannya, sementara Luna menyeka cairan yang membasahinya dengan tisu dan membiarkan tisu bekasnya berceceran di lantai lalu mengenakan pakaiannya kemudian meninggalkan kamar Luke. Di kamarnya Luna menanggalkan pakaiannya lalu membersihkan diri di bawah guyuran shower, membersihkan seluruh jejak Luke dari tubuhnya. Luna merasa jika dirinya kotor karena telah menjual dirinya kepada seorang pria demi memenuhi ambisi balas dendamnya dan ia jijik
Chapter 8 Transaksi Pertama Luke baru saja masuk kamar bermaksud untuk mengganti pakaiannya karena makanan Liam jatuh mengenai jasnya, tetapi pintu kamarnya diketuk. Ia pun berbalik dan membuka pintu dan mendapati Luna berdiri di depan pintu kamarnya. Luke menatap Luna beberapa saat dan alisnya berkerut. “Ada apa?” Luna meremas pakaiannya. “Kemarin kau bilang agar memberitahumu jika aku ingin melakukan sesuatu pada keluarga Valerianus, aku sudah memikirkannya.” Sebelah mata Luke menyipit. “Secepat itu?” Luna mengangguk. “Semakin cepat semakin baik.” “Apa rencanamu?” tanya Luke seraya menatap mata Luna dengan tegas, sorot matanya seperti mengintimidasi. Luna membalas tatapan Luke meskipun ragu-ragu. “Langkah pertama aku ingin muncul di tempat tinggal mereka,” jawabnya pelan. Bibir Luke mengulas senyum meremehkan. “Sebagai apa kau datang ke sana?” “Aku ingin mereka melihatku, menunjukkan pada mereka jika aku baik-baik saja tanpa mereka,” jawab Luna dengan teg