Dalam cengkeraman malam dan tangan-tangan lapar itu, Keyra merapalkan doa dalam hatinya. Doa ang sungguh-sungguh terlontar ke langit, menggetarkan angkasa beserta penghuninya.“Tuhan, aku mohon selamatkan aku dan anakku. Aku tahu aku tidak pantas meminta, bahkan namaMu tak seharusnya terukir di dalam benak perempuan hina ini, tapi, Tuhan, Aku mohon … sekali ini saja selamatkan aku.”Kala itu, Keyra melantunkan doanya penuh pengharapan, kesungguhan dan kepercayaan. Untuk pertama kalinya dalam kehidupan, sepanjang perjalanan kelamya, sepanjang kilas balik seluruh cerita, itu adalah kali pertama Keyra memutuskan percaya pada Tuhan.Dan seperti terjawab, detik-detik sebelum tubuh itu terjaman oleh tangan-tangan penuh noda jalanan, pertolongan datang tanpa peingatan.“HENTIKAAAN!” teriakan itu disertai serangan barbar oleh kemarahan. Tinjunya melayang, lengannya menangkis pukulan para preman, sesekali terjungkal, namun, dia bangkit dengan berkali lipat kekuatan.Keyra beringsut, berlari ke
Ini kisah tentang Key, gadis berparas sempurna yang berakhir dengan menjual dirinya. Kulit putih mulusnya harus dengan rela dijamah banyak pria, bibir tipis kemerahan itu harus dengan menggoda tersenyum kepada calon pelanggan-pelanggan di bar murahan itu. Tidak. Ini bukan tentang rutinitas malam si gadis murahan, ini kisah tentang Key, yang mencari setitik kedamaian, yang merindukan malam-malam penuh ketenangan, hingga sosok mungil yang dia temukan di aantara tumpukan sampah itu mengubah cara dia memandang.Key masih duduk santai menunggu langganan datang, tadi sudah mendapat pesan singkat dari Mami Yulia kalau ada tamu yang memesannya. Lelah menunggu, Key mengambil sebatang rokok yang tergeletak di meja, menyulutnya santai lalu menikmati setiap detik racun padat itu membunuhnya perlahan.“Belum datang, Mbak Key?” Johan bertanya sembari meletakkan minuman di depan Key. Bartender baru itu selalu ramah seperti biasanya. Menyapa san
Keyra akhirnya bisa merebahkan tubuhnya dengan sempurna. Dengan segala lelah yang masih tersisa setelah sibuk menenangkan bayi kecil yang tadi ditemukannya. Gadis itu berbaring di sebelah sosok mungil di sebelahnya. Menatap wajah damai bayi perempuan yang dia temukan tadi dengan air mata mengalir tak henti. Duhai, lihatlah wajah tak berdosa ini, siapa manusia tak berhati yang tega meletakkannya di antara tumpukan sampah?Keyra mendengkus, menyeka air matanya dengan jari telunjuk. Keyra sadar betul dirinya tak pantas mengutuk dosa orang lain, tak layak pula mendosa-kan orang lain atas kesalahannya mengingat dirinya sendiri adalah perempuan hina. Gadis kotor yang membuang jauh harga dirinya, menukarkan dengan segenggam harta demi kelangsungan hidup.“Mungkin orang yang membuangmu juga punya alasan mengapa melakukannya, Nak. Kamu sekarang ikut Tante dulu, besok kita pikirin caranya bertahan hidup.” Keyra berujar sembari membelai lem
Perempuan itu duduk bersila di emperan toko, tangannya sibuk mendekap bayi kecil di pangkuannya. Matanya tak henti menangis, kesal pada diri sendiri. Kesal pada takdir yang begitu kejam mempermainkannya.Bukan masalah jika orang-orang membencinya. Menyumpahi dia dengan kalimat buruk dan kotor tiada berjeda. Keyra akan terima. Tapi hari ini, mereka berbuat keji pada seorang bayi.Seminggu sudah Keyra merawat bayi itu. Bayi cantik yang diberi nama Naina. Sejumlah uang yang harusnya dibayarkan padanya ditahan oleh Yulia. Alasannya tentu saja karena Keyra membawa serta bayi itu saat menghadap."Bawa ke panti asuhan aja, Key. Atau juak tuh bayi sama orang. Lu itu udah susah, jangan nambahin beban!" teriak Yulia padanya siang itu.Keyra terhenyak. Wanita itu biasanya lembut padanya, bertutur kata semanis gula. Namun, saat Keyra menyatakan bahwa dia akan mengurus dan merawat bayi itu, Yulia mendadak murka.
Damar terbangun seperti biasanya. Melakukan olahraga ringan seperti pagi-pagi yang sudah-sudah. Hanya saja pagi itu, ada aroma lain di rumahnya yang megah. Wewangian khas bayi dari dalam kamar sebelah, Damar menyeret langkahnya, perlahan menengok asal harum yang begitu menenangkan jiwa.Keyra sedang mendandani bayi kecil itu. Bayi Naina tertawa riang, renyah menanggapi gelitikan di perut gembulnya.Damar mendekat, ikut terkekeh melihat tawa riang Naina. "Namanya siapa?"Keyra terhenyak, segera menarik kesadaran dan menjawab terbata, "Na-Naina, Mas."Damar mengangguk. "Nanti kalau mau makan ambil aja apa yang ada di kulkas, aku jarang masak, jadi kebanyakan buah dan makanan langsung jadi."Keyra mengangguk mengerti.Damar hendak pergi saat tangannya ditahan oleh Keyra. Perempuan itu mencekal lengan kokoh Damar. Membuat pria itu kembali menoleh ke belakang. Menatap kedua mata Keyra yang berkaca-kaca."Astaga, Ibuk kenapa?" Damar beralih
Damar menata hati. Sekuat tenaga mengontrol emosi yang tak terkendali. Sementara Keyra sibuk menyeka wajahnya, membersihkan air yang disemburkan Damar ke muka cantiknya.“Mas Damar apa-apaan, sih? Basah, kan, jadinya,” sungut Keyra dengan nada manja, yang jika didengar oleh lelaki normla pada umumnya akan menimbulkan gejolak liar pembangkit harap biologisnya. Namun, ini Damar. Pria dengan masa lalu menyakitkan dan membenci perasaan itu datang.“Ma-maaf, Key. Abisnya kamu ngomong ngawur gitu.” Damar tak kalah kesal sebenarnya, hanya saja dia bisa mengontrol intonasi bicaranya.Keyra menghela napas. “Mas, aku nggak mungkin, kan, nyusahin kamu terus-terusan? Aku juga pengin bales kebaikan kamu.” Entah sejak kapan pembicaraan mereka senyaman itu.Damar meremas rambutnya cemas. “Tapi nggak harus gini juga, Key. Kamu nggak mikirin Naina?”
Damar mematung menatap lukisan di dinding ruangannya. Jera. Luka lama itu masih saja menyakitkan bahkan hanya dengan meatap lukisan tanpa nyawa yang tergantung di dinding ruangannya. Lukisan yang menjadi hadiah perpisahan dengan wanita tercintanya.Siang itu, Damar hendak menemui kekasihnya, mengejutkannya dengan kedatangan yang tiba-tiba. Lelaki itu menyempatkan membeli seikat mawar merah untuk kekasihnya. Kemudian berjalan penuh debar cinta menuju apartemen. Damar terlalu bahagia, membuka pintu yang juga dia tahu kombiasi angka pembukanya. Lalu, betapa remuk hatinya saat mendapati sang kekasih sedang ditindih penuh hasrat oleh seorang pria. Mereka sempurna tanpa busana, mengkilap keringat di tubuh mereka, sama-sama menikmati bahasa cinta yang membara.“Joy?” Damar menjatuhkan bunga di tangan. Lama mematung memindai pemandangan penuh luka di depan mata.Aktivitas Joy dan pria lain itu terhenti. Keduanya sibuk memunguti pakaian masing-masing. Kemudia
Part 7Damar mondar-mandir di sebuah toko pakaian. Setelah yakin membeli beberapa pakaian dia memutuskan untuk segera pulang. Beberapa potong pakaian harian sengaja dia belikan untuk Keyra, karena seingat Damar Keyra hanya mengenakan dua pakaian bergantian. Senyum semringah seketika terpancar di wajah Damar saat membayangkan tanggapan Keyra atas hadiahnya. Lelaki itu pun tak sabar berjalan ke kasir dan membayar belanjaannya.Namun, baru saja Damar hendak berbalik, dia dikejutkan dengan sosok yang mengante tepat setelahnya. Kedua mata mereka beradu, seolah saling membahasakan rindu. Damar terpaku, pun dengan sosok itu. Mereka terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kasir meminta mereka untuk menepi karena mengganggu pelanggan lain yang mengantre.Duduk di bangku Kafe bernuansa modern, Damar memesan latte tanpa gula, seperti hendak menyamakan dengan nasibnya yang terasa pahit begitu berjumpa dengan sosok di hadapannya. Joya.“Apa kabar, M