Hari Livi tidak dimulai dengan baik. Dia mendapati kejutan luar biasa dari Stacy di pertengahan waktu. Dia sempat menangis, histeris bahkan sakit hati sekali.Namun siapa sangka jika endingny tidak seburuk yang Livi sangka. Kemunculan tiga saudaranya mampu memupus kesedihan di hati Livi. Ditambah obrolan absurd dari si maknae biang rusuh membuat suasana hati Livi membaik lebih cepat.Serta rencana pulang akhir bulan yang langsung disetujui Arch, kian menghempas kejadian buruk mengenai Stacy tadi.Hingga ketika mereka berpisah jalan, Livi bisa tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. "Suruh Mama masak rendang," pinta Livi."Idih, siapa Mbak nyuruh Mama masak rendang.""Nakajima Kenzie!""Kabur, Ar!"Ken dan Arion ngibrit masuk mobil. Disusul Lio yang hanya mengangguk sambil lalu. Dia mengambil alih kemudi, menghidupkan mesinnya. Lantas melaju meninggalkan Livi dan Arch yang juga menuju mobil mereka.Mood Livi yang sudah membaik, membuat Arch menggulung senyum sebelum membawa kendaraa
Dalam sekejap, meja tempat Livi duduk penuh sesak. Dia diapit tubuh bongsor Ken dan Arion. Sementara Lio duduk anteng di sebelah Arch."Kalian ngapain sih nyusul ke mari?" Semprot Livi kesal."Idih, siapa juga yang ngekorin Mbak. Kita cuma kebetulan jalan di sekitar sini. Kebetulan, Mbak. Dengar gak?" Balas Ken tak kalah sewot. Walau begitu tangannya gesit menyendok kwetiaw milik Livi yang baru setengah jalan di makan."Punyaku, Ken. Pesen sendiri sana."Ken berhenti berulah, giliran Arion yang maju. Dua pemuda itu benar-benar membuat Livi tambah pusing."Mau makan, pesan saja," tawaran Arch bak angin segar untuk dua anak muda yang memang sedang doyan makan, sekaligus doyan ngegym."Emang boleh?" Tanya Ken dengan wajah berbinar.Arch mengangguk, lalu menoleh pada Lio. "Mau makan apa? Kamu kurusan. Baru juga mulai sudah keok begini."Lio merengut. Tapi dia tidak marah, sebaliknya dia ikut pesan makanan. Tak berapa lama meja mereka penuh dengan makanan yang kesemuanya dibayar oleh Arch
"Makan dulu?'Livi mengusap air matanya, lalu mengangguk. Tapi setelahnya menggeleng."Maksudnya gimana coba?" Arch mengerutkan dahi melihat kelakuan istrinya.Mereka masih ada di depan gedung DL Grup. Belum beranjak meski malam kian larut. Hampir setengah jam Livi bersandar di bahu Arch sambil sesenggukan menangisi pertemanannya yang berakhir tragis. Setengah jam itu Arch cuma diam, cosplay jadi tembok mendengar segala keluh kesah, makian, cacian, umpatan juga semua unek-unek yang mengisi kepala Livi soal Stacy."Apa utangnya perlu aku tagih juga?" Tanya Livi di akhir tangisnya.Gadis itu mulai tenang tatkala air mata berhenti mengalir."Ngapain ditagih, kayak orang kurang duit aja. Berapa kamu minta aku kasih.""Sombong!"Arch tergelak melihat ekspresi Livi mulai kembali ke setelan semula. "Lagian ya aku kasih tahu, utang yang gak dibayar itu bisa ngurangin timbangan dosa kamu. Dosamu kan banyak tu, kamu kan banyak bantahnya waktu pacaran sama Sesel.""Idih, jangan diungkit ngapa!"
"Tunggu di sini sebentar. Satria baja hitam minta tanda tangan."Livi terbahak ketika Arch meninggalkannya di lobi DL Grup. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tapi Arch masih harus setor satu tanda tangan pada sang asisten yang menunggu di meeting room lantai satu.Satu yang kembali membuat Livi ngap-ngapan adalah aksi Arch mencium keningnya sebelum beranjak. Sederhana tapi sangat bermakna. Selain itu Arch juga menyerahkan kunci Maybach yang sudah diambilkan satpam pada Livi.So di sinilah dia, memainkan kunci mobil sambil chattingan dengan adiknya. Gadis itu sempat menggulung senyum mendengar Ken curhat kalau dia tidak bakal dapat warisan kalau main cewek terus."Mbak, mereka yang nguber, bukan aku.""Tapi kamu kan tepe-tepe ke mereka. Siapa yang tidak salah paham. Dikiranya kamu kasih sinyal ke mereka. Anteng gitu bisa gak sih, Ken.""Aku petakilan saja mereka masih ngejar. Gimana kalau aku cosplay jadi Kak Lio. Bisa antri yang melamar ke rumah."Livi terbahak. Dia tahu maks
"Lagian Vi. Kalau dia beneran menganggap kamu teman. Dia akan selalu membalas pesanmu. Kalau tidak saat itu, begitu ada peluang, pasti dibalas.""Kalau dia beralasan sibuk, itu basi. Pasalnya sibuk itu hanya dalih, yang terjadi sebenarnya adalah kamu bukan prioritas dalam hidupnya.""Kayak dia dong," sindir Livi."Aku meeting, habis meeting aku langsung ke tempatmu. Bukannya ketemu kamu aku malah melihat Axel, nyebelin!"Itu adalah rangkaian percakapan terakhir sebelum Livi terlelap dalam dekapan sang suami. Sama seperti Livi, kualitas tidur Arch juga membaik sejak beberapa waktu terakhir.Pria itu bahkan tidak perlu teh Valerian lagi. Asal waktunya tidur, dia tidur. Pria itu bisa pulas sampai pagi.Mengikuti saran semalam, maka hari ini Livi berniat menemui Stacy. Sang teman sudah bekerja dua bulan di DL Grup, tapi tak sekalipun membalas pesan Livi. Gadis itu jadi sanksi kalau yang diucapkan Arch adalah benar.Dari ruangan Arch, Livi turun ke kafe yang berada satu lantai dengan tempa
Livi beberapa kali melirik ke arah Arch yang masih tekun bekerja. Tampilan sungguh menggoda iman Livi yang lumayan tebal. Iyalah tebal, kalau tidak sudah habis Livi sama Axel sejak lama.Nyatanya lima tahun pacaran, Livi masih utuh. Sentuhan mereka hanya sebatas ciuman, itu pun tidak seperti yang Arch lakukan padanya. Ciuman suami Livi begitu dalam, lembut, penuh cinta dan puja. Sekali beraksi Arch mampu menyedot waras Livi sampai habis. Tidak heran kalau gadis itu kerap hilang kendali tiap kali bertaut bibir dengan Arch."Dia benar-benar bahaya," gumam Livi dari balik ponselnya. Sesaat kemudian dia heran kenapa dia dulu bisa tergila-gila pada Axel. Tampan sih, tapi kalau dibanding Arch ... jauh. Bahkan dengan Kai saja, Axel tidak secermerlang itu."Dia ini definisi mengalihkan duniaku.""Mbak mulai cinta ya sama Kak Arch?" Arion mengejek dari seberamg melalui pesan di grup chat mereka.Grup rusuh dengan empat anggota online tapi cuma tiga yang sibuk mengetik."Gak boleh ya jatuh ci