Share

Bab 2. Harus Bagaimana?

“Kenapa harus menikah?”

“Karena itu adalah jalan keluarnya. Bukankah kamu butuh uang yang banyak untuk membayar utangmu? Citra perusahaan juga akan rusak karena ada seorang pegawai yang memiliki banyak utang,” jelas Candra.

Inka menghela napas

“Terserah Pak Candra saja jika ingin memecat saya. Toh, mungkin itu lebih baik. Memang harga diri dan nama baik saya akan hancur setelah ini. Saya punya utang di pinjol dan saya lari!”

Inka lalu meminta untuk turun di dekat halte bis. Ia tidak tahan duduk berdekatan dengan Candra.

“Pak, apa tidak apa-apa membiarkannya di sana? Ia tidak mungkin pulang ke tempat tinggalnya. Penagih itu pasti—” Si sopir yang tidak lain adalah teman Candra ikut memberikan pendapat.

“Diamlah. Lihat sendiri apa yang dipilihnya.”

“Kau sebenarnya suka padanya, ‘kan?”

“Diam!”

***

Senyum manis akhirnya muncul dari wajahnya. Hari yang begitu panjang terasa. Ia tidak membuang banyak waktu dan naik ke atas bis kota yang akan mengantarnya ke kediaman Kinan, sepupunya.

“Oh, kamu tak membawa pakaian apa pun? Katanya mau menginap?” tanya Kinan sedikit heran.

“Aku hanya kepikiran untuk mampir sebentar.”

“Mau makan apa? Betewe, kamu tinggal di sini saja sekalian. Biaya kosmu katanya akan naik bulan depan.”

“Hm, benar juga.”

Ya, ini bisa menjadi jalan keluar. Setidaknya jika dikejar penagih berwajah seram itu ia tidak perlu takut. Tidak ada yang tahu keberadaannya sekarang. Lalu, ini juga akan menjadi alternative untuk menghindari Pak Candra.

Inka juga mencari banyak info tentang pinjaman online ilegal. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang mungkin bisa membantunya. Penutupan pinjol. Ya, itu adalah harapan untuknya. Namun tetap saja. Jika tidak segera, sama saja dengan sia-sia. Semua sudah di depan mata seperti ini. Inka, gadis sebatang kara yang memutuskan hidup sendirian di kota Jekardah. Kematian sang mama menyisakan duka yang dalam.  Kalau saja bukan untuk melarikan diri, ia tidak akan masuk ke dalam jerat pinjol.

Saat keduanya sedang asik bermain ludo, ponsel Kinan berdering. Awalnya, lawan bicara dari seberang sana yang berbicara dengan Kinan tetapi Kinan memberikan ponsel pada Inka.

“Halo, Cucuku yang cantik. Apakah sudah ada keputusan untuk kembali ke Paris?”

No! Aku sama sekali tidak menginginkannya, Nek. Maafkan aku, Nek. Kurasa, sampai kapanpun aku tak bisa menerima keberadaan Bibi Tania.”

“Dia adalah ibumu sekarang.”

“Bibi Tania tetaplah Bibi Tania buatku. Itu tidak akan pernah berubah, Nek.”

“Baiklah, Nenek tidak akan memaksakan bagaimana perasaanmu. Tapi … tolong beritahukan wanita tua ini di mana kamu berada sekarang? Seluruh keluarga besar mencarimu.”

“Um … aku berada di tempat yang sangat indah. Clue-nya adalah … banyak kastil megah bagai di negeri dongeng. Ah, kuharapa kisah Cinderella tidak terjadi padaku.” Sebuah kebohongan meluncur dari bibirnya.

“Pulanglah, sebenarnya kami telah menyiapkan sebuah pernikahan untukmu—”

“Apa? Aku tak dengar, Nek. Aku tutup telponnya, ya. Ada satu hal yang harus aku kerjakan. I love you!

Mungkin benar bila sudah ada seseorang yang menggantikan posisi sang mama saat ini di sana. Namun, tidak bagi Inka. Bahkan belum kering kuburan sang mama, ayah Inka telah menikah lagi.

“Kenapa? Nenek mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan?” tanya Kinan sangat penasaran.

Untuk beberapa saat Inka menatap wajah Kinan. Ini tidak akan berhasil. Jika ia tinggal bersama Kinan, maka tidak akan lama lagi keberadaannya akan diketahui anggota keluarga yang lain.

“Aku hanya … tidak apa-apa. Aku lelah. Bagaimana pun, besok aku masih harus pergi kerja.”

“Betewe, temanku pinjam uang padaku. Katanya untuk bayar pinjol. Ah, kenapa ada orang bodoh yang terjebak dengan itu.”

Deg!

Mendengar bagaimana penghakiman Kinan, Inka sekarang tidak sanggup untuk sedikit terbuka tentang masalahnya. Inka menyenderkan tubuhnya di sofa berusaha bersikap tenang.

“Memangnya kenapa dengan meminjam?” pancing Inka.

“Kalau tidak mampu bayar ya sejak awal jangan terjebak. Kenapa masih memaksakan diri. Terus ya, banyak sekali orang yang mengatakan jika mereka korban. Yang berutang seenaknya kabur begitu saja. Wajarlah jika didatangi. Aku tidak suka dengan orang-orang seperti itu.”

Ingin rasanya gadis berponi itu berteriak sekarang. Bagaimana jerat ini begitu kuat bahkan menyebar ke mana-mana. Terakhir kali saat ia membuka aplikasi pinjaman itu, jumlah tagihan dan bunga yang tertera sangat mencekik. Awalnya hanya 20 juta, kini sudah beranak pinak.

Ah, apa pun itu pendapat Kinan. Pada akhirnya, orang-orang yang tidak berada pada situasi yang sama tidak akan pernah bisa mengerti. Inka berpamitan subuh dan kembali ke kos. Ia perlu mempersiapkan diri sebelum ke kantor dan tentu saja mempersiapkan mental menghadapi bos dengan permintaan yang sangat berat.

***

Hari yang ditakutkan Inka datang juga, baru saja ia akan beristirahat, satu panggilan mendadak sudah datang begitu saja.

“Inka, nanti setelah jam istirahat kamu langsung ke ruangan saya.”

Gadis berponi itu menelan salivanya. Ini tidak seperti yang diharapkan. Pak Candra jelas marah atas balasannya kemarin. Belum lagi, ia terlihat sama sekali tidak tahu berterima kasih setelah ditolong.

“Maafkan saya. Saya—”

“Sudah kuduga. Inka, ini adalah kerjasama yang baik. Kamu mendapatkan apa yang kamu mau, begitu pun aku!” Candra sengaja memperbesar volume suaranya. “Kamu mau saya pecat dan membuat hidupmu semakin berantakan?” Tidak ada basa-basi, Candra langsung mengatakan semuanya.

Inka terdiam. Wajahnya tertunduk. Takut, kalut, dan juga sedih. Bukan seperti ini yang diinginkannya.

“Rambut, mata, hidung, bibir … aku ingat dengan jelas sekali, Inka.” Kalimat ambigu keluar begitu saja. “Wajah polos yang menggiurkan. Manis.”

“Apa maksud Pak Candra?”

“Sepertinya ada yang kamu lupakan tentang kita.”

Kalimat yang terdengar menjijikan di telinga gadis itu membuatnya tidak tahan. Setelah meminta sebuah pernikahan, apakah sekarang sang presdir ingin melakukan hal cabul padanya? Di kantor?

“Saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan. Jika Anda macam-macam, saya akan berteriak.”

Candra berkacak pinggang dan tertawa kecil.

“Kamu semakin menarik saat ketakutan.”

Tuk tuk tuk!

“Pak Presdir, rapat bersama perusahaan ABX akan mulai 15 menit lagi.”

Kedatangan sang sekretaris membawa 1 keberuntungan. Inka diperbolehkan kembali ke ruangannya. Setidaknya, ada jeda waktu untuk memikirkan semua ini.

“Aku selamat kali ini tetapi entah bagaimana nanti.”

Kalimat itu terdengar oleh Sasha.

“Astaga, siang bolong begini kamu sudah mengeluh? Oke,  biar kutebak. Ini tentang Pak Presdir? Sebenarnya ada apa? Misi khusus atau ….”

Inka mengangguk. Ia baru saja berpikir bila akan selamat hari ini. Pada kenyataannya, sang presdir sekali lagi menantikan kedatangan gadis itu ke ruangannya.

Woy anjing! Bayar utangmu! Cuma bisa pakai saja tidak mau ganti! Akan kami sebar fotomu yang sedang pegang KTP dan tersenyum ya! Mampus kau!

Itu adalah salah satu contoh pesan teror yang diterimanya akhir-akhir ini. Mengganti nomor ponsel mungkin bisa saja. Namun, Inka masih merasa sayang jika harus menggantinya. Untuk beberapa waktu ini, ia hanya memblokir nomor tidak dikenal yang menghubunginya.

“Menikah saja dan masalahmu akan selesai. Kalau tidak, kemungkinan besar adalah dipecat. Aku tidak akan berbaik hati pada karyawan yang merusak reputasi perusahaan.”

Perkataan sang presdir membuat gadis itu tak bisa menahannya lagi. Air matanya sudah keluar dengan lancang membasahi pipi. Tidak benar, tidak bisa seperti ini. Pekerjaan ini satu-satunya sumber penghasilan. Kalau tidak bekerja, bagaimana membayar semua utang itu?

***

“Candra, berhentilah bermain-main dengannya.”

“Haha! Diamlah, kamu mengacaukan permainan ini.”

“Dia anak baru. Jangan samakan dengan pegawai lama yang sudah terbiasa dengan segala omong kosongmu, Candra. Kamu mau tiba-tiba mendapatkan surat pengunduran diri lagi? Mau berapa banyak lagi pegawai yang kamu singkirkan?”

Candra menyunggingkan senyum. Itu terdengar seperti seorang ibu yang mengomeli anaknya.

“Aku hanya menyingkirkan orang-orang malas dengan sendirinya. See? Mereka sendiri yang memperlihatkan bagaimana mendapatkan uang dengan cara yang tidak wajar.”

“Itu karena kamu sengaja!”

“Jangan ikut campur dengan urusan pribadiku, Giselle. Kamu juga boleh kembali ke meja kerjamu.” Candra lalu kembali fokus pada pekerjaannya yang masih menumpuk di depan mata.

Di sisi lain, Inka kembali ke meja kerja. Tidak ada harapan sama sekali kali ini. Hanya menunggu waktu saja sampai 1 keputusan berat harus diterimanya. Tidak ada senyum hari ini. Dunia runtuh, awan kelabu seakan memenuhi isi kepala gadis itu. Ia mencoba berkonsetrasi namun tidak bisa. Pada akhirnya, ia menyendiri di atas gedung.

“Inka, apa yang kamu lakukan di sini?”

“Bu Giselle. Sa-saya hanya sedang merenungi kesalahan saya.”

“Kamu tidak sedang berbuat kesalahan apa-apa. Mengapa mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu, Inka?” Giselle mengerti apa yang sedang terjadi. Kalau boleh tertawa, ia ingin melakukannya. Namun, jika ia tertawa di atas kegalauan gadis itu, rasanya tidak baik.

“Karir saya sudah berakhir di sini.”

Giselle menahan tawanya. Sungguh, gadis di depannya ini terlalu polos. Adakah pernah sebuah perusahaan akan memecat seorang pegawai hanya karena seekor kucing? Bahkan jika ada, masih mungkin untuk menanyakan kembali keputusan tidak masuk akal itu.

“Kamu akan tetap bekerja di sini jadi bersemangatlah.”

Alih-alih menjadi tenang, gadis berponi itu malah terisak.

“Astaga, Inka. Hapus air matamu!”

“Saya tidak akan bekerja lagi mulai besok. Itu yang akan dikatakan Pak Presdir nanti siang. Saya sudah tahu.”

“Tidak ada yang seperti itu. Kamu tidak akan dipecat!” jelas Giselle yang sudah gemas mendengarkan kalimat demi kalimat dari mulut gadis itu.

“Benarkah?”

“Ya. Ayo ikut aku. Kita akan menemui pria brengsek itu. Berani-beraninya dia membuatmu sampai galau seperti ini.”

Semakin yakin rasanya bila Pak Presdir dan sang sekretaris memiliki hubungan yang khsusus. Ini bisa jadi berita yang besar atau jauh lebih baik bila Inka menutup mulutnya saja.

“Apa kita akan menemui Pak Presdir sekarang? Ta-tapi ….”  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status