Home / Romansa / DARI KONTRAK TURUN KE HATI / Bab 2. Harus Bagaimana?

Share

Bab 2. Harus Bagaimana?

Author: Xerin
last update Last Updated: 2024-02-15 11:55:14

“Kenapa harus menikah?”

“Karena itu adalah jalan keluarnya. Bukankah kamu butuh uang yang banyak untuk membayar utangmu? Citra perusahaan juga akan rusak karena ada seorang pegawai yang memiliki banyak utang,” jelas Candra.

Inka menghela napas

“Terserah Pak Candra saja jika ingin memecat saya. Toh, mungkin itu lebih baik. Memang harga diri dan nama baik saya akan hancur setelah ini. Saya punya utang di pinjol dan saya lari!”

Inka lalu meminta untuk turun di dekat halte bis. Ia tidak tahan duduk berdekatan dengan Candra.

“Pak, apa tidak apa-apa membiarkannya di sana? Ia tidak mungkin pulang ke tempat tinggalnya. Penagih itu pasti—” Si sopir yang tidak lain adalah teman Candra ikut memberikan pendapat.

“Diamlah. Lihat sendiri apa yang dipilihnya.”

“Kau sebenarnya suka padanya, ‘kan?”

“Diam!”

***

Senyum manis akhirnya muncul dari wajahnya. Hari yang begitu panjang terasa. Ia tidak membuang banyak waktu dan naik ke atas bis kota yang akan mengantarnya ke kediaman Kinan, sepupunya.

“Oh, kamu tak membawa pakaian apa pun? Katanya mau menginap?” tanya Kinan sedikit heran.

“Aku hanya kepikiran untuk mampir sebentar.”

“Mau makan apa? Betewe, kamu tinggal di sini saja sekalian. Biaya kosmu katanya akan naik bulan depan.”

“Hm, benar juga.”

Ya, ini bisa menjadi jalan keluar. Setidaknya jika dikejar penagih berwajah seram itu ia tidak perlu takut. Tidak ada yang tahu keberadaannya sekarang. Lalu, ini juga akan menjadi alternative untuk menghindari Pak Candra.

Inka juga mencari banyak info tentang pinjaman online ilegal. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang mungkin bisa membantunya. Penutupan pinjol. Ya, itu adalah harapan untuknya. Namun tetap saja. Jika tidak segera, sama saja dengan sia-sia. Semua sudah di depan mata seperti ini. Inka, gadis sebatang kara yang memutuskan hidup sendirian di kota Jekardah. Kematian sang mama menyisakan duka yang dalam.  Kalau saja bukan untuk melarikan diri, ia tidak akan masuk ke dalam jerat pinjol.

Saat keduanya sedang asik bermain ludo, ponsel Kinan berdering. Awalnya, lawan bicara dari seberang sana yang berbicara dengan Kinan tetapi Kinan memberikan ponsel pada Inka.

“Halo, Cucuku yang cantik. Apakah sudah ada keputusan untuk kembali ke Paris?”

No! Aku sama sekali tidak menginginkannya, Nek. Maafkan aku, Nek. Kurasa, sampai kapanpun aku tak bisa menerima keberadaan Bibi Tania.”

“Dia adalah ibumu sekarang.”

“Bibi Tania tetaplah Bibi Tania buatku. Itu tidak akan pernah berubah, Nek.”

“Baiklah, Nenek tidak akan memaksakan bagaimana perasaanmu. Tapi … tolong beritahukan wanita tua ini di mana kamu berada sekarang? Seluruh keluarga besar mencarimu.”

“Um … aku berada di tempat yang sangat indah. Clue-nya adalah … banyak kastil megah bagai di negeri dongeng. Ah, kuharapa kisah Cinderella tidak terjadi padaku.” Sebuah kebohongan meluncur dari bibirnya.

“Pulanglah, sebenarnya kami telah menyiapkan sebuah pernikahan untukmu—”

“Apa? Aku tak dengar, Nek. Aku tutup telponnya, ya. Ada satu hal yang harus aku kerjakan. I love you!

Mungkin benar bila sudah ada seseorang yang menggantikan posisi sang mama saat ini di sana. Namun, tidak bagi Inka. Bahkan belum kering kuburan sang mama, ayah Inka telah menikah lagi.

“Kenapa? Nenek mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan?” tanya Kinan sangat penasaran.

Untuk beberapa saat Inka menatap wajah Kinan. Ini tidak akan berhasil. Jika ia tinggal bersama Kinan, maka tidak akan lama lagi keberadaannya akan diketahui anggota keluarga yang lain.

“Aku hanya … tidak apa-apa. Aku lelah. Bagaimana pun, besok aku masih harus pergi kerja.”

“Betewe, temanku pinjam uang padaku. Katanya untuk bayar pinjol. Ah, kenapa ada orang bodoh yang terjebak dengan itu.”

Deg!

Mendengar bagaimana penghakiman Kinan, Inka sekarang tidak sanggup untuk sedikit terbuka tentang masalahnya. Inka menyenderkan tubuhnya di sofa berusaha bersikap tenang.

“Memangnya kenapa dengan meminjam?” pancing Inka.

“Kalau tidak mampu bayar ya sejak awal jangan terjebak. Kenapa masih memaksakan diri. Terus ya, banyak sekali orang yang mengatakan jika mereka korban. Yang berutang seenaknya kabur begitu saja. Wajarlah jika didatangi. Aku tidak suka dengan orang-orang seperti itu.”

Ingin rasanya gadis berponi itu berteriak sekarang. Bagaimana jerat ini begitu kuat bahkan menyebar ke mana-mana. Terakhir kali saat ia membuka aplikasi pinjaman itu, jumlah tagihan dan bunga yang tertera sangat mencekik. Awalnya hanya 20 juta, kini sudah beranak pinak.

Ah, apa pun itu pendapat Kinan. Pada akhirnya, orang-orang yang tidak berada pada situasi yang sama tidak akan pernah bisa mengerti. Inka berpamitan subuh dan kembali ke kos. Ia perlu mempersiapkan diri sebelum ke kantor dan tentu saja mempersiapkan mental menghadapi bos dengan permintaan yang sangat berat.

***

Hari yang ditakutkan Inka datang juga, baru saja ia akan beristirahat, satu panggilan mendadak sudah datang begitu saja.

“Inka, nanti setelah jam istirahat kamu langsung ke ruangan saya.”

Gadis berponi itu menelan salivanya. Ini tidak seperti yang diharapkan. Pak Candra jelas marah atas balasannya kemarin. Belum lagi, ia terlihat sama sekali tidak tahu berterima kasih setelah ditolong.

“Maafkan saya. Saya—”

“Sudah kuduga. Inka, ini adalah kerjasama yang baik. Kamu mendapatkan apa yang kamu mau, begitu pun aku!” Candra sengaja memperbesar volume suaranya. “Kamu mau saya pecat dan membuat hidupmu semakin berantakan?” Tidak ada basa-basi, Candra langsung mengatakan semuanya.

Inka terdiam. Wajahnya tertunduk. Takut, kalut, dan juga sedih. Bukan seperti ini yang diinginkannya.

“Rambut, mata, hidung, bibir … aku ingat dengan jelas sekali, Inka.” Kalimat ambigu keluar begitu saja. “Wajah polos yang menggiurkan. Manis.”

“Apa maksud Pak Candra?”

“Sepertinya ada yang kamu lupakan tentang kita.”

Kalimat yang terdengar menjijikan di telinga gadis itu membuatnya tidak tahan. Setelah meminta sebuah pernikahan, apakah sekarang sang presdir ingin melakukan hal cabul padanya? Di kantor?

“Saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan. Jika Anda macam-macam, saya akan berteriak.”

Candra berkacak pinggang dan tertawa kecil.

“Kamu semakin menarik saat ketakutan.”

Tuk tuk tuk!

“Pak Presdir, rapat bersama perusahaan ABX akan mulai 15 menit lagi.”

Kedatangan sang sekretaris membawa 1 keberuntungan. Inka diperbolehkan kembali ke ruangannya. Setidaknya, ada jeda waktu untuk memikirkan semua ini.

“Aku selamat kali ini tetapi entah bagaimana nanti.”

Kalimat itu terdengar oleh Sasha.

“Astaga, siang bolong begini kamu sudah mengeluh? Oke,  biar kutebak. Ini tentang Pak Presdir? Sebenarnya ada apa? Misi khusus atau ….”

Inka mengangguk. Ia baru saja berpikir bila akan selamat hari ini. Pada kenyataannya, sang presdir sekali lagi menantikan kedatangan gadis itu ke ruangannya.

Woy anjing! Bayar utangmu! Cuma bisa pakai saja tidak mau ganti! Akan kami sebar fotomu yang sedang pegang KTP dan tersenyum ya! Mampus kau!

Itu adalah salah satu contoh pesan teror yang diterimanya akhir-akhir ini. Mengganti nomor ponsel mungkin bisa saja. Namun, Inka masih merasa sayang jika harus menggantinya. Untuk beberapa waktu ini, ia hanya memblokir nomor tidak dikenal yang menghubunginya.

“Menikah saja dan masalahmu akan selesai. Kalau tidak, kemungkinan besar adalah dipecat. Aku tidak akan berbaik hati pada karyawan yang merusak reputasi perusahaan.”

Perkataan sang presdir membuat gadis itu tak bisa menahannya lagi. Air matanya sudah keluar dengan lancang membasahi pipi. Tidak benar, tidak bisa seperti ini. Pekerjaan ini satu-satunya sumber penghasilan. Kalau tidak bekerja, bagaimana membayar semua utang itu?

***

“Candra, berhentilah bermain-main dengannya.”

“Haha! Diamlah, kamu mengacaukan permainan ini.”

“Dia anak baru. Jangan samakan dengan pegawai lama yang sudah terbiasa dengan segala omong kosongmu, Candra. Kamu mau tiba-tiba mendapatkan surat pengunduran diri lagi? Mau berapa banyak lagi pegawai yang kamu singkirkan?”

Candra menyunggingkan senyum. Itu terdengar seperti seorang ibu yang mengomeli anaknya.

“Aku hanya menyingkirkan orang-orang malas dengan sendirinya. See? Mereka sendiri yang memperlihatkan bagaimana mendapatkan uang dengan cara yang tidak wajar.”

“Itu karena kamu sengaja!”

“Jangan ikut campur dengan urusan pribadiku, Giselle. Kamu juga boleh kembali ke meja kerjamu.” Candra lalu kembali fokus pada pekerjaannya yang masih menumpuk di depan mata.

Di sisi lain, Inka kembali ke meja kerja. Tidak ada harapan sama sekali kali ini. Hanya menunggu waktu saja sampai 1 keputusan berat harus diterimanya. Tidak ada senyum hari ini. Dunia runtuh, awan kelabu seakan memenuhi isi kepala gadis itu. Ia mencoba berkonsetrasi namun tidak bisa. Pada akhirnya, ia menyendiri di atas gedung.

“Inka, apa yang kamu lakukan di sini?”

“Bu Giselle. Sa-saya hanya sedang merenungi kesalahan saya.”

“Kamu tidak sedang berbuat kesalahan apa-apa. Mengapa mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu, Inka?” Giselle mengerti apa yang sedang terjadi. Kalau boleh tertawa, ia ingin melakukannya. Namun, jika ia tertawa di atas kegalauan gadis itu, rasanya tidak baik.

“Karir saya sudah berakhir di sini.”

Giselle menahan tawanya. Sungguh, gadis di depannya ini terlalu polos. Adakah pernah sebuah perusahaan akan memecat seorang pegawai hanya karena seekor kucing? Bahkan jika ada, masih mungkin untuk menanyakan kembali keputusan tidak masuk akal itu.

“Kamu akan tetap bekerja di sini jadi bersemangatlah.”

Alih-alih menjadi tenang, gadis berponi itu malah terisak.

“Astaga, Inka. Hapus air matamu!”

“Saya tidak akan bekerja lagi mulai besok. Itu yang akan dikatakan Pak Presdir nanti siang. Saya sudah tahu.”

“Tidak ada yang seperti itu. Kamu tidak akan dipecat!” jelas Giselle yang sudah gemas mendengarkan kalimat demi kalimat dari mulut gadis itu.

“Benarkah?”

“Ya. Ayo ikut aku. Kita akan menemui pria brengsek itu. Berani-beraninya dia membuatmu sampai galau seperti ini.”

Semakin yakin rasanya bila Pak Presdir dan sang sekretaris memiliki hubungan yang khsusus. Ini bisa jadi berita yang besar atau jauh lebih baik bila Inka menutup mulutnya saja.

“Apa kita akan menemui Pak Presdir sekarang? Ta-tapi ….”  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 51. Pernikahan Kami

    "Jangan terlalu percaya diri, Candra. Tidak semua yang kamu bayangkan akan kamu dapatkan." Inka menegaskan sekali lagi. Itu hanya di mulut saja. Kenyataannya, ia adalah orang yang perlu mendapatkan peringatan keras agar tidak jatuh cinta pada Candra. "Kamu lapar?" Candra menggunakan topik lain. "Ayo bersiaplah, kita makan di luar saja. Ah, ini adalah pemborosan di rumah tangga."Inka melipat tangan di depan dada lalu memasang wajah kesal. "Kamu ini sebenarnya punya banyak uang atau tidak, sih? Hanya makan di resto saja mengeluhnya sangat luar biasa!""Tetap saja jika menghamburkan uang, kita bisa jatuh miskin."Kata 'kita' begitu manis untuk diucapkan. Telinga gadis itu mulai panas. Bagaimana bisa Candra mulai menyatukan mereka dengan seenaknya. "Kalau memang keberatan, ya sudah ... aku akan masak sekarang," keluh Inka. Ia menuju dapur, membuka kulkas dengan kasar. Matanya mulai melihat-lihat bahan makanan di sana yang bisa dijadikan makanan. "Kalau tidak mau mengajak makan, ya ja

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 50. Jangan Jatuh Cinta

    “Inka, kenapa harus bersembunyi, sih?” “Siapa yang bersembunyi? Aku hanya tidak mau berbicara denganmu!” “Memangnya susah ya tinggal di sini? Ini bagus untuk kita. Semakin sedikit orang yang kita temui, semakin baik. Kamu lupa soal kontrak itu?” “Terserah kamu saja! Lagipula, apa pun yang aku katakan tidak akan berpengaruh padamu!” Inka gusar. Ia tahu tidak memiliki power menghadapi Candra. Hidup terkurung selama 11 bulan tersisa hanyalah yang bisa ia lakukan. Kontrak sudah berjalan, tidak ada celah. Setelah dipikirkannya kembali, uang bulanan dari Candra cukup besar. Setidaknya, itu bisa menyembuhkan sedikit rasa kesalnya. “Jadi, kamu maunya kita tinggal di mana?” tanya Candra menahan emosinya. “Ayo bicarakan baik-baik. Yang perlu kamu tahu, kalau kita tidak tinggal di sini, maka pilihannya adalah bersama ayahku.” Itu keadaan yang sama menjengkelkan. Inka sudah membayangkan kehidupan seperti di film-film. Apakah ia menjadi menantu yang dikuasai mertua dengan segala kekejamannya?

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 49. Tidak Mungkin Jatuh Cinta

    Andita berhenti dengan kegiatannya. Sayur yang sedang dipotong itu ditinggalkannya. Ia bergerak menuju Inka dan memeluknya erat.“Katakan padaku apa saja yang kamu rasakan. Perlukah aku mencarikan dokter yang hebat?”Saat mendengar suara halus Andita, Inka ingin tertawa keras.“Aku tidak apa-apa, Kak Andita. Aku hanya sedang berpikir saja seandainya ada hal yang buruk terjadi.”“Astaga. Kupikir kamu mau mengatakan kalau hasil pemeriksaan kesehatanmu—”Inka menggenggam tangan Andita. Ia menatap lalu tersenyum. “Kak, aku baik-baik saja. Rahimku sangat bagus. Lalu, Candra juga sangat sehat. Ini tidak ada hubungannya dengan mandul atau sejenisnya.”Satu hal penting tidak bisa diucapkan bibir itu. Perjanjian tanpa sentuhan fisik. Jangankan mau punya anak, tidur satu ranjang pun tidak terjadi.“Jangan membahasnya lagi. Besok ayah dan nenekmu akan kembali ke Paris. Apa boleh aku ikut? Lumayan numpang gratis.”“Tentu. Kenapa tidak? Aku akan bilang pada ayahku secepatnya.” Inka bahkan sudah si

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 48. Semangat Kakak Ipar

    "Jadi, bagaimana dengan malam pertamamu?"Blush!Pipi Inka merona. Pertanyaan dari Andita membuatnya salah tingkah. Meski tidak ada yang terjadi, tetap saja pertanyaan itu terlalu brutal. Apakah semua pengantin baru selalu mendapatkan pertanyaan ini? "Stt! Sudah, meski kamu tidak memberitahukannya, aku tahu apa yang sudah terjadi, hihihi.""Ti-Tidak, Kak. Antara aku dan Candra benar-benar tidak ada apa-apa. Kami langsung tidur begitu hari menjelang malam.""Oh, Inka. Aku sangat tahu Candra. Ia tidak akan membebaskanmu begitu saja." Andita malah menuju kamar mereka. "Uh, sepertinya hal yg brutal terjadi tadi malam." Inka semakin tersudutkan. Kamar yang berantakan karena Inka melempar bantal pada Candra tadi pagi kini membuatnya tidak bisa berkutik."Sumpah! Kami tidak melakukan apa-apa!" Inka sudah hampir gila untuk menjelaskan semua itu."Lupakan saja. Aku akan menganggap seperti itu."Mengelak, memberi alasan bahkan menjelaskan dengan detail pun hanya akan sia-sia. Pada akhirnya In

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 47. Status Baru

    "Kembali bekerja. Sepertinya aku terlalu baik padamu sampai kamu lupa kalau aku adalah bos di sini.""Aku mengerti."Rehan tidak berkutik saat Candra mulai menunjukkan kekuasannya. "Hubungi kembali Rani dan pastikan proyek kali ini berhasil. Aku tidak akn menyerah soal itu.""Itu yang ingin aku bicarakan padamu. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiranku."Candra memasukkan dua tangan ke dalam saku dan berjalan menuju Rehan yang sedang duduk di sofa. "Apa kamu mencurigai seseorang?" Satu alis mata Candra naik. Rehan mengangguk pelan. Pikirannya kembali pada peristiwa kemarin saat pesta pernikahan itu. Giselle yang tidak tahu jika ada seseorang yang mendengar pembicaraanya bersama orang lain."Kamu yakin mau melihat mantan terindahmu menikah? Bagaimana kalau kita hancurkan pesta ini."Rehan berusaha fokus dan menebak siap yang sedang bersama Giselle saat itu. "Aku hanya ingin menjadi saudara perempuan yang baik. Mengejutkan Inka sudah cukup bagiku.""Ayolah, hanya sekali keme

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 46. Cemburu Kecil

    “Ckckck, berani-beraninya menyebut nama pria lain di hadapan suamimu.”“Emang kenapa? Pernikahan ini hanyalah semu. Aku juga tidak mau menganggap serius perlakuanmu nanti. Tenang saja, aku profersional.” Inka terlalu percaya diri mengatakannya.“Dengan siapa pun tidak masalah. Tentang Rehan aku tidak suka!”Inka semakin terheran-heran dengan tingkah Candra. Mengapa membatasi ruang geraknya? Lagipula, Rehan adalah sepupu Candra. Kenapa ia malah melarangnya untuk dekat dengan pria itu? Sungguh hal yang sama sekali tidak masuk akal!“Meski dilarang, aku tidak peduli. Tidak ada semacam itu di kontrak kita. Aku akan melakukan apa yang kusuka.”Inka meninggalkan Candra di sofa dan naik ke atas ranjang.“Kamu bisa tidur di sofa, oke?” kata gadis itu dengan sangat santai. “Empuknya!”Candra berkacak pinggang. Panas hatinya melihat mantan karyawan yang terlalu berani padanya.“Di mana Inka yang selalu hormat padaku? Aku tidak percaya jika gadis itu sekarang bahkan bisa memerintahku seenaknya.”

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 45. Uang di Malam Pertama

    Tatapan tajam bagai elang yang siap memangsa dihadiahkan untuk gadis berponi di sana.“Harus sekarang membahas tentang perceraian?” Candra benar-benar tidak habis pikir. “Masa ada satu tahun dan kamu sudah memikirkan tentang itu?”“Ya mau bagaimana lagi? Satu tahun itu cepat, kok.” Inka sangat santai saat membalasnya. “Pernikahan kita saja hanya sebulan dipersiapkan. Oh, aku lupa bukan setahun. Sebelas bulan lagi. Kontrak itu di mulai saat aku tanda-tangan.”“Hm … kamu benar-benar ingin bercerai?”Inka mengangguk senang. Senyuman di bibirnya sangat lebar. Saat membayangkan lepas dari perjanjian saja sudah bisa menyenangkan hatinya.“Cerai, ya?”Berbeda dengan Inka, Candra terlihat tidak senang mendengar kata ‘perceraian’. Ia tidak ingin semua itu terjadi.“Oke, aku anggap kamu menantangku. Entahlah tapi … kurasa nantinya kamu akan memohon agar kita tidak berpisah.”“Apa? Haha! Hayalan macam apa ini? Pak Candra, jangan terlalu percaya diri. Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan plu

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 44. KDRT?

    “Aku ke sini hanya untuk menikmati indahnya suasana vila.”Wanita itu tidak peduli. Ia malah duduk di samping kolam dengan santai. Rehan yang melihatnya lalu bertepuk tangan. Keberanian yang luar biasa untuk membalas perkataan Candra dengan sangat santai.“Kalian berdua benar-benar tidak tahu malu!” umpat Candra.Candra memutuskan pergi dari kolam. Tidak ada gunanya masih berada dan menghirup udara yang sama di sekitar sana. Saat ia kembali ke kamar, Inka terlihat tidur nyenyak di sana. Piyama pink yang dikenakan Inka terlihat lucu malam itu. Candra menghela napas. Itu artinya ia akan tidur di sofa. Sungguh hari yang terlalu menyebalkan!“Kamu sudah kembali?” Inka bergerak dari posisinya yang damai.Candra menoleh ke arah suara dan berkata, “Kupikir kamu tidur.”“Aku hanya berbaring. Ini tempat baru. Aku tidak bisa tidur,” terang Inka. “Waktu pertama di apartemenmu juga aku tidak bisa tidur.”“Kenapa? Karena sekamar denganku? Tenang, aku tidak akan melakukan apa pun padamu.”“Bukan. A

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 43. Malam Pertama

    “Hidup berbahagia selamanya!”Sorak-sorak dari penari setelah menampilkan tarian indah terdengar. Inka tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya hari ini. Semalaman ia berpikir panjang tentang ini dan itu. Pada akhirnya, ia ingin menikmati momen indah yang dimilikinya.“Senyummu lebar sekali. Apa kamu senang menikah denganku?” tanya Candra membuat perasaannya terusik. Ia juga sesekali curi-curi pandang pada pengantinnya. Cantik—satu kata untuk menjelaskan tentang Inka.“Aku hanya menikmati setiap momen dalam hidup. Kamu juga, ayo kita menyapa tamu undangan.” Pada akhirnya, Inka mengontrol emosinya.Inka menggenggam tangan suaminya dan mulai perlahan menelusuri taman itu dan menyapa satu per satu tamu dengan senyuman yang paling manis.“Auramu benar-benar keluar dengan sempurna. Duh, duh, duh!” Sasha langsung berkomentar saat didatangi sang pengantin.“Mungkin kamu harus mengikutiku menikah segera,” goda Inka.“Tidak, tidak! Aku mau menikmati masa lajangku sampai puas!” tolak Sasha. “Ak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status