Accueil / Romansa / DARI KONTRAK TURUN KE HATI / Bab 3. Cinta Masa Lalu

Share

Bab 3. Cinta Masa Lalu

Auteur: Xerin
last update Dernière mise à jour: 2024-02-15 11:56:39

Ruangan itu terlihat sunyi. Bukan berarti tidak ada orang di sana. Tentu saja Candra, sang bos masih berada di ruangan itu. Tumpukan dokumen yang belum selesai sampai menjelang sore ini sudah cukup membuatnya semakin sakit kepala.

Candra sedang menyandarkan kepala. Beberapa kali terlihat ia memijat-mijat dahinya. Saat pintu terbuka, pria itu langsung melihat ke arah Inka dan Giselle sang sekretaris.

“Sekarang apa lagi? Pergilah, aku tidak sedang ingin berbicara.”

“Hei, selesaikan dulu apa yang sudah kamu buat.” Giselle langsung membalas tanpa ragu. Ia datang bersama Inka.

Candra menatap sang sekretarisnya tidak senang. Gadis itu sama sekali tidak bisa mengerti bila saat ini ia sedang ingin sendirian saja tanpa gangguan. Saat wajah Inka tertangkap dalam pandangannya, ia sedikit merasa senang.

“Oh, soal itu. Nanti saja kita bicarakan. Dan … kamu tak perlu khawatir soal perjanjian itu. Kembalilah bekerja. Aku tidak ada waktu untuk mengurusi hal-hal yang tidak penting di kantor. Untuk apa juga aku menyibukan diri tentang itu.”

Perasaan Inka semakin bercampur aduk. Jika benar seperti ini, apakah itu artinya posisinya kembali aman saja? Bagaimana dengan ajakan nikah? Apa itu juga berarti dibatalkan begitu saja?

“Nah, kamu sudah dengar sendiri, ‘kan? Tidak ada yang akan memecatmu jadi tak usalah kamu risau, oke?” Giselle menuturkan sekali lagi.

Ada satu senyum yang langsung terajut ketika mendengar ucapan Giselle.

“Saya permisi kembali ke ruangan, Pak.” Inka berpamitan. Jika biasanya ia akan galau setiap kali meninggalkan ruangan sang presdir, maka kali ini tidak. Perasaan senang yang tak bisa lagi dipendam harus diceritakan. “Sha, ini adalah hari yang menyenangkan. Ah, akhirnya aku bisa bernapas dengan lega.”

“Ha? Bagaimana?”

“Iya. Aku meski awalnya kejadian ini membingungkan dan membuat sakit kepala, aku bisa bernapas lega sekarang.”

“Eh? Apa yang sebenarnya sedang terjadi, Inka? Tak bisakah kamu langsung mengatakan inti ceritamu?”

“Nanti ya.” Bagaimana pun, semua ini belum boleh diketahui orang lain.

Tidak dipecat hari ini belum tentu besok akan aman. Bisa jadi, karena adanya Giselle, Pak Candra sedikit bersikap baik padanya.

Sementara itu di ruangan sang presdir, Giselle masih perlu tahu alasan di balik semua keinginan Candra yang sama sekali tidak masuk akal. Ada apa sebenarnya?

Heels merah pemberian Candra yang dikenakannya berbunyi merdu saat melangkah. Gadis itu juga duduk menyilangkan kaki dengan tangan di depan dada lalu berkata, “Oi, Candra, bisakah kamu tidak membuat hal yang tidak perlu? Kasihan gadis itu. Kamu tahu, aku sampai melihatnya galau di lantai paling atas.”

“Memangnya apa yang aku lakukan?” balas Candra santai. “Jangan menambah beban pikiranku. Bukankah semua ini hanyalah hal yang biasa?” balas Candra sangat santai. Matanya kembali fokus pada dokumen yang sedang dibacanya dengan serius.

“Astaga! Mana boleh kamu berkata seperti itu. Mungkin bagimu kehilangan pekerjaan bukan ancaman. Kamu sudah lihat CV gadis itu? Ia berasal dari tempat yang jauh dan memilih tinggal seorang diri di sini.”

“Hei, itu bukan urusan kita, Giselle. Kamu terlalu baik pada pegawai. Mungkin karena itulah beberapa dari mereka bahkan tidak sopan. Lihatlah bagaimana Diana bekerja—”

Satu alis Giselle naik. Ia sama sekali tidak senang dengan tanggapan Candra. Tidak ada satu pun yang boleh membandingkannya dengan orang lain.

“Apa ini? Mengapa kamu membandingkan aku dengan Diana? Uh, sangat tidak menyenangkan!”

“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Ia terlihat berwibawa. Semua yang melihatnya langsung tidak bergeming.”

“Haha! Itu bukanlah karena rasa hormat. Aku tahu apa yang dirasakan oleh para pegawai itu. Percaya padaku, di belakang Diana, mereka menggosipkannya habis-habisan.”

“Mungkin.” Satu balasan singkat sebelum akhirnya sang presdir mengajak sang sekretaris untuk makan siang bersama.

Restoran Lazira menjadi tempat tujuan mereka. Bukan kali pertama atau kedua mereka mengunjungi tempat ini. Sejak masih berkencan, tempat ini menjadi tempat yang paling sering dikunjungi. Tak ayal, Giselle menjadi heran dengan Candra.

“Apakah jika selalu seperti ini kamu akan susah move on dariku? Bagaimanapun, aku adalah mantan terindahmu, bukan?” Giselle sudah mulai dengan ucapannya.

“Jangan percaya diri seperti itu. Justru karena aku sudah terbiasa denganmu, aku masih mau begini. Aku bahkan sudah lupa jika kita pernah berkencan.”

“Uh, aku merasa pedih mendengarnya. Sejak awal memang hubungan itu tidak layak dilanjutkan. Seorang Candra dan Giselle hanya akan menjadi teman abadi, selamanya.”

“Sampai aku memiliki kekasih. Kamu tidak mungkin terus berdekatan denganku. Ada perasaan yang harus aku jaga.”

Well, katakan saja jika saat itu tiba. Aku dengan senang hati mengirimkan surat pengunduran diriku di depan matamu.”

“Jika memang seperti itu yang kamu inginkan, kamu sudah bisa mulai bersiap.”

Keduanya saling bertatapan. Terlihat manis tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Giselle adalah mantan kekasih sang presdir. Keduanya menjalin kasih saat di bangku kuliah. Pendidikan yang sepadan menjadikan keduanya bisa memahami satu sama lain.

Namun, pada akhirnya Giselle tidak bisa melanjutkan hubungan itu. Siapa yang menyangka jika mereka masih merupakan keluarga dekat? Semua ini karena ayah Candra yang ternyata memiliki simpanan secara diam-diam. Simpanan ayah Candra adalah ibu Sasha. Sungguh, sebuah hubungan yang rumit.

“Jangan menatapku seperti itu. Siapa yang menyangka jika pak tua itu masih saja membuat masalah. Kita menjadi saudara tiri karenanya. Mau memaksakan kehendakpun, aku tahu kamu tidak akan mau berada di pihakku,” sindir Candra. “Harta warisan ayah terlalu menggiurkan, bukan?”

“Jika saja aku tak mengingat kebaikanmu dulu, mungkin aku sudah menamparmu sedari tadi. Well, mari hidup berbahagia sebagai saudara. Lagipula, tempat tinggal kita berbeda. Setidaknya, perlahan rasa cinta ini mulai memudar. Bukankah kamu juga yang menginginkannya enyah terlebih dulu?”

“Masih marah soal itu?”

“Aku hanya tidak menyangka bila kamu bisa memaki sampai seperti itu. Pada saat itu, aku pun tidak tahu tentang pria yang selama ini disembunyikan Mama. Lalu, kamu datang dan menudhku yang bukan-bukan.”

“Dua tamparan cukup, ‘kan?”

“Aku masih ingin melakukannya lagi.”

Makan siang berakhir manis. Mengingat bagaimana kehidupan yang lalu bukanlah hal yang penting. Pada kenyataannya, tidak ada yang akan berubah.

“Kuantar pulang kantor nanti, ya?” tawar Candra.

“Untuk apa? Aku bawa mobil sendiri. Lupa?”

“Aku mau mengunjungi Ibumu.”

“Hahaha! Jangan memulai lagi, Candra. Kami sudah hidup tenang meski masih di bawah bayang-bayang ‘Nyonya Besar’ itu.”

“Ibuku juga terluka tentang ini.”

“Aku tahu.”

“Lupakan tentang semua ini. Sekarang adalah bagaimana kita menjalani hidup dengan sebaik mungkin. Betewe, aku sangat tak suka saat kamu mulai dengan aksimu lagi. Kali ini saja, Candra.”

“Oh, aku takut sekali! Tidak ada yang bisa memerintahku, Giselle. Itu juga berlaku bagimu.”

Giselle memilih untuk tidak membalas dan menuju mobilnya. Candra tidak begitu menanggapi kepergian gadis itu. Ada hal lain yang lebih penting untuk disiapkannya. Ia merogoh ponsel dari kantong celana dan mulai menghubungi seseorang.

“Pastikan semua sudah siap. Tempat itu harus nyaman untuk seorang gadis.”

“Baik, Pak.”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 51. Pernikahan Kami

    "Jangan terlalu percaya diri, Candra. Tidak semua yang kamu bayangkan akan kamu dapatkan." Inka menegaskan sekali lagi. Itu hanya di mulut saja. Kenyataannya, ia adalah orang yang perlu mendapatkan peringatan keras agar tidak jatuh cinta pada Candra. "Kamu lapar?" Candra menggunakan topik lain. "Ayo bersiaplah, kita makan di luar saja. Ah, ini adalah pemborosan di rumah tangga."Inka melipat tangan di depan dada lalu memasang wajah kesal. "Kamu ini sebenarnya punya banyak uang atau tidak, sih? Hanya makan di resto saja mengeluhnya sangat luar biasa!""Tetap saja jika menghamburkan uang, kita bisa jatuh miskin."Kata 'kita' begitu manis untuk diucapkan. Telinga gadis itu mulai panas. Bagaimana bisa Candra mulai menyatukan mereka dengan seenaknya. "Kalau memang keberatan, ya sudah ... aku akan masak sekarang," keluh Inka. Ia menuju dapur, membuka kulkas dengan kasar. Matanya mulai melihat-lihat bahan makanan di sana yang bisa dijadikan makanan. "Kalau tidak mau mengajak makan, ya ja

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 50. Jangan Jatuh Cinta

    “Inka, kenapa harus bersembunyi, sih?” “Siapa yang bersembunyi? Aku hanya tidak mau berbicara denganmu!” “Memangnya susah ya tinggal di sini? Ini bagus untuk kita. Semakin sedikit orang yang kita temui, semakin baik. Kamu lupa soal kontrak itu?” “Terserah kamu saja! Lagipula, apa pun yang aku katakan tidak akan berpengaruh padamu!” Inka gusar. Ia tahu tidak memiliki power menghadapi Candra. Hidup terkurung selama 11 bulan tersisa hanyalah yang bisa ia lakukan. Kontrak sudah berjalan, tidak ada celah. Setelah dipikirkannya kembali, uang bulanan dari Candra cukup besar. Setidaknya, itu bisa menyembuhkan sedikit rasa kesalnya. “Jadi, kamu maunya kita tinggal di mana?” tanya Candra menahan emosinya. “Ayo bicarakan baik-baik. Yang perlu kamu tahu, kalau kita tidak tinggal di sini, maka pilihannya adalah bersama ayahku.” Itu keadaan yang sama menjengkelkan. Inka sudah membayangkan kehidupan seperti di film-film. Apakah ia menjadi menantu yang dikuasai mertua dengan segala kekejamannya?

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 49. Tidak Mungkin Jatuh Cinta

    Andita berhenti dengan kegiatannya. Sayur yang sedang dipotong itu ditinggalkannya. Ia bergerak menuju Inka dan memeluknya erat.“Katakan padaku apa saja yang kamu rasakan. Perlukah aku mencarikan dokter yang hebat?”Saat mendengar suara halus Andita, Inka ingin tertawa keras.“Aku tidak apa-apa, Kak Andita. Aku hanya sedang berpikir saja seandainya ada hal yang buruk terjadi.”“Astaga. Kupikir kamu mau mengatakan kalau hasil pemeriksaan kesehatanmu—”Inka menggenggam tangan Andita. Ia menatap lalu tersenyum. “Kak, aku baik-baik saja. Rahimku sangat bagus. Lalu, Candra juga sangat sehat. Ini tidak ada hubungannya dengan mandul atau sejenisnya.”Satu hal penting tidak bisa diucapkan bibir itu. Perjanjian tanpa sentuhan fisik. Jangankan mau punya anak, tidur satu ranjang pun tidak terjadi.“Jangan membahasnya lagi. Besok ayah dan nenekmu akan kembali ke Paris. Apa boleh aku ikut? Lumayan numpang gratis.”“Tentu. Kenapa tidak? Aku akan bilang pada ayahku secepatnya.” Inka bahkan sudah si

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 48. Semangat Kakak Ipar

    "Jadi, bagaimana dengan malam pertamamu?"Blush!Pipi Inka merona. Pertanyaan dari Andita membuatnya salah tingkah. Meski tidak ada yang terjadi, tetap saja pertanyaan itu terlalu brutal. Apakah semua pengantin baru selalu mendapatkan pertanyaan ini? "Stt! Sudah, meski kamu tidak memberitahukannya, aku tahu apa yang sudah terjadi, hihihi.""Ti-Tidak, Kak. Antara aku dan Candra benar-benar tidak ada apa-apa. Kami langsung tidur begitu hari menjelang malam.""Oh, Inka. Aku sangat tahu Candra. Ia tidak akan membebaskanmu begitu saja." Andita malah menuju kamar mereka. "Uh, sepertinya hal yg brutal terjadi tadi malam." Inka semakin tersudutkan. Kamar yang berantakan karena Inka melempar bantal pada Candra tadi pagi kini membuatnya tidak bisa berkutik."Sumpah! Kami tidak melakukan apa-apa!" Inka sudah hampir gila untuk menjelaskan semua itu."Lupakan saja. Aku akan menganggap seperti itu."Mengelak, memberi alasan bahkan menjelaskan dengan detail pun hanya akan sia-sia. Pada akhirnya In

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 47. Status Baru

    "Kembali bekerja. Sepertinya aku terlalu baik padamu sampai kamu lupa kalau aku adalah bos di sini.""Aku mengerti."Rehan tidak berkutik saat Candra mulai menunjukkan kekuasannya. "Hubungi kembali Rani dan pastikan proyek kali ini berhasil. Aku tidak akn menyerah soal itu.""Itu yang ingin aku bicarakan padamu. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiranku."Candra memasukkan dua tangan ke dalam saku dan berjalan menuju Rehan yang sedang duduk di sofa. "Apa kamu mencurigai seseorang?" Satu alis mata Candra naik. Rehan mengangguk pelan. Pikirannya kembali pada peristiwa kemarin saat pesta pernikahan itu. Giselle yang tidak tahu jika ada seseorang yang mendengar pembicaraanya bersama orang lain."Kamu yakin mau melihat mantan terindahmu menikah? Bagaimana kalau kita hancurkan pesta ini."Rehan berusaha fokus dan menebak siap yang sedang bersama Giselle saat itu. "Aku hanya ingin menjadi saudara perempuan yang baik. Mengejutkan Inka sudah cukup bagiku.""Ayolah, hanya sekali keme

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 46. Cemburu Kecil

    “Ckckck, berani-beraninya menyebut nama pria lain di hadapan suamimu.”“Emang kenapa? Pernikahan ini hanyalah semu. Aku juga tidak mau menganggap serius perlakuanmu nanti. Tenang saja, aku profersional.” Inka terlalu percaya diri mengatakannya.“Dengan siapa pun tidak masalah. Tentang Rehan aku tidak suka!”Inka semakin terheran-heran dengan tingkah Candra. Mengapa membatasi ruang geraknya? Lagipula, Rehan adalah sepupu Candra. Kenapa ia malah melarangnya untuk dekat dengan pria itu? Sungguh hal yang sama sekali tidak masuk akal!“Meski dilarang, aku tidak peduli. Tidak ada semacam itu di kontrak kita. Aku akan melakukan apa yang kusuka.”Inka meninggalkan Candra di sofa dan naik ke atas ranjang.“Kamu bisa tidur di sofa, oke?” kata gadis itu dengan sangat santai. “Empuknya!”Candra berkacak pinggang. Panas hatinya melihat mantan karyawan yang terlalu berani padanya.“Di mana Inka yang selalu hormat padaku? Aku tidak percaya jika gadis itu sekarang bahkan bisa memerintahku seenaknya.”

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 45. Uang di Malam Pertama

    Tatapan tajam bagai elang yang siap memangsa dihadiahkan untuk gadis berponi di sana.“Harus sekarang membahas tentang perceraian?” Candra benar-benar tidak habis pikir. “Masa ada satu tahun dan kamu sudah memikirkan tentang itu?”“Ya mau bagaimana lagi? Satu tahun itu cepat, kok.” Inka sangat santai saat membalasnya. “Pernikahan kita saja hanya sebulan dipersiapkan. Oh, aku lupa bukan setahun. Sebelas bulan lagi. Kontrak itu di mulai saat aku tanda-tangan.”“Hm … kamu benar-benar ingin bercerai?”Inka mengangguk senang. Senyuman di bibirnya sangat lebar. Saat membayangkan lepas dari perjanjian saja sudah bisa menyenangkan hatinya.“Cerai, ya?”Berbeda dengan Inka, Candra terlihat tidak senang mendengar kata ‘perceraian’. Ia tidak ingin semua itu terjadi.“Oke, aku anggap kamu menantangku. Entahlah tapi … kurasa nantinya kamu akan memohon agar kita tidak berpisah.”“Apa? Haha! Hayalan macam apa ini? Pak Candra, jangan terlalu percaya diri. Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan plu

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 44. KDRT?

    “Aku ke sini hanya untuk menikmati indahnya suasana vila.”Wanita itu tidak peduli. Ia malah duduk di samping kolam dengan santai. Rehan yang melihatnya lalu bertepuk tangan. Keberanian yang luar biasa untuk membalas perkataan Candra dengan sangat santai.“Kalian berdua benar-benar tidak tahu malu!” umpat Candra.Candra memutuskan pergi dari kolam. Tidak ada gunanya masih berada dan menghirup udara yang sama di sekitar sana. Saat ia kembali ke kamar, Inka terlihat tidur nyenyak di sana. Piyama pink yang dikenakan Inka terlihat lucu malam itu. Candra menghela napas. Itu artinya ia akan tidur di sofa. Sungguh hari yang terlalu menyebalkan!“Kamu sudah kembali?” Inka bergerak dari posisinya yang damai.Candra menoleh ke arah suara dan berkata, “Kupikir kamu tidur.”“Aku hanya berbaring. Ini tempat baru. Aku tidak bisa tidur,” terang Inka. “Waktu pertama di apartemenmu juga aku tidak bisa tidur.”“Kenapa? Karena sekamar denganku? Tenang, aku tidak akan melakukan apa pun padamu.”“Bukan. A

  • DARI KONTRAK TURUN KE HATI   Bab 43. Malam Pertama

    “Hidup berbahagia selamanya!”Sorak-sorak dari penari setelah menampilkan tarian indah terdengar. Inka tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya hari ini. Semalaman ia berpikir panjang tentang ini dan itu. Pada akhirnya, ia ingin menikmati momen indah yang dimilikinya.“Senyummu lebar sekali. Apa kamu senang menikah denganku?” tanya Candra membuat perasaannya terusik. Ia juga sesekali curi-curi pandang pada pengantinnya. Cantik—satu kata untuk menjelaskan tentang Inka.“Aku hanya menikmati setiap momen dalam hidup. Kamu juga, ayo kita menyapa tamu undangan.” Pada akhirnya, Inka mengontrol emosinya.Inka menggenggam tangan suaminya dan mulai perlahan menelusuri taman itu dan menyapa satu per satu tamu dengan senyuman yang paling manis.“Auramu benar-benar keluar dengan sempurna. Duh, duh, duh!” Sasha langsung berkomentar saat didatangi sang pengantin.“Mungkin kamu harus mengikutiku menikah segera,” goda Inka.“Tidak, tidak! Aku mau menikmati masa lajangku sampai puas!” tolak Sasha. “Ak

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status