Home / Romansa / DEBTLY IN LOVE (Indonesia) / Live Free or Die Trying

Share

Live Free or Die Trying

Author: SURIYANA
last update Huling Na-update: 2021-06-09 18:16:08

Berhari-hari setelah Dina menceritakan semuanya kepada Mbok Surti, dia sudah menjelajahi hampir seluruh bagian mansion Keluarga Armadjati. Dia tahu di mana kamar yang ditempati oleh Bapak Hidayat dan Ibu Yasmine. Kalau sebelumnya dia berpikir sayap kiri tempat Bastian dan Wendy berdiam sudah mewah, maka bagian utama rumah ini jauh lebih mewah dari itu.

Dia juga menelusuri sayap kanan yang merupakan area kekuasaan Leonardo. Berbeda dengan dua bagian rumah lainnya yang penuh dengan perabot mewah, Leonardo menata sayap kanan gedung dengan lebih sederhana. Minimalis. Semua furnitur hanya berada di sana karena memang dibutuhkan.

Ada satu ruangan yang pintunya terbuka dan itu menyebabkan langkah Dina terhenti. Soalnya, dinding kamar itu sangat mencolok perhatian dengan warna ungu yang terang. Bukan pilihan yang biasa untuk seorang laki-laki seperti Leonardo. Dia melangkahkan kaki lebih dekat lagi.

“Kamar Mbak Olivia,” kata sebuah suara yang mengagetkannya.

Dina tahu diri dan mundur selangkah.

“Lihat saja, tidak apa-apa, Nduk. Asal jangan diberantakin.”

Dina kembali melongok isi kamar tersebut. Tembok ungu yang dia lihat sebelumnya hanya melapisi satu bagian saja sedangkan sisanya diberikan sentuhan putih gading. Ranjang dengan seprai merah muda diletakkan di tengah-tengah kamar dan selembar kelambu berwarna pastel menutupi empat tiang di sekelilingnya. Lantainya granit dengan ukuran besar yang menjadikan kamar tampak lebih luas. Beberapa lukisan juga disesuaikan dengan interior yang Dina tebak memiliki tema princess yang sesuai untuk remaja.

Tapi, satu benda yang paling menarik perhatian Dina adalah seperangkat alat perekam video; di antaranya ada  kamera, tripod, dan lampu. “Olivia itu vlogger?” tanyanya memastikan karena ada satu peralatan yang tidak dilihatnya ada di sana, yaitu laptop atau komputer untuk mengedit dan mengunggah video ke media sosial.

“Bloger itu apa toh, Nduk?” Mbok Surti terkekeh menertawakan ketidaktahuannya. “Yang Mbok tahu, tiap hari Mbak Olivia bikin video, ngomong ke kamera, dandan-dandan….”

Jelas-jelas deskripsi seorang vlogger, pikir Dina. Dia kemudian menyalakan kamera yang terletak pada tripod.

“Nduk,” bisik Mbok Surti.

Dina tahu bahwa Mbok Surti tidak setuju dia menyentuh peralatan canggih itu. Tapi dia tidak peduli. Sesekali dia ingin merasakan kesenangan seperti seseorang yang bebas. Layar di kamera menduplikasi apa yang ada di depan lensa. Dina menekan beberapa tombol untuk mengaktifkan fungsi timer.

“Nduk!” kata Mbok Surti lebih keras.

Bukannya mematuhi, Dina malah memegang bahu Mbok Surti dan menggiringnya ke depan kamera. “Yuk foto bareng, Mbok.”

Mbok Surti canggung berdiri di samping Dina. Gadis itu memeluk bahunya semakin erat.

Terdengar peringatan timer bahwa sebentar lagi kamera akan merekam imaji apapun yang ada di depannya. “Senyum, Mbok,” kata Dina seraya mendekatkan pipinya ke wajah pembantu rumah tangga itu.

“Sudah, Nduk.”

Dina menyempatkan melihat hasil foto di kamera. Senyum kedua orang yang bekerja sebagai pembantu, - satu karena pilihan dan yang lain karena terpaksa -, memandangnya balik. Dina ikut tersenyum. Dalam foto itu, keduanya terlihat bahagia. Sayang dia tidak dapat menyimpannya. Dia malah harus menghapus foto tersebut.

“Ayo, Nduk. Nanti ketahuan.” Mbok Surti lagi-lagi memperingatkannya. Ini kali dari pintu kamar.

“Iya, Mbok.” Untuk terakhir kali dia memandangi imaji indah itu, tersenyum, lalu mematikan kamera tanpa menghapus foto itu sama sekali.

***

Merencanakan kabur dari mansion Keluarga Armadjati bukan usaha yang gampang. Apalagi jika satu-satunya jalan keluar dari tempat itu hanya satu, yaitu gerbang di penghujung jalan. Dan, ukuran rumah yang besar dan luas tidak membantunya sama sekali.

Kalau di siang hari Dina menjelajahi seluruh penjuru rumah, ketika malam tiba Dina akan melakukan perjalanan menelusuri jalan berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh Mbok Surti. Tidak gampang berjalan di tengah kegelapan malam. Tapi, Dina harus berlatih karena jika kesempatannya tiba nanti, dia harus mampu melakukannya sampai keluar dari gerbang mansion.

“Jangan ikutin –

“Astaga!” umpat Dina kaget. “Mbok!” Dia tidak menyangka ada kehadiran wanita tua itu di sampingnya.

“Mbok mau ngingetin, jangan ikutin jalan setapaknya.”

“Kenapa?”

“Bacon dan timnya akan keliling ronda lewat jalan itu.”

Masuk akal, batin Dina. Dia bergeser ke arah kanan dan mengira-ngira jalan yang harus dilaluinya. Hasilnya, sangat susah.

Di saat dia kesulitan mengukur langkahnya, Mbok Surti menyalakan senter. “Lewat kebun anggrek saja, Nduk.”

Dina menghalau cahaya senter dengan mengarahkan alat penerang itu ke tanah. “Takut ketahuan,” bisiknya.

Mbok Surti mengangguk dan mematikannya. Beberapa langkah kemudian, dia menunjukkan sebuah tempat. “Dari sini tinggal sedikit lagi ke gerbang.”

Dina menoleh sekeliling dan hanya menyaksikan rerumputan panjang pertanda area itu tidak pernah atau jarang dibersihkan. Satu lagi, tidak ada anggrek apapun yang dapat dia temukan. Meskipun, ada tempat duduk yang terbuat dari beton yang menjadi bukti bahwa pada masanya kawasan itu kerap digunakan untuk bersantai.

“Sejak Ibu Delilah meninggal, kebun ini tidak ada yang merawat.” Mbok Surti menyentuhkan tangannya kepada rangka-rangka besi yang Dina tebak tadinya berguna untuk menyangga bunga. “Tepatnya, tidak boleh dirawat. Perintah Ibu Yasmine.”

Terbit geram dalam hati Dina. Dia bukannya mengkritisi rasa benci istri kedua Pak Hidayat sepenuhnya. Akan tetapi, dia menyayangkan kalau kebencian itu bergeser sehingga merusak apapun yang berhubungan dengan mantan istri yang pernah menjadi nyonya rumah tersebut. Kebun yang diciptakan oleh Ibu Delilah tidak punya salah. Jadi tidak perlu ada perintah untuk mengabaikannya segala.

“Tidak ada penjaga yang ke sini, Nduk.”

Kalau begitu, rute ini menjadi pilihan tepat untuk kabur dari mansion tersebut. Kepicikan Ibu Yasmine ternyata membuahkan keuntungan bagi Dina. Senang juga dia mengetahui hal itu.

“Dari sini, kamu jalan saja ke arah sana,” Mbok Surti menunjuk ke kanan. “Tapi temboknya cukup tinggi, Nduk.”

Dina mengikuti petunjuk dari Mbok Surti. Dan memang benar. Dia memerlukan kotak atau meja untuk dijadikan sebagai pijakan. Bagaimana caranya menyelundupkan barang itu ke sini? Tidak mungkin pada saat dia kabur akan menenteng benda berat yang dapat memperlambat langkahnya.

Tiba-tiba, terdengar suara jejak kaki di telinga Dina. Sambil merunduk, dia memberikan kode agar Mbok Surti ikut menunduk. Kebun anggrek bisa jadi tidak diperiksa oleh Bacon dan timnya. Namun, pinggiran tembok pembatas ini terbukti disambangi oleh penjaga seperti malam itu. Dina mendesah. Dia harus merancang strategi kabur dari mansion ini dengan mantap. Tidak boleh ada kesalahan. Dan sampai saat itu juga, dia belum menemukan satu cara yang dijamin berhasil.

***

Merencanakan keluar dari mansion itu saja sudah melelahkan bagi Dina. Akan tetapi, dia tidak boleh melupakan tugasnya sebagai asisten Wendy dan Bastian. Hari itu, dia diminta memasuki kamar majikannya itu untuk membersihkan kamar mandi mereka.

Dina yang melongok ke dalam kamar mandi bergidik sendiri. Ada bekas muntahan di mana-mana dan baju-baju yang berserakan. Dia mendadak pusing memikirkan cara membersihkan itu semua. Sendirian.

Sekonyong-konyong, ada ketukan di pintu kamar. Dina menoleh dan menemukan kehadiran Mbok Surti. Dia sangat berharap rekan pembantunya itu boleh menemaninya. Tapi, harapan itu hanya dia simpan dalam hati karena tidak mungkin Wendy akan mengabulkannya.

“Mbok, kenapa?” tanya Wendy.

“Maaf, Non. Ada titipan ini dari Tuan Bastian.” Mbok Surti menyerahkan sebuah kotak. “Untuk Dina.”

Dina mengernyitkan dahi. Apa kira-kira yang dihadiahkan oleh laki-laki itu kepadanya? Yang tidak kalah penting, mengapa tuan bengis itu memberikan sesuatu kepadanya?

“Sini!” Wendy menarik dan membuka bungkusan itu.

Dina mendengar tawa Wendy yang semakin lama semakin membahana.

It suits you,” kata Wendy sambil melempar kotak itu ke arahnya yang mengakibatkan isinya terjatuh.

Dina berganti-gantian memandang hadiah itu dan Wendy. Isinya adalah seragam pelayan baru berwarna hitam dengan aksen apron berwarna putih khas kostum French’s maid. Apa mereka sedang bercanda?

“Pakai!” perintah Wendy sebelum meninggalkan kamarnya itu.

Seketika Dina menyesal telah merusak semua seragamnya sehingga Bastian merasa perlu menyediakan yang baru untuknya. Dia lebih memilih yang lama ketimbang seragam baru yang terlihat lebih seksi itu. Tapi, apa mau dikata? Perintah majikannya adalah titah yang harus dipatuhi.

Setelah Dina berganti pakaian dan bersiap-siap membersihkan apapun yang akan dia hadapi di kamar mandi, dia melihat Mbok Surti membersihkan lemari obat. “Astaga, banyak banget.”

“Obat tidur Non Wendy. Sudah tidak dipakai, jadi mau Mbok buang.”

Dina yang sedang menarik-narik ujung rok yang kependekan, seketika terpaku. Berbagai ide berseliweran di kepalanya dan salah satunya mungkin bisa membantunya kabur dari istana Keluarga Armadjati itu. “Jangan dibuang!” pintanya sebelum obat tidur yang dikumpulkan wanita itu berakhir di tempat sampah.

“Lho?”

Dina mengambilnya dari tangan Mbok Surti. “Kita lakukan malam ini, Mbok!” Tentu saja yang dia maksud adalah rencana kabur yang sudah dia persiapkan selama ini.

“Apa rencanamu, Nduk? Kalau kepergok, bagaimana?”

Dina menunjukkan plastik obat tidur di tangannya. “Nggak akan,” katanya yakin.

Dengan barang itu, kesempatannya untuk kabur akan berhasil adalah sejumlah 99,9 persen. Kalaupun ternyata tidak, setidaknya dia telah berusaha sampai mati untuk memperjuangkan kebebasannya. Live free or die trying.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Last Hurrah

    Dina tidak lagi takut berhadap-hadapan dengan wanita secantik malaikat itu. Dia sudah mendengar semuanya dari Leonardo. Bagaimana Wendy sebenarnya memiliki cita-cita lain sekadar dari menjadi seorang nyonya rumah. Dia bahkan mengagumi upaya Leo agar istri Bastian itu mendapatkan apa yang diinginkan. Awalnya, dia tidak setuju kalau niat baik itu dibalut dengan perjanjian antara Wendy dan Bastian untuk tetap dalam ikatan pernikahan. Namun, dia bisa bilang apa kalau dua-duanya telah setuju. Seperti Leo, dia hanya berharap di tengah-tengah perjanjian itu, cinta antara Wendy dan Bastian akan kembali bertumbuh.“Hai,” sapa Dina.Wendy mengedikkan bahu. Bahkan cara wanita itu bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliingnya tampak menakjubkan. Elegan dan membuat orang lain berniat untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Wendy.“Nona Wendy ikut makan, ya,” ajaknya santai sambil menata piring baru di meja yang kosong.Tidak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   A Good Life

    Dari kejauhan, Dina sudah melihat bayangan Leonardo. Senyum di wajah laki-laki itu menerbitkan cahaya benderang di kepalanya. Leonardo setengah berlari menghampirinya. Pria itu langsung mengambil alih kursi roda dari pegawai bandara untuk mendorong ayahnya. Cerminan seorang pria yang bertanggung jawab.“Gimana Bali?” tanya laki-laki itu.“Sepi.” Itu karena tidak ada kehadiran Leonardo di sana. Tapi, tentu saja Dina tidak akan mengungkapkan bagian terakhir dari pikirannya itu terang-terangan. Dia masih malu mengakui perasaannya terhadap laki-laki itu. Ditambah, dia juga tidak ingin Leonardo menggodanya terus-terusan.Mereka telah berada di parkiran mobil. Dengan sigap laki-laki itu membantu mendudukkan Ayah di kursi tengah, sedangkan Dina mengatur tas bawaan mereka di bagasi. Ketika Dina menutup pintu bagasi, Leonardo sedang mengembalikan kursi roda kepada petugas bandara.Dina cukup heran karena tidak menemukan satu orang pengawal

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In Between

    Ditinggal oleh Dina, Leonardo belingsatan. Apa jawaban Dina? Apa dia kelewatan sudah menarik tangan perempuan itu? Apa dia tidak sopan karena terdengar begitu memaksa? Bagaimana kalau Dina menolaknya? Jantungnya berdegup kencang. Biasanya, Leonardo adalah orang yang dapat menerima apa saja: baik ataupun buruk. Tapi kali ini, dia punya asa. Dia ingin harapannya kali ini terkabul. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau usahanya gagal.Leonardo berjalan mondar-mandir dengan sepatu Dina di tangannya. Sekarang apa? Menunggu gadis itu dan menuntut jawaban darinya? Atau, dia bisa pergi dan keinginannya. Tidak, tidak. Leo tidak siap apabila dia gagal mendapatkan bahagia.“Mas Leo.”Leonardo membalikkan badannya. Dan di sana, pada salah satu anak tangga, ada Dina yang memandanginya. Rambut panjang gadis itu ditata kuncir kuda. Mata besarnya berbinar-binar dan senyumnya merekah sampai ke telinga. Seakan-akan waktu bergerak melambat, Leonardo menikmati

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Growing Love Together

    Begitu Leo turun ke lantai bawah, dia tepergok dengan Dina yang sedang mendudukkan ayahnya di kursi di foyer. Di sebelah Ayah, telah tersedia tas dan satu buah koper. Rupanya, gadis itu serius dengan rencana kepindahannya ke Bali. Leo sedikit kesal karena perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk pamit kepadanya.“Uhm, Pak Hidayat ada?” tanya gadis itu.Dengan dagunya, Leonardo memberikan kode kalau ayahnya ada di ruang kerja di lantai atas. Dia menyaksikan Dina yang berjongkok dan pamit kepada Ayah sebelum meneruskan langkah sesuai petunjuk Leo.Leo sudah memerhatikan bahwa sejak bertemu dengan ayahnya kembali, Dina selalu enggan untuk berjauh-jauhan dengan orangtuanya itu. Seolah-olah gadis itu takut akan terjadi apa-apa kepada ayahnya jika dia meleng sebentar saja. Benar-benar sosok yang penyayang.Kata-kata Olivia jadi terngiang-ngiang di telinganya. Satu yang tidak dapat dia enyahkan adalah perihal penyesalan karena kata-kata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   It's Time to Change

    Sepeninggal Mbok Surti, Bacon mengambil sebuah amplop dari balik jas belakangnya. Pengawal itu memberikannya kepada Pak Hidayat, bos paling tinggi dalam hierarki Grup Armadjati.“Itu dari pantat kamu?” sindir Pak Hidayat. Mana mungkin dia mau memegang sesuatu yang entah sudah berapa lama mengendap di bokong pengawal itu. “Apa itu?” tanyanya seraya menyembunyikan tangan di punggung, pertanda dia tidak mau menyentuh amplop tersebut.Bacon mengeluarkan isinya yang berupa kertas-kertas dokumen, dia menjejerkan semuanya di atas meja kopi. “Identitas pembunuh bayaran Danny.”“Foto dan kirim ke saya,” perintah Pak Hidayat sedikitpun tidak mau memegang dokumen.Bacon melakukan apa yang dia perintahkan. Sebaik foto-foto itu masuk ke folder pesan di telepon genggamnya, Pak Hidayat mengamati dokumen tersebut. Sayangnya, tidak banyak yang dapat dia telaah dari laporan Bacon tersebut. Pasalnya, ada beberapa kartu tanda p

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One More Thing

    Pak Hidayat mencoret satu baris dari daftar kegiatan yang harus dia lakukan hari ini. Tahu-tahu, teleponnya mengalunkan notifikasi tanda pesan masuk. Dia membacanya sekilas. Dari sekretarisnya yang menanyakan apakah dia akan datang ke kantor hari ini.Jawabannya adalah tidak, pikir laki-laki itu seraya membalas pesan. Beberapa hari terakhir, dia harus membereskan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Pak Hidayat mengecek email. Dia menunggu kabar penting seputar keberadaan istrinya dan Danny. Geram hatinya kalau mengingat-ingat dua makhluk tak berguna itu.Notifikasi pesan terdengar lagi. Every ship needs a captain.Pak Hidayat mengembuskan napas panjang. Dia juga tahu maksud tersembunyi dari pesan yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Keluarganya lebih membutuhkan perhatiannya saat ini. Pak Hidayat tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang sudah-sudah dengan mengabaikan mereka. Terlebih sewaktu anak-anaknya telah b

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Follow Your Heart

    Olivia mencari-cari Mbok Surti ke seluruh penjuru rumah. Beginilah susahnya memiliki tempat tinggal yang memiliki banyak ruangan. Ditambah, asisten senior Keluarga Armadjati itu tidak dibekali dengan lonceng atau telepon genggam yang membuatnya dapat dihubungi kapan saja.Gadis Kaukasia itu akhirnya menemukan Mbok Surti sedang membereskan debu-debu di atas lemari dan rak Olivia.“Mbok Surti, biarkan saja. Bukannya ada cleaning service yang datang setiap hari?”“Tapi Mbak Olivia bangunnya siang terus. Jadi mereka keburu pulang.”Olivia terkekeh ringan. Ya, tidak salah apa yang dikatakan oleh pesuruh itu. Beginilah nikmatnya menjadi seorang influencer. Bekerja sesuai waktu yang dia tentukan sendiri. Tidak ada kewajiban harus hadir di kantor sebelum jam tertentu.“Papi manggil Mbok. Di ruang kerjanya.”Mbok Surti buru-buru meletakkan kemoceng yang dipegangnya. Wanita tua itu mengelap tangann

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Last Day

    “Ini maksudnya apa, ya?” tanya Leo mengandalkan jawaban dari adik tirinya.“The restaurant that I’ve told you about.”“Tapi Bali?”“Becky yang mengusulkan. Bagus juga, sih. Secara marketing, lebih gampang memasarkannya. Bisa dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan di Jakarta.”Keputusan itu begitu tiba-tiba. Apa yang ada dalam pikiran Dina? Bukankah dia telah menjanjikan kalau utang perempuan itu lunas seluruhnya? Tidak ada lagi yang membebani gadis itu. Dia bebas dari kewajiban membayar utang. Bebas. Leonardo terhenyak. Itu kata kuncinya. Leo tidak berhak marah kalau gadis itu memang mau pergi. Dina adalah perempuan mandiri yang tidak terikat dengan siapapun, termasuk dirinya.“Oh, begitu.” Leonardo memandangi makanan-makanan yang tersaji di hadapannya. Tiga menu terakhir dari enam belas yang menjadi tugas Leo. Awalnya, dia menciptakan tugas itu agar Dina tid

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   All Recipes: Completed

    Dina mondar-mandir di depan kamar Leonardo. Dia ingin memeriksa ayahnya yang dari tadi pagi belum muncul untuk sarapan. Dina tahu semestinya dia mengetuk pintu dan Leo pasti akan mengizinkannya menjemput Ayah. Tapi, hari itu langkahnya berat. Dia tahu penyebabnya adalah karena setelah hari ini, Dina tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu sebebas yang sekarang. Hatinya seperti ditimpa baja seberat seribu ton kalau mengingat-ingat hal itu.Dina masih berkutat dengan pikirannya sendiri sewaktu pintu di hadapannya mendadak terbuka.“Dina?”Dina salah tingkah. “Eh… itu… hmm… Ayah dari tadi belum turun,” katanya.Pagi itu, Leonardo terlihat segar seperti baru habis mandi. Ada aroma sabun yang khas yang dia yakin berasal dari sabun yang mahal harganya. Rambut laki-laki itu masih basah dan bagian depan rambutnya ada yang menjuntai di dahi. Leonardo tampak relaks, berbeda dari biasanya.“Ayah lagi di kamar

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status