Share

BAB 3. Ternoda

"Om Bian..." Tubuh ramping Laura menegang saat tangan Bian melingkari lehernya.

"Laura sayang..." Bisik Bian parau di telinga Laura, desah nafasnya yang hangat dan setengah tersengal itu menghembus semakin kuat di tengkuk Laura. 

Masih dengan perasaan terkejut, Laura membalikkan badannya dan di sambut dengan wajah Bian yang hanya sejengkal dari wajahnya. Sesaat mereka berdua berhadapan saling memandang tak berkedip. 

"Kenapa om Bian memelukku?" Tanya Laura sambil dengan canggung mendorong dada Bian, tetapi lelaki tinggi atletis itu malah melingkarkan tangannya ke pinggang Laura dan menarik tubuh gadis itu semakin merapat ke tubuhnya sendiri. 

"Karena aku menyukaimu, Laura." Bisik Bian, suaranya hampir tak terdengar di telan suara hujan yang semakin menggila, bunyi rinainya menyentuh atap rumah semakin memekakkan telinga. 

Mata Laura membeliak, dia terlihat tegang. 

"Om Bian lepaskan Laura..." Ucapnya dengan sedikit memohon. 

"Kamu cantik sekali, Laura." Bian malah semakin menjadi, degup jantungnya semakin berpacu kencang melihat bagaimana mata Laura menatapnya seperti boneka barbie.

"Om Bian..." Mulut Laura terbuka, bertepatan dengan Bian membungkukkan badannya dan menutup mulut Laura dengan bibirnya sendiri. 

Ciuman itu sedikit tak sabar dan bernafsu, membuat Laura hampir tak bisa bernafas. 

"Ukh."  Laura hanya mendelik, dia seperti di setrum, gadis yang tak pernah merasakan sensasi di cium itu tak berkedip. 

"Laura, Om Bian sayang Laura." Kalimat pamungkas itu berbarengan dengan tangan Bian yang telah di rasuk nafsu itu merayap menyusuri punggung Laura, naik ke atas menuju leher jenjang gadis itu. 

 Laura tak bergerak, hanya menggeliat sedikit, dia tak pernah di sentuh sedemikian rupa, kepolosannya meronta menikmati desir aneh yang berpacu menggerayang di dadanya. 

"Kamu pernah di cium sebelumnya, Laura?" Tanya Bian sambil menelan ludahnya, membasahi kerongkongan yang terasa kering. 

Keinginan itu mendesak kepalanya, sentakan kesepian membuat nafsunya melesak kepermukaan, sisanya mungkin setanlah yang bekerja.

Laura menggeleng, sambil menggigit bibir bawahnya, rasa aneh menjalar ketika Bian melakukannya tadi. 

Tangan Bian menangkup rahang Laura, lalu menarik wajah itu mendekati wajahnya, dia terpesona sekaligus merinding mendengar Laura yang cantik ini tak pernah di cium oleh siapapun kecuali tentunya olah dirinya malam ini. 

Di kecupnya lembut, setiap permukaan bibir basah Laura lalu menyesapnya. Laura tak bergerak, dia tak membalas tetapi tak juga menunjukkan penolakan. Bahkan matanya mulai terpejam sayu, seakan dia larut dalam kehangatan yang menyergap dadanya. 

"Kamu boleh menolaknya jika kamu tidak menyukainya." Bisik Bian. 

Laura tak mengatakan apapun tapi dia menunduk malu. 

"Kenapa?" Tanya Bian dengan nafas tersengal. 

"Aku...aku suka di cium om Bian." Ucapnya dengan pias merah jambu. 

Mendengar kalimat itu, serta merta Bian menarik Laura lebih erat, menciumi bibir Laura dengan tanpa ragu lagi. Semua gejolak gairah menuntunnya, memperdaya seorang gadis polos yang masih awam dalam hal percintaan itu.

Bian terus merangsek, tangannya berkeliaran menyusuri tubuh Laura, menyusup ke sana kemari sementara wajahnya bergerilya pada wajah hingga leher Laura. 

Laki-laki ini, dia sudah menikah dan berpengalaman soal mencumbu, tentu saja menulis di atas kertas polos bukanlah hal yang sulit baginya.

Laura hanya diam, dia memejam matanya kuat-kuat, menikmakti semua sensasi baru yang luar biasa yang kini sedang diperkenalkan oleh Bian, pria yang membuatnya nyaman, percaya dan jatuh cinta dalam beberapa minggu terakhir ini. 

Dan ketika Bian mendorongnya perlahan ke atas tempat tidur, Laura seperti tersihir begitu saja.

"Om Bian..." Laura menahan pergelangan tangan Bram saat matanya yang nyalang tak sabar itu merenggut kancing baju di dadanya dengan tak sabar. 

"Tidak apa-apa, Laura sayang." Desisnya dengan tatapan meminta supaya Laura menyingkirkan tangannya.

"Tapi om, Laura takut..." Laura menyahut dengan suara bergetar. 

"Jangan takut, Laura. Kalau dua orang saling cinta, tidak apa-apa kita melakukannya." Bujuk Bian. 

"Om..." 

"Apakah Laura mencintai Om Bian?" 

Laura tercengang mendengar pertanyaan itu, dia tak tahu jawabannya. 

"Apakah Laura suka memikirkan om Bian kalau sedang sendiri?" Tanya Bian sambil menahan dengusnya, seperti dirinya yang berusaha menahan gejolak gairahnya yang menderu meminta pelampiasan. 

Laura mengangguk ragu-ragu, selama ini dia memang selalu merasa rindu pada Om Bian yang tampan dan ramah itu, senyumnya seperti oase yang membuat Laura bahkan senyum-senyum sendiri. 

"Itu artinya, Laura mencintai om Bian." 

"Oh." Mata Laura berbinar mendengar penjelasan Bian. 

"Om Bian juga suka merindukan Laura, memikirkan Laura." Betapa meyakinkan semua bujukan Bian bahkan kemudian, Laura dengan suka rela membuka kancing bajunya sendiri untuk Bian. 

Seperti singa yang kelaparan, Bian menyesap ke sana tanpa perduli gelinjang geliat Laura yang kewalahan dan kebingungan dalam kenikmatan yang di tawarkan Bian.

Busana yang dikenakan Laura, melorot kesana kemari, acak-acakan berantakan karena jemari liar Bian menyusup dan menariknya, seakan menyingkir di mana ada kain yang menutupi area-area yang ingin di sentuh dan di jamahnya. 

"Om...ukh...om..." Suara Laura yang merintih itu membuat Bian semakin bernafsu, kepalanya dipenuhi semua gairah yang tak lagi bisa dikuasainya. 

Kecupan kuat dan seretan lidahnya yang basah itu membuat Laura yang polos menghiba-hiba, meremas kulitnya, Bian tahu benar area yang membuat perempuan bertekuk tahluk mencandu belaiannya.

Dan di bawah derai hujan itu, Bian merenggut kegadisan Laura. Tidak dengan paksa tetapi tidak jua dengan suka rela, dia memanipulasi semua perasaan gadis lugu itu untuk menumpahkan keinginan dagingnya. 

Pekik kesakitan gadis itu, saat pertama dia menghujam ceruk tersembunyi yang tak pernah terjamah itu, sana sekali tak membuat Bian menghentikan apa yang dilakukannya. 

Suara Laura dari kesakitan hingga mendesah pasrah itu, seperti irama yang mengiringi derai hujan di malam itu. 

Dan sejak hari itu, Bian telah mengurung Laura dalam lingkaran kemaksiatannya. Dia memperkenalkan gadis itu pada panasnya bercinta dan gadis polos itu percaya itu adalah hal yang lumrah di lakukan bagi orang yang saling mencinta.

Laura bahkan kadang tak sungkan meminta, supaya Bian mencumbuinya!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Kasihan... Semangat thoorr
goodnovel comment avatar
ss heni
seru banget novelnyq
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status