Share

Bab 2. Malam Dalam Derai Hujan

"Bukankah om Bian sendiri yang bilang jika seseorang tak berhenti untuk memikirkan orang lain berarti dia mencintainya? Om Bian bilang selalu rindu dengan Laura, tak bisa bernafas jika seharipun tak bertemu dengan Laura. Bukankah Om Bian juga selalu berbisik pada Laura saat Om Bian mencium Laura kalau om Bian mencintai Laura?" Pertanyaan beruntun itu keluar dari bibir Laura hampir tak berhenti, bahkan dia mengucapkannya hampir tak bernafas karena begitu bersemangatnya. 

Bian menutup mulut Laura dengan tangannya, tanpa di sadarinya gerakan itu begitu reflek. 

"Sttt..." Mata lelaki ini mendelik pada Laura.

"Umh." Laura memegang pergelangan tangan Bian dengan erat, bola matanya tak kalah besarnya menatap ke arah Bian. 

Dengan perlahan Bian melepaskan bekapannya dari mulut Laura. 

"Kenapa? Kenapa Om Bian takut sekali? Kita hanya perlu menikah, Laura sudah siap menjadi istri Om Bian."

"Tidak sesederhana itu, Laura. Tidak sesederhana itu." Bian menggelengkan kepalanya sambil mengatur nafasnya lebih tenang.

"Kamu harus mendengarku, Laura." Bian menggengam jemari Laura dengan sikap membujuk.

"Apa? Mendengar apa?"

"Berapa lama kamu tidak haid?" Tanya Bian dengan suara sedikit tertahan.

Laura menatap lekat ke mata Bian dengan bimbang,perlahan tiga jarinya terangkat.

"Tiga bulan." Ucap Laura pendek, mata bulatnya mengerjap seperti boneka mainan. 

Bian menghela nafasnya kuat-kuat, itu berarti Laura mungkin hamil setelah dia menggauli gadis ini di malam itu pertama kali, saat dia memperawaninya tiga setengah bulan yang lalu. 

"Apakah kamu memberitahu orang lain tentang ini?" Tanya Bian dengan hati-hati.

Laura menggeleng kuat-kuat," Aku hanya ingin om Bian ang tahu lebih dulu, surprise untuk Om Bian. Setelah itu aku akan memberitahukan ibu..."

"Tidak! Jangan!!!" Bian menyela dengan tegang. 

"Kita akan menggugurkannya sebelum ada orang yang tahu." Ucap Bian cepat. 

Laura terpana, dia terkejut bukan kepalang mendengar pernyataan Bian. 

"Apa maksud om Bian?" Suara Laura serupa desis, dia duduk dengan punggung lurus, menunjukkan betapa tak percayanya dia dengan kalimat yang di ucapkan laki-laki  di depannya ini, laki-laki yang sangat dipujanya sejak pertama kali dia bertemu.

"Kita...kita tak bisa menikah." Bian menggelengkan kepalanya  sambil memegang kedua tangan Laura yang saling bertaut di atas pangkuannya dengan gemetar.

"Om Bian tidak mencintaiku?" Tanya Laura dengannsuaa bergetar.

"Bukan begitu...Aku benar-benar mencintaimu, Laura."

"Lalu kenapa?"

"Tapi..." Bian berucap dengan ragu.

Mata Laura berbinar menunggu lanjutan kalimat Bian dengan penasaran. 

"Aku...aku sudah menikah..." Lanjutan kalimat yang di ucapkan Bian seketika membuat Laura menjadi kaku, sesaat dia seperti patung, menatap Bian hampir tak bernafas. 

***

Laura gadis muda berusia baru genap 18 tahun itu, sekolahnya terputus karena ayah tirinya meninggal dunia dan ibunya menjadi depresi, dia berhenti sekolah tepat di kelas tiga SMA untuk merawat ibu dan adik tirinya yang masih kecil. Dia dalah gadis ceria dan rajin yang bekerja pada sebuah rumah Laundry. 

Sebenarnya dia gadis baik, meskipun sedikit kurang pergaulan karena hanya sempat mengecap pendidikan sampai tamat bangku SMP saja. 

Ayah kandung Laura, pergi saat Laura masih masih kecil entah kemana. Ibunya menikah lagi ketika dia berusia lima tahun. Tapi ayah tiri Laura meninggal karena penyakit kangker kelenjar yang di deritanya setahun yang lalu.Ibunya sangat mencintai ayah tirinya itu, bahkan saking cintanya sang ibu sampai mengalami depresi berat. Mereka pindah ke rumah petak sederhana dari rumah kontrakan yang lama karena tak sanggup membayar sewanya. 

Ibu Laura, hanya sibuk menghibur dirinya sendiri, selalu pulang mabuk dari bar tempatnya bekerja sebagai cleaning service di situ. Gajinya habis untuk membayar hutang minumannya. Otomatis Laura lah yang mengurus semua kebutuhan hidup mereka termasuk merawat adik tirinya yang masih kecil itu. Adik yang sering dititipnya di tempat tetangga jika dia harus pergi bekerja sementara ibunya belum pulang di subuh buta.

Kisah perkenalannya dengan Bian berawal dari suatu hari, sekitar empat atau lima bulan yang lalu ketika Laura di tugaskan oleh Bosnya untuk mengantarkan stelan jas ke sebuah wisma, karena customer itu katanya akan menggunakannya malam itu juga. 

Laura mengantarkan jas itu, dan saat itulah pertama kali dia bertemu dengan Bian, seorang laki-laki yang menyewa Wisma elite tidak jauh dari rumah laundry tempatnya bekerja, laki-laki bernama Bian Sanjaya, dia tampan, elegan dan matang pada usia 37 tahun.

Bian, yang diketahui Laura laki-laki berdasi yang necis, seperti tampilan seorang pegawai Bank. Laura tak tahu persis pekerjaannya, hanya Bian mengatakan kebetulan sedang bertugas di kota kecil tempat Laura tinggal. 

Laura yang begitu merindukan sosok ayah menemukan kehangatan pada laki-laki dewasa ini, dalam pandangan pertamapun dia merasa telah jatuh hati pada sosok yang di panggilnya dengan Om Bian ini.

Bian sendiri tak bisa menyangkal, kepolosan dan kemolekan Laura yang di balut dalam tampilannya yang sederhana sungguh membuat dirinya tergoda untuk memiliki gadis ini. 

Awalnya Bian hanya sekedar ngobrol ringan, menahan gadis itu sedikit lebih lama saat mengantar pakaiannya dengan secangkir cokelat panas dan biskuit. Dia mendengarkan semua cerita Laura dengan wajah sabar dan kadang sedikit antusias, semua hal itu membuatnya nyaman karena kehadiran Laura membuatnya merasa berbeda. Keceriaan, tingkah polos dan keserhanaannya membuat Bian tak berhenti untuk memikirkan gadis muda ini. 

Setiap dua hari sekali dia meminta layanan Laundry itu untuk mengantarkan pakaiannya sekaligus memberinya kesempatan untuk mengobrol dan bercengkerama dengan Laura sampai akhirnya gadis muda tak berpengalaman ini terjerat pada pesona Bian. 

Dan pada malam itu, saat hujan sedang turun dengan derasnya, Laura yang terjebak di dalam wismanya akhirnya di bimbing oleh Bian untuk melakukan hal yang tak pernah sama sekali di lakukan oleh si polos Laura.

"Laura, apakah kamu bisa melipat sepray untukku? Aku tak pernah rapi melakukannya." Dalih Bian kala itu. 

"Sepray? Tentu saja aku bisa. Dimana?"  Sambut Laura dengan tanpa curiga.

"Di kamarku." Jawab Bian sambil menelan ludahnya, degup jantungnya berpacu dengan bunyi derai hujan yang menyentuh atap rumah. 

Laura mengiyakan dan mengikuti langkah Bian menuju kamar laki-laki itu. 

Dan ketika Laura asyik mengoceh sambil melipat sepray yang tampak tertumpuk di atas tempat tidur seakan habis di acak-acak itu. 

Bian memeluk Laura dari belakang punggung gadis itu, dengan gerakan lamban dan hembusan nafas yang setengah tersengal. 

"Laura sayang..." Bisiknya parau di telinga Laura. Deru nafasnya yang hangat berhembus di tengkuk gadis itu, membuat Laura merinding seketika. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rez
polos sekali Laura ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status