LOGINBAB 3 PULANG KE YORKSHIRE
Musim semi selalu berhasil membangkitkan Yorkshire dari tidur panjang musim dingin dengan cara yang megah dan memukau. Langit membentang bersih, jernih seperti kaca safir. Awan-awan putih menggantung ringan seperti bulu domba. Ladang-ladang membentang luas bak permadani hijau, dibingkai oleh tembok batu kering yang sudah berdiri sejak berabad-abad lalu. Bunga bluebell dan primrose bermekaran liar di sepanjang jalan menuju tanah kelurga Loghan. Semburat warna ungu dan kuning yang kontras dengan hijau rumput, menghampar seperti permadani raksasa di bawah naungan langit. Di kejauhan, lembah-lembah terbuka dilintasi aliran sungai kecil berkelok yang jernih memantulkan kilau mentari. Domba-domba putih tersebar seperti kapas hidup di padang hijau, melenguh tenang, tak terusik waktu. Langit, tanah, dan udara berpadu menjadi satu harmoni yang menenangkan, nyaris seperti lukisan pastoral yang tak pernah pudar. Mobil hitam melaju mulus membelah satu- satunya jalanan aspal yang semakin menyempit. Aron Loghan menatap ke luar dari balik jendela kaca mobil mewahnya. Duduk diam dan tegak, seolah enggan bersentuhan dengan apa pun di luar jendela. Jas hitamnya rapi, sepatu mengilat anti ternoda debu, dan tatapan matanya tajam, melesat jauh, seperti sedang mencari sesuatu yang tidak ingin ia temukan. Mata Aron sedang diam-diam menyimak detail lanskap yang dulu begitu dikenalnya, perbukitan hijau, domba liar, rumah-rumah penduduk berdinding batu dengan atap rendah yang terlihat seperti bagian dari tanah tua itu sendiri. Di kejauhan, kastil keluarga Loghan berdiri megah sebagai satu-satunya bangunan paling memukau di tengah tanah luas tanpa pengusik, batu-batunya tampak lebih kelam dari ingatan Aron. Musim semi di Yorkshire memang tidak pernah kehilangan pesonanya. Di masa kecilnya, Aron pernah memuja tanah itu seperti seorang anak memuja negeri dongeng bagi para kesatria berkuda. Sekarang Aron menarik napas dalam-dalam, bukan untuk menikmati udara segar pedesaan, melainkan untuk meredam sesuatu yang menggeliat di dadanya. Aron memalingkan wajah dari jendela, mencoba menahan denyut emosi yang tiba-tiba datang menyerbu bagai badai musim dingin. Tidak ada senyum, wajahnya kaku, beku seperti serpihan es tajam. Rahang kerasnya sempat kembali berdenyut ketika teringat permintaan ibunya. Ibu Aron meminta putranya untuk pulang. Ia tak bisa menolak, bukan karena rindu sentimentil pada tanah kelahiran, tapi karena tanggung jawab yang tak bisa dihindari. Sebagai putra tertua keluarga Loghan, tanah ini, kastil ini, dan semua warisan leluhur adalah miliknya. Tapi bagi Aron Loghan warisan itu terasa seperti beban berduri, bukan kehormatan. Pikiran Aron kembali pada ucapan ibunya beberapa minggu lalu, melalui sambungan telepon dari seberang dunia. "Anak-anakku yang lain memilih dunia masing-masing. Tapi kau, Aron... kau tetap Loghan. Kau yang harus kembali. Aku sakit memikirkanmu." ******* Mobil melambat saat mendekati gerbang berukir besi tempa kokoh dengan lambang keluarga Loghan. Gerbang besi setinggi tiga meter itu terbuka perlahan, menyambut sang pewaris yang enggan pulang. Dedaunan muda berwarna hijau terang bergetar lembut di ranting-ranting pohon ek tua yang mengawal jalan menuju pintu gerbang halaman keluarga Loghan. Halaman yang sangat luas, teduh tapi benderang. Kemegahan kastil keluarga Loghan yang masih sangat terawat tidak pernah kehilangan pamor pesonanya sebagai simbol kejayaan keluarga bangsawan kaya raya. Begitu melangkah keluar dari pintu mobil, telinga Aron langsung menangkap suara riuh. Kicauan burung robin dan skylark bergurau riang menyambut musim baru seakan-akan menyambut kehidupan yang juga baru kembali. ***** Langit Yorkshire siang itu seperti kanvas biru pucat yang dicat pelukis musim semi dengan lembut. Geby tersenyum hangat melihat kedatangan putranya dengan hati berdebar antusias. "Lihat, akhirnya putramu pulang." Geby bicara pada suaminya. "Jalankan saja misimu, aku tidak mau ikut campur!" Jeremy Loghan tidak pernah berubah. Sampai uban mulai tumbuh di kepalanya, sifat Jeremy tetap paling ketus dan dingin. Beruntung Jeremy punya istri yang sangat cekatan untuk menimpali segala ego negatifnya. "Aku hanya ingin Aron segera memilih istri dan memberimu cucu laki-laki sebagai pewaris nama panjangmu!"BAB 7 TIDAK MUDAH DITEBAK Ruang makan keluarga Loghan tidak hanya megah, tapi juga hangat. Lilin-lilin tinggi menyala di atas meja kayu ek tua, memantulkan cahaya ke perabot makan perak antik dan kristal mahal yang tersusun rapi di sekeliling meja panjang. Aroma panggangan domba rosemary bercampur dengan kayu manis dari pai apel buatan dapur keluarga, menyatu seperti nostalgia masa kecil yang nyaman.Geby duduk di ujung meja, mengenakan gaun hitam sederhana tapi elegan. Wajahnya terlihat lebih muda malam ini. Bahagia. Pandangannya bolak-balik antara Aron dan Chatrine, lalu sesekali bertemu dengan mata Jeremy yang ikut menyimak pasangan muda di hadapan mereka.Malam ini Aron Loghan nampak berbeda. Ia tidak membisu seperti biasanya. Ia tidak menghilang setelah makan suap pertama. Bahkan, ia beberapa kali menoleh ke arah Chatrine. Memberi komentar ringan. Bahkan hampir tersenyum.“Jadi, apa kau tidak keberatan ikut tinggal di sini selama beberapa hari?” tanya Aron, suaranya tenang namun
BAB 6 DENDAM BERKOBAR Gerimis terus turun perlahan saat Range Rover melaju menyusuri jalanan sempit Yorkshire yang sepi. Di kursi kemudi, Aron terdiam. Sorot matanya kosong menatap jalan, namun pikirannya tak berada di sana.Kilatan wajah itu... mata kelabu dan rambut gelap yang begitu ia kenal kembali membakar lapisan ingatan yang telah berusaha Aron kubur bertahun-tahun.Eva.Nama itu menghantam dadanya lebih keras daripada suara hujan di atap mobil.*****Dua puluh tiga tahun lalu – Yorkshire, InggrisAron Loghan masih remaja, tapi bahkan pada usia 15 tahun, dia sudah dibesarkan dengan disiplin keras dan ekspektasi tinggi.Sebagai calon pewaris keluarga Loghan, Aron harus mendapat segalanya yang terbaik termasuk pendidikan. Namun pada usia itu, dia justru memberontak. Aron meminta untuk bersekolah di sekolah lokal. Sebuah institusi yang sebenarnya dimiliki oleh yayasan keluarganya sendiri.Aron tidak ingin fasilitas khusus. Tidak ingin kendaraan mewah. Tidak ingin pengasuh, pengaw
BAB 5 MEMBENCI SEJARAH Yorkshire .... Di sudut utara Inggris, tersembunyi sebuah lembah perbukitan tua yang setia memeluk keindahan abadi dari atmosfer berabad-abad silam. Nama Yorkshire terdengar melankolis seperti tajuk dari puisi sejarah, menggambarkan keindahan masa lampau dalam kanvas alam yang memukau tak tersentuh waktu. Membentang dari Yorkshire Dales yang berbukit lembut dengan domba-domba. Hingga North York Moors yang menyambut bersama hamparan semak ungu dan padang liar dramatis, tempat kabut pagi menari di atas bebatuan purba. Yorkshire bukan sekadar tempat. Ia adalah perasaan tenang, megah, dan dalam diamnya, menyimpan banyak cerita sejarah. Tanah tua yang menjadi saksi dari banyak penaklukan. Waktu berlalu, dan sejarah membentuk karakter Yorkshire. Setiap wilayah membawa warna dan nadanya sendiri, namun tetap berpadu dalam harmoni khas Inggris lama. Di desa-desa kecil, kehidupan tetap berjalan pelan, setia pada ritme alam dan musim seperti jendela ke masa lalu. Buru
BAB 4 RENCANA GEBYGeby menyambut putranya di ambang pintu. Ia tidak berlari memeluk, tidak menangis dramatik, cukup berdiri anggun dengan senyum tenang yang hanya bisa dilakukan oleh wanita sekuat dan seanggun dia.“Kau pulang,” ucapnya lembut, seolah nada itu menyimpan sepuluh tahun penantian.“Karena kau yang minta,” jawab Aron singkat. Suaranya datar. Dingin seperti angin Yorkshire yang menerpa dari balik jendela kaca besar.“Kau tidak perlu menunggu aku sakit untuk kembali ke rumahmu sendiri.”Aron memandangi ibunya, cukup lama untuk menyadari bahwa tak ada tanda-tanda sakit serius. Tidak ada wajah yang mengerut lebih dalam. Tidak ada kantung mata letih atau tubuh yang melemah. Geby tetap sama, cantik, kuat, dan berbahaya dalam kecerdasannya."Kau terlihat lebih sehat daripada suara di telepon.” ucap Aron, nada suaranya datar.Geby menatap tajam. “Karena aku tidak pernah benar-benar sakit, Aron.”Aron mendengus kecil, ekspresi di wajahnya nyaris tidak berubah. “Jadi ini semua han
BAB 3 PULANG KE YORKSHIRE Musim semi selalu berhasil membangkitkan Yorkshire dari tidur panjang musim dingin dengan cara yang megah dan memukau. Langit membentang bersih, jernih seperti kaca safir. Awan-awan putih menggantung ringan seperti bulu domba. Ladang-ladang membentang luas bak permadani hijau, dibingkai oleh tembok batu kering yang sudah berdiri sejak berabad-abad lalu. Bunga bluebell dan primrose bermekaran liar di sepanjang jalan menuju tanah kelurga Loghan. Semburat warna ungu dan kuning yang kontras dengan hijau rumput, menghampar seperti permadani raksasa di bawah naungan langit. Di kejauhan, lembah-lembah terbuka dilintasi aliran sungai kecil berkelok yang jernih memantulkan kilau mentari. Domba-domba putih tersebar seperti kapas hidup di padang hijau, melenguh tenang, tak terusik waktu. Langit, tanah, dan udara berpadu menjadi satu harmoni yang menenangkan, nyaris seperti lukisan pastoral yang tak pernah pudar. Mobil hitam melaju mulus membelah satu- satunya jal
BAN 2 GEBYProses seleksi berjalan intens. Chatrine duduk tegak di ruang rapat pribadi lantai 85, di hadapannya deretan wanita berpenampilan mengesankan. Semuanya cantik, cerdas, dan memiliki latar pendidikan mengesankan. Beberapa berasal dari keluarga diplomat, lainnya doktor muda dari universitas Ivy League. Kriteria yang Aron tetapkan dijaga ketat.* Tidak boleh terlalu muda.* Tidak boleh terlalu ambisius.* Tidak boleh terlalu haus sorotan.Namun, semakin banyak yang duduk di hadapannya, semakin hampa perasaan Chatrine.Tak satu pun dari mereka yang cukup memenuhi kriteria.Chatrine sedang memeriksa berkas salah satu kandidat saat pintu lift pribadi berbunyi. Seorang wanita elegan muncul, berjalan anggun dengan aura yang langsung menyita perhatian seluruh ruangan.Gabriela Loghan.Rambut gelapnya disanggul rapi, matanya kelabu tajam penuh wibawa. Meski usianya sudah mendekati enam puluh, Geby tetap terlihat menawan dengan mantel krem panjang dan syal sutra halus di leher. Geby t







