Share

BAN 2 GEBY

Author: Jemyadam
last update Huling Na-update: 2025-10-22 19:50:43

BAN 2 GEBY

Proses seleksi berjalan intens. Chatrine duduk tegak di ruang rapat pribadi  lantai 85, di hadapannya deretan wanita berpenampilan mengesankan. Semuanya cantik, cerdas, dan memiliki latar pendidikan mengesankan. Beberapa berasal dari keluarga diplomat, lainnya doktor muda dari universitas Ivy League. Kriteria yang Aron tetapkan dijaga ketat.

* Tidak boleh terlalu muda.

* Tidak boleh terlalu ambisius.

* Tidak boleh terlalu haus sorotan.

Namun, semakin banyak yang duduk di hadapannya, semakin hampa perasaan Chatrine.

Tak satu pun dari mereka yang cukup memenuhi kriteria.

Chatrine sedang memeriksa berkas salah satu kandidat saat pintu lift pribadi berbunyi. Seorang wanita elegan muncul, berjalan anggun dengan aura yang langsung menyita perhatian seluruh ruangan.

Gabriela Loghan.

Rambut gelapnya disanggul rapi, matanya kelabu tajam penuh wibawa. Meski usianya sudah mendekati enam puluh, Geby tetap terlihat menawan dengan mantel krem panjang dan syal sutra halus di leher. Geby tidak perlu membuat janji apa pun utuk bertemu putranya.

“Chatrine?” sapa Geby pada sekretaris Aron.

Chatrine berdiri refleks. “Mrs. Loghan, sungguh kejutan melihat Anda hari ini.”

“Aku baru saja melewati Madison Avenue dan teringat belum pernah melihat kantor baru Aron. Jadi kupikir, mengapa tidak mampir?” Senyum tipis Geby mengambang, menunjukkan kesan ibu yang lembut dan hangat.

"Mr. Loghan sedang dalam pertemuan di luar." Chaterine memberitahu, kemudian melirik arloji di lengannya. "Setengah jam lagi baru kembali."

"Aku akan menunggu!"

Geby lanjut melirik ke sekeliling ruangan, melihat ada hampir dua puluh wanita muda cantik sedang duduk berbaris dalam antrian.

“Sepetinya ini bukan suasana biasa. Kau sedang merekrut karyawan baru?”

Chatrine terdiam sesaat. Dia tahu  tidak akan bisa berbohong kepada wanita cerdas setajam Geby.

“Ya, semacam itu.” Chaterine menarik napas. “Ini permintaan mendadak dari Mr. Loghan.”

Geby menaikkan alis. “Permintaan seperti apa?”

Chatrine ragu sejenak, lalu memutuskan untuk menjawab dengan jujur. “Mr. Loghan meminta saya mencari wanita untuk menjadi ibu pengganti bagi ahli warisnya.”

Hening.

Tatapan Geby tak berubah, namun tubuhnya membeku.

“Ibu pengganti?” ulang Geby dalam pertanyaan menggantung.

Chatrine mengangguk, penuh kehati-hatian. “Tanpa pernikahan. Hanya kontrak. Syarat utamanya wanita itu harus bersedia mengandung anak laki-laki, dan melepas hak penuh setelahnya.”

Sejenak Geby tak mampu berkata apa pun. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar. Kemudian tanpa sepatah kata, Geby membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar begitu saja. Tidak sempat bertemu Aron. Tidak sempat menoleh kembali.

Tidak sampai satu jam kemudian, sebuah mobil klasik berwarna navy berhenti di depan rumah tua bergaya Victoria di Upper East Side. Geby masuk tanpa melepas mantel.

Di ruang baca, Jeremy Loghan tengah duduk di kursi favoritnya, membaca dengan secangkir kopi seperti setiap pagi. Tanpa menurunkan kacamata, ia bertanya datar, “Ada apa? Kau tampak seperti hendak menggugat dunia.”

Geby menutup pintu ruang baca dengan gerakan pelan namun penuh tekanan.

“Jeremy. Putra kita Aron, berencana memiliki anak lewat ibu pengganti,” Geby bicara tegas, nyaris gemetar. “Tanpa menikah. Tanpa membentuk keluarga. Hanya dengan bayi tabung.”

Jeremy menurunkan gagang kacamata. Tapi pandangannya tetap netral.

“Begitu?”

“Begitu? Itu saja yang kau katakan?” Geby nyaris tidak percaya dengan ucapan suaminya yang terlampau santai.

“Apa lagi yang perlu dikatakan? Dia lelaki dewasa.”

“Tidak, Jeremy. Ini bukan sekadar keputusan pribadi.” Geby mulai berjalan mondar-mandir. “Aron tidak pernah terlihat dekat dengan satu pun wanita. Tidak pernah membicarakan cinta, hubungan, apalagi pernikahan. Dan sekarang dia memutuskan untuk membeli rahim wanita asing demi seorang pewaris?”

Jeremy menyesap kopi panasnya. “Setidaknya dia tidak menikahi bintang realitas TV.”

“Jeremy, aku serius. Bagaimana jika putramu tidak tertarik pada wanita cantik?"

Jeremy menghela napas malas. “Itu tidak mungkin."

"Aron sudah tiga puluh delapan tahun,  ini sudah sangat tidak sehat!"

"Kau berpikir terlalu jauh. Aron hanya terlalu sibuk.”

Geby berhenti, menatap suaminya tajam. “Tepat. Aron terlalu sibuk. Terlalu dingin. Terlalu logis. Itu sebabnya dia harus kembali ke Yorkshire!”

Jeremy tertawa pendek. “Kau tahu dia tidak akan betah. Dia benci kampung terpencil. Bahkan suara burung di halaman belakang membuatnya gelisah ingin kabur.”

“Aku tidak akan meminta Aron untuk menetap. Hanya tinggal untuk berlibur.”

"Dia akan pilih berlibur ke Monaco." Jeremy terus mematahkan semangat Geby.

"Aron perlu rumah, perlu keluarga yang bisa dia lihat sebagai contoh nyata kehidupan!" Geby berkacak pinggang.

“Oke, bagaimana kau akan membujuknya?”

Geby menghela napas. “Aku akan berpura-pura sakit.”

Jeremy menatap istrinya beberapa detik. “Itu cara rendahan.”

“Ya. Tapi efektif. Aku ibunya. Jika aku sakit, dia pasti pulang.”

Jeremy kembali memakai kacamatanya. “Semoga kau berhasil.”

Geby memutar bola mata. “Kau tidak akan membantuku sedikit pun?”

Jeremy lanjut menyibak halaman bukunya tanpa menoleh. “Aku sudah selesai ikut campur sejak dia mengambil alih perusahaan dari tanganku tanpa berkedip. Dia pria dewasa, Geby. Dan kadang, satu-satunya pelajaran yang bisa membuat pria berubah adalah ketika mereka dihadapkan pada pilihan yang tidak bisa mereka kendalikan.”

Geby berdiri lebih tegap.

“Justru itu. Aku akan menciptakan pilihan untuk putramu.”

Jeremy tidak menjawab. Ia hanya menyesap kopinya yang mulai hambar. Geby melangkah keluar ruangan dengan satu keputusan bulat.

'Aron harus pulang ke Yorkshire!'

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (7)
goodnovel comment avatar
Anugrah
bukannya anak gaby kembar perempuan ya....
goodnovel comment avatar
Runituendahsuryani Tau
kak jemy yg baik,tolong lanjutin me and prince di GN
goodnovel comment avatar
heni nuneo
jadi inget masa lampau
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 72 BIMBANG DAN LELAH

    BAB 72 BIMBANG DAN LELAHBegitu pintu lift lobi hotel terbuka dengan suara desis lembut. Chatrine sudah berdiri menunggu di ujung lobi.Wanita itu tampak rapi, profesional, dengan mantel abu-abu pas di badan dan sepatu hak tinggi hitam mengilat. Rambut pirangnya disanggul rapi, bibirnya mengulas senyum tenang yang sudah terlalu terbiasa dengan krisis pagi bagi lelaki berbahaya.Wajah tajam Aron Loghan masih seperti biasa, tapi kali ini terlihat lebih lelah. Rambutnya sedikit kusut, matanya sembab namun tetap menyimpan sorot dingin yang tak pernah bisa ditebak.Tanpa banyak bicara, Chatrine langsung menghampiri bosnya dengan cekatan. Wanita cantik itu menyodorkan jaket kulit hitam dan sebuah kacamata hitam dari Dior yang dia keluarkan dari dalam tas tangan.“Terlalu banyak cahaya di luar untuk kepala yang sedang berdenyut.”Nada bicaranya halus, namun padat. Suara sekretaris pribadi yang sudah terlatih mengendalikan semua kekacauan pria sekelas Aron Loghan.Aron menerima jaket dan kaca

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 71 KECEMASAN EVANA

    BAB 71 KECEMASAN EVANAMalam terasa beku menikam ke dada Eva dalam kecemasan. Aron belum pulang hingga lewat tengah malam. Ponselnya sama sekali tidak bisa dihubungi.Eva masih duduk menunggu di ujung sofa ruang tengah, tubuhnya diselimuti cardigan tipis, rambutnya digulung acak sembarangan, dan matanya terus menatap pintu lift yang belum juga terbuka.“Aku akan terus menunggu sampai kau pulang…”Suara Eva hampir tak terdengar. Jemarinya mencengkeram gelas berisi air mineral yang sejak tadi sudah kosong. Ponsel di genggaman tangannya menunjukkan pukul 01.37 dini hari. Tidak ada pesan. Tidak ada panggilan masuk. Tidak ada kabar.Eva mulai tidak bisa membedakan ini cemas… atau mulai ketakutan. Dengan ragu, dia akhirnya menelpon Chatrine.Nada sambung cukup lama. Tapi akhirnya suara lembut Chatrine menjawab di seberang sambungan telefon.Eva menahan napas. Suaranya nyaris pecah."Aron belum pulang. Semua komunikasinya mati. Kau tahu ke mana dia pergi?"Hening sejenak dari seberang."Aku

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 70 SEMUA KACAU

    BAB 70 SEMUA KACAUEvankan mengejar punggung Chatrine di tengah keramaian pejalan kaki di sepanjang trotoar. Begitu Evankan sudah cukup dekat, tiba-tiba sosok Chatrine justru menghilang.“Sh*t,” bisik Evanka pelan.Dadanya masih bergemuruh naik turun, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, menelusuri setiap wajah yang lalu lalang. Tapi Chatrine sudah benar-benar lenyap.Beruntung Chatrine sudah masuk ke dalam mobil."Ayo, aku ingin buru-buru pulang!" Evana sudah duduk menunggu di dalam mobil selama Chatrine menyelesaikan pembayaran."Kita bisa langsung pulang, atau pergi ke salon untuk mewarnai rambut." Chatrine memberi pilihan alternatif."Kau serius, aku di ijinkan untuk mengecat rambut?" Eva nyaris tidak percaya karena mengingat kemurkaan Aron tempo hari.Chatrine mengangguk. "Warna merah pun juga boleh."Mustahil Chatrine berbohong."Oke, kita pergi ke salon!"Mobil hitam berlogo Denton Global melesat dari tepi trotoar sebelum Evanka Collins sempat menyadari keberadaan adiknya.Deng

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 69 WANITA YANG CEMBURU

    BAB 69 WANITA YANG CEMBURU Ketika dua orang saling bertikai dengan keras kepala, maka ingat baik-baik satu prinsip dasar ini. 'Tidak ada yang sepenuhnya salah, dan tidak ada yang sepenuhnya benar. Tiap individu bisa membuat porsi kesalahannya masing-masing.' Saat itu usia Evankan baru tiga belas tahun, dua tahun lebih muda daripada Aron. Wajarnya memang dia yang ketakutan ketika seorang pemuda yang lebih dewasa memiliki hasrat yang begitu besar terhadap tubuhnya. Tapi Evankan juga telah melampaui batas dengan tindakan bully yang sangat jahat di usia mereka yang sama-sama remaja. "Tunjukkan wanitamu padaku!" Evanka Collins balas menantang Aron Loghan. Kemudian langsung berpaling angkuh untuk melangkah pergi. Beberapa menit setelah langkah anggun Evanka Collins menghilang di balik pintu, Aron Loghan masih berdiri membatu. Sorot matanya kosong menatap jendela, seperti ingin menghancurkan bayangan masa lalu yang telah menyerbu tanpa peringatan. Pertemuan tidak terduga dengan

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 68 EVANKA COLLINS VS ARON LOGHAN

    BAB 68 EVANKA COLLINS VS ARON LOGHANEvanka berdiri di depan jendela kaca yang luas, memandangi siluet gedung-gedung New York di bawah langit cerah. Hari yang cerah, pertemuan yang mengejutkan beserta memori yang kembali tergali."Kau masih mencintaiku, Aron?"Sepertinya Evankan juga terkejut dengan pikiran itu.Aron Loghan tidak bergerak, tapi sorot matanya menusuk. Tatapan yang menyimpan ribuan alarm bahaya. Wanita itu benar-benar bisa kembali menghancurkan hidupnya.Evanka kembali menyentuh kaca yang masih sejuk diterpa sinar matahari pagi. Suaranya lembut, namun tegas menyisip tajam.“Aku tidak menyangka... ternyata kau juga yang membeli rumah ibuku.”Aron bangkit berdiri angkuh di balik meja panjang, jemarinya menggenggam tepiannya dengan kendali sempurna. Aron Loghan menjaga nada suaranya tetap tenang.“Itu hanya aset."Evankan tidak boleh tahu jika dia telah membeli rumah itu untuk menjebak adiknya."Properti dengan nilai tinggi di wilayah yang strategis.”Evanka menoleh perlah

  • DENDAM CINTA MASA LALU    BAB 67 KEMBALI

    BAB 67 KEMBALILangit New York sore itu bergerak agak kelabu. Hujan gerimis turun ringan, memantulkan cahaya lampu kota di permukaan jalanan basah. Aron dan Eva kembali ke kota melanjutkan malam dalam pelukan hangat tanpa jeda bercinta.Pagi bangkit dengan energi mentari baru yang segar, sisa-sisa gairah dari akhir pekan panjang bersama di Hampton masih melekat di kulit dan pikiran mereka masing-masing. Aron mengecup kening Eva yang tertidur di pelukannya hingga pagi. Aroma rambut Eva yang sedang bergairah terus menempel di hidung Aron. Rasanya ingin terus dia hirup."Hmm..." Eva melenguh terbangun karena ciuman panas di kulit leher.“Kau mau pergi?” Eva bertanya dengan suara serak malas.Sebenarnya Eva juga terkejut melihat Aron Loghan sudah sangat rapi, segar dan sedang mendesakkan ciuman yang sangat panas.“Hanya sebentar. Aku harus menyelesaikan pertemuan yang kemarin tertunda.”Eva hanya mengangguk pelan, separuh kesadarannya masih melayang."Kau boleh keluar, Chatrine bisa mene

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status