Home / Romansa / DENDAM LUKA LAMA / 177. Berikan Waktu 2

Share

177. Berikan Waktu 2

last update Last Updated: 2025-09-17 14:28:43

Erlangga mematung sejenak. Memikirkan betapa lucu kisah hidupnya. Lalu ia meraih ponsel di nakas, mencari nomor papa mertuanya. Vania memperhatikan dengan cemas.

"Aktifkan loud speaker, Mas," pinta Vania. Erlangga ragu, karena khawatir. Namun tetap menuruti permintaan sang istri.

"Hallo, Er. Assalamu'alaikum," suara serak Pak Setya terdengar.

"Wa'alaikumsalam. Bapak lagi di mana?"

"Di rumah. Vania bagaimana?"

"Vania tadi menelepon Ibu. Tapi nomernya tidak aktif. Ibu di mana, Pak?"

Tidak langsung dijawab. Terdengar embusan napas berat di seberang sana. Vania yang berada di depan sang suami, semakin gemetar dan cemas.

"Maghrib tadi Ibu keluar. Ibu butuh waktu untuk menenangkan diri. Bilang sama Vania, nggak perlu mencemaskan keadaan kami. Permasalahan ini pasti akan selesai dengan baik-baik. Sampaikan ke Vania, papanya akan menepati janji untuk mempertahankan mamanya. Bagaimanapun caranya."

"Kira-kira Ibu pergi ke mana?"

"Nggak jauh dari sini. Dua atau tiga hari, pasti sudah pulang ke r
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
itu gak seberapa buat km Setya sakitnya..lebih sakit istrimu yg km bohongi.. Anjas km diomongin trs itu Lo..munculah
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
sakit y pak Setya.. anggap aja itu hukuman buatmu..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DENDAM LUKA LAMA   220. Menanti Janji 3

    Kereta melaju kencang melintas beberapa kota. Sawah, rumah-rumah, dan pepohonan berganti cepat di balik kaca. Ia mengalihkan pandangan, menenggelamkan diri pada pemandangan senja. Jogjakarta baginya bukan sekadar kota asing. Dia sering datang ke sana mengunjungi neneknya.Kali ini ia kembali ke sana, siapa tahu di kota itu ia bisa menemukan jawaban atas dilema dalam hatinya.Tepat jam delapan malam, kereta akhirnya berhenti di Stasiun Tugu. Hiruk-pikuk penumpang yang turun bercampur aroma khas stasiun, bau besi, keringat, dan jajanan kaki lima langsung menyambut. Cici menenteng ranselnya, berjalan keluar bersama arus orang banyak.Udara malam Jogja menyapa dengan hangat. Lampu jalanan berkelip. Namun, baru beberapa langkah keluar stasiun, keributan kecil menarik perhatiannya. Seorang ibu-ibu jatuh dari motor, menabrak pembatas trotoar. Orang-orang berkerumun tapi hanya memandang tanpa berani menyentuh.Cici spontan berlari mendekat.Wanita itu tidak sadarkan diri. Dengan cepat ia memp

  • DENDAM LUKA LAMA   219. Menanti Janji 2

    "Dok, kenapa keliatan suntuk seharian ini?" tanya seorang perawat yang sangat akrab dengannya. Bahkan mereka memang sudah dekat semenjak Cici masih koas di Harapan Sentosa.Cici tersenyum hambar. "Nggak apa-apa.""Jangan bohong. Biasanya kamu cerewet. Pasti ada yang dipikirin.""Kita ke kafe depan sana, yuk. Minum dulu sebelum pulang.""Yuk," jawab perawat bernama Dinda itu.Mereka menyeberang jalan. Kemudian memesan sandwich dan dua gelas jus melon. "Ada apa tiba-tiba dokter pulang kemarin sore?" tanya Dinda."Jangan panggil dokter. Biasa aja kalau di luar.""Oke. Ada masalah apa yang membuatmu murung begitu?""Ada pria yang ingin melamarku, Din.""Dokter Raka?" Dinda memang tahu kedekatan tak biasa antara Cici dan dokter itu.Cici menggeleng. "Bukan. Orang lain, Din.""Lalu ....""Entahlah." Cici diam sejenak, lalu kembali bicara. Kali ini agak lirih dan memandang lurus ke temannya. "Din, menurutmu wajar nggak kalau cewek duluan nanyain kejelasan hubungan?""Ya, wajar aja. Zaman se

  • DENDAM LUKA LAMA   218. Menanti Janji 1

    DENDAM- Menanti JanjiHujan turun rintik-rintik di luar jendela kamar. Hawa dingin menambah sendu suasana. Cici duduk di atas tempat tidur, tangannya meremas bantal yang dipeluknya. Ada kegelisahan yang membuat dadanya terasa sesak.Kata-kata papanya tadi sore masih menggema jelas di kepala. "Ada seseorang yang berniat serius melamarmu untuk putranya, Ci. Papa harap kamu mempertimbangkannya."Seolah-olah suara papa dan mamanya masih terngiang di telinga."Apalagi yang kamu tunggu. Usiamu hampir 30 tahun. Kamu nggak punya pacar kan, Ci? Apa salahnya mempertimbangkan lamaran ini. Dia dari keluarga baik-baik. Juga sudah memiliki pekerjaan mapan." Mamanya tadi juga ikut bicara.Cici menghela napas panjang. Matanya sayu, ada dilema dalam dada. Seharusnya ia merasa bahagia, setiap gadis pasti ingin dilamar dengan serius, bukan? Tapi kenapa dadanya justru terasa berat?Karena dokter Raka. Apa dia akan memberitahu pada orang tuanya kalau sedang menunggu dokter itu, sedangkan mereka tidak ada

  • DENDAM LUKA LAMA   217. Harapan Baru 3

    "Nggak ada apa-apa. Tadi IUD-ku terlepas waktu aku ke kamar mandi, makanya mau kupasang lagi.""Jangan!" sahut Erlangga spontan.Dahi Vania mengernyit mendengar ucapan suaminya. "Kenapa, Mas? Kita belum berencana nambah anak, kan?""Bagaimana kalau iya. Arga sebentar lagi umur dua tahun. Tapi Mas tetap nunggu kesiapanmu saja."Vania tampak berpikir sejenak. Apa Arga tidak terlalu kecil untuk menjadi kakak? "Mas, kasih aku waktu untuk memikirkannya dulu.""Oke, Sayang.""Ya udah, kalau gitu aku mau makan dulu. Mas, sudah makan siang apa belum?""Belum. Masih nungguin Rendy nyelesain laporan.""Baiklah. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."🖤LS🖤"Mas, tadi Mama Endah nelepon. Bulan depan ngajak kita staycation. Beliau ngasih tahu jauh-jauh hari supaya kita bisa ngatur jadwal." Vania bicara sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya."Staycation ke mana?""Ke Batu saja katanya. Yang penting bisa bersama-sama.""Kalau Mas kapan pun bisa. Kamu bagaimana?"Vania mengangguk. "Aku bisa.

  • DENDAM LUKA LAMA   216. Harapan Baru 2

    Spontan Arga memandang ke arah papanya. Jelas dia tahu sekali kalau sang papa yang rajin membelikan mainan. Sampai berkeranjang-keranjang di pojok ruang bermain. Suasana di kamar mulai berubah. Kedatangan si kecil Arga membawa suasana menjadi ceria. Kebahagiaan mulai bangkit. Celoteh Arga menciptakan kamar itu begitu semarak.🖤LS🖤Sorenya, Erlangga mengizinkan Vania pergi sendirian untuk bertemu Cici di sebuah kafe. Waktu keluar rumah, Arga tidak rewel ingin ikut. Ia malah melambaikan tangan pada mamanya. Sudah terbiasa ditinggal kerja, jadi si bayi tak banyak drama. Kecuali papanya yang keluar. Bocah itu akan nangis kejer kalau belum digendong atau diajak keliling komplek perumahan sambil naik motor. Saat Vania dan Cici duduk di sudut kafe, gerimis turun di luar sana."Ada perkembangan hubunganmu dan Mas Dokter?"Cici menyesap jus melonnya sebelum menjawab. "Masih seperti dulu.""Kamu akan menunggunya sampai selesai PPDS."Cici mengangguk. "Ya. Dia memintaku begitu.""Orang tuam

  • DENDAM LUKA LAMA   215. Harapan Baru 1

    DENDAM- Harapan BaruUdara Blitar pagi itu begitu lembab, menyisakan aroma tanah basah setelah hujan semalam. Dari jendela kamar rumah sakit, cahaya matahari menyelinap, membias ke wajah seorang pria paruh baya yang terbaring di ranjang. Tubuh Pak Setya tampak ringkih, tulangnya menonjol, kulitnya masih agak pucat seakan segala daya telah terkuras.Di kursi samping ranjang, Vania menunduk. Kedua tangannya menggenggam erat jemari papanya yang dingin. "Pa," suara Vania bergetar dan lirih.Pak Setya membuka mata, menatapnya dengan sorot bahagia. Anak kesayangannya sudah sampai."Van, kapan kamu sampai?" suara Pak Setya serak, tapi ada secercah bahagia di tatapan matanya."Tadi malam jam sembilan aku sampai rumah, Pa. Aku mau langsung ke sini, kata Mama lebih baik datang pagi saja.""Kamu sendirian?""Nggak, Pa. Sama Mas Erlangga dan Arga.""Mana Arga?" Pak Setya menoleh untuk mencari keberadaan cucunya. Mata itu tak bisa menyembunyikan rasa kangennya."Arga di rumah sama papanya. Nanti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status