Beranda / Romansa / DENDAM LUKA LAMA / 178. Berikan Waktu 3

Share

178. Berikan Waktu 3

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 14:28:57

Mbak Mar membawakan kopi ke meja makan. Wanita itu pun diam tanpa menyapa. Pak Setya menatap kopi itu lama. Biasanya Bu Endah akan duduk di depannya dan mereka akan berbincang.

Tak lama Mbak Mar kembali menghampiri. "Pak, hari ini waktunya bayar listrik sama WiFi," ujarnya pelan.

"Ya." Pak Setya mengangguk. Selama ini, urusan semacam itu tidak pernah mampir pada dirinya. Tagihan listrik, air, internet, semua diurus Bu Endah. Dia hanya tahu mencari uang dan semuanya beres.

"Mbak, suruh Pak Agil yang ngurusin. Saya nggak ngerti," ucapnya lirih.

"Njih, Pak." Mbak Mar kembali ke belakang.

Pak Setya menatap asap kopi yang menguap. Kepalanya berputar, seperti ditindih beban yang tidak terlihat. Selama 17 tahun, ia pikir rahasia perselingkuhannya aman terkubur. Ia yakin Bu Endah tidak akan pernah tahu.

Namun kehadiran Erlangga yang membuat putrinya jatuh cinta, telah membongkar semua kebusukan itu.

Pak Setya memandang sekeliling ruang makan. Kursi di depannya yang biasa diduduki Bu Endah ko
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
mau ketemu siapa nih Bu Endah? apa mungkin pengacara y?
goodnovel comment avatar
Roza
Aamiin, sehat" ya mbak sayang... mungkinkah Alina yg dtng?
goodnovel comment avatar
Asih Purnami
sehat2 Kakak Up nya jangan cuma 3 bab, minimal 5 lah...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • DENDAM LUKA LAMA   220. Menanti Janji 3

    Kereta melaju kencang melintas beberapa kota. Sawah, rumah-rumah, dan pepohonan berganti cepat di balik kaca. Ia mengalihkan pandangan, menenggelamkan diri pada pemandangan senja. Jogjakarta baginya bukan sekadar kota asing. Dia sering datang ke sana mengunjungi neneknya.Kali ini ia kembali ke sana, siapa tahu di kota itu ia bisa menemukan jawaban atas dilema dalam hatinya.Tepat jam delapan malam, kereta akhirnya berhenti di Stasiun Tugu. Hiruk-pikuk penumpang yang turun bercampur aroma khas stasiun, bau besi, keringat, dan jajanan kaki lima langsung menyambut. Cici menenteng ranselnya, berjalan keluar bersama arus orang banyak.Udara malam Jogja menyapa dengan hangat. Lampu jalanan berkelip. Namun, baru beberapa langkah keluar stasiun, keributan kecil menarik perhatiannya. Seorang ibu-ibu jatuh dari motor, menabrak pembatas trotoar. Orang-orang berkerumun tapi hanya memandang tanpa berani menyentuh.Cici spontan berlari mendekat.Wanita itu tidak sadarkan diri. Dengan cepat ia memp

  • DENDAM LUKA LAMA   219. Menanti Janji 2

    "Dok, kenapa keliatan suntuk seharian ini?" tanya seorang perawat yang sangat akrab dengannya. Bahkan mereka memang sudah dekat semenjak Cici masih koas di Harapan Sentosa.Cici tersenyum hambar. "Nggak apa-apa.""Jangan bohong. Biasanya kamu cerewet. Pasti ada yang dipikirin.""Kita ke kafe depan sana, yuk. Minum dulu sebelum pulang.""Yuk," jawab perawat bernama Dinda itu.Mereka menyeberang jalan. Kemudian memesan sandwich dan dua gelas jus melon. "Ada apa tiba-tiba dokter pulang kemarin sore?" tanya Dinda."Jangan panggil dokter. Biasa aja kalau di luar.""Oke. Ada masalah apa yang membuatmu murung begitu?""Ada pria yang ingin melamarku, Din.""Dokter Raka?" Dinda memang tahu kedekatan tak biasa antara Cici dan dokter itu.Cici menggeleng. "Bukan. Orang lain, Din.""Lalu ....""Entahlah." Cici diam sejenak, lalu kembali bicara. Kali ini agak lirih dan memandang lurus ke temannya. "Din, menurutmu wajar nggak kalau cewek duluan nanyain kejelasan hubungan?""Ya, wajar aja. Zaman se

  • DENDAM LUKA LAMA   218. Menanti Janji 1

    DENDAM- Menanti JanjiHujan turun rintik-rintik di luar jendela kamar. Hawa dingin menambah sendu suasana. Cici duduk di atas tempat tidur, tangannya meremas bantal yang dipeluknya. Ada kegelisahan yang membuat dadanya terasa sesak.Kata-kata papanya tadi sore masih menggema jelas di kepala. "Ada seseorang yang berniat serius melamarmu untuk putranya, Ci. Papa harap kamu mempertimbangkannya."Seolah-olah suara papa dan mamanya masih terngiang di telinga."Apalagi yang kamu tunggu. Usiamu hampir 30 tahun. Kamu nggak punya pacar kan, Ci? Apa salahnya mempertimbangkan lamaran ini. Dia dari keluarga baik-baik. Juga sudah memiliki pekerjaan mapan." Mamanya tadi juga ikut bicara.Cici menghela napas panjang. Matanya sayu, ada dilema dalam dada. Seharusnya ia merasa bahagia, setiap gadis pasti ingin dilamar dengan serius, bukan? Tapi kenapa dadanya justru terasa berat?Karena dokter Raka. Apa dia akan memberitahu pada orang tuanya kalau sedang menunggu dokter itu, sedangkan mereka tidak ada

  • DENDAM LUKA LAMA   217. Harapan Baru 3

    "Nggak ada apa-apa. Tadi IUD-ku terlepas waktu aku ke kamar mandi, makanya mau kupasang lagi.""Jangan!" sahut Erlangga spontan.Dahi Vania mengernyit mendengar ucapan suaminya. "Kenapa, Mas? Kita belum berencana nambah anak, kan?""Bagaimana kalau iya. Arga sebentar lagi umur dua tahun. Tapi Mas tetap nunggu kesiapanmu saja."Vania tampak berpikir sejenak. Apa Arga tidak terlalu kecil untuk menjadi kakak? "Mas, kasih aku waktu untuk memikirkannya dulu.""Oke, Sayang.""Ya udah, kalau gitu aku mau makan dulu. Mas, sudah makan siang apa belum?""Belum. Masih nungguin Rendy nyelesain laporan.""Baiklah. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."🖤LS🖤"Mas, tadi Mama Endah nelepon. Bulan depan ngajak kita staycation. Beliau ngasih tahu jauh-jauh hari supaya kita bisa ngatur jadwal." Vania bicara sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya."Staycation ke mana?""Ke Batu saja katanya. Yang penting bisa bersama-sama.""Kalau Mas kapan pun bisa. Kamu bagaimana?"Vania mengangguk. "Aku bisa.

  • DENDAM LUKA LAMA   216. Harapan Baru 2

    Spontan Arga memandang ke arah papanya. Jelas dia tahu sekali kalau sang papa yang rajin membelikan mainan. Sampai berkeranjang-keranjang di pojok ruang bermain. Suasana di kamar mulai berubah. Kedatangan si kecil Arga membawa suasana menjadi ceria. Kebahagiaan mulai bangkit. Celoteh Arga menciptakan kamar itu begitu semarak.🖤LS🖤Sorenya, Erlangga mengizinkan Vania pergi sendirian untuk bertemu Cici di sebuah kafe. Waktu keluar rumah, Arga tidak rewel ingin ikut. Ia malah melambaikan tangan pada mamanya. Sudah terbiasa ditinggal kerja, jadi si bayi tak banyak drama. Kecuali papanya yang keluar. Bocah itu akan nangis kejer kalau belum digendong atau diajak keliling komplek perumahan sambil naik motor. Saat Vania dan Cici duduk di sudut kafe, gerimis turun di luar sana."Ada perkembangan hubunganmu dan Mas Dokter?"Cici menyesap jus melonnya sebelum menjawab. "Masih seperti dulu.""Kamu akan menunggunya sampai selesai PPDS."Cici mengangguk. "Ya. Dia memintaku begitu.""Orang tuam

  • DENDAM LUKA LAMA   215. Harapan Baru 1

    DENDAM- Harapan BaruUdara Blitar pagi itu begitu lembab, menyisakan aroma tanah basah setelah hujan semalam. Dari jendela kamar rumah sakit, cahaya matahari menyelinap, membias ke wajah seorang pria paruh baya yang terbaring di ranjang. Tubuh Pak Setya tampak ringkih, tulangnya menonjol, kulitnya masih agak pucat seakan segala daya telah terkuras.Di kursi samping ranjang, Vania menunduk. Kedua tangannya menggenggam erat jemari papanya yang dingin. "Pa," suara Vania bergetar dan lirih.Pak Setya membuka mata, menatapnya dengan sorot bahagia. Anak kesayangannya sudah sampai."Van, kapan kamu sampai?" suara Pak Setya serak, tapi ada secercah bahagia di tatapan matanya."Tadi malam jam sembilan aku sampai rumah, Pa. Aku mau langsung ke sini, kata Mama lebih baik datang pagi saja.""Kamu sendirian?""Nggak, Pa. Sama Mas Erlangga dan Arga.""Mana Arga?" Pak Setya menoleh untuk mencari keberadaan cucunya. Mata itu tak bisa menyembunyikan rasa kangennya."Arga di rumah sama papanya. Nanti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status