Home / Romansa / DENDAM LUKA LAMA / 190. Titik Balik 3

Share

190. Titik Balik 3

last update Last Updated: 2025-09-22 14:37:48

Sampai di dekat mobil yang terparkir, Bu Ambar menghampiri Vania. "Waktu pembukaan butik nanti, kamu bisa datang, kan?"

"Bisa, Ma. Saya shift malam pas hari itu."

"Alhamdulillah." Alina yang menjawab.

Erlangga menghampiri mamanya dan sang kakak. Dia bilang terus terang kalau papa dan mamanya Vania sebenarnya ada di Surabaya dan bertemu mereka tadi. Juga memberitahu kalau mertuanya ingin menemui mama dan kakaknya di rumah. Erlangga bicara seperti itu, setelah membahasnya dengan Vania disela acara tadi.

"Maaf, itu kalau Mama dan Mbak Alina nggak keberatan," ujar Vania dengan sangat hati-hati.

Bu Ambar dan Alina saling pandang sejenak. "Kami nggak keberatan. Aku sudah berdamai dengan diriku sendiri, Van," jawab Alina.

"Makasih, Mbak." Vania terharu menatap kakak iparnya. Setelah itu mereka masuk ke mobil masing-masing dan meluncur pulang. Erlangga dan Vania langsung menemui orang tuanya ke hotel tempat mereka menginap.

🖤LS🖤

Di kamar hotel, tirai tipis dibiarkan terbuka. Menampakkan ba
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (12)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
kok km yg minta maaf sich Bu Endah..km kn gak salah apa2 Lo..Alina mau korban atau gak dia kan JD orng ke 2 di Antra rmh tanggamu .walaupun taunya duda knp dia mau di nikah siri ..seharusnya dia sadar kan
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
senang lihat Alina yg bener² legowo menerima takdirnya.. walaupun harus nunggu sampai 17 tahun..
goodnovel comment avatar
Dwiindah Wahyuni
smoga yavan berjodoh dng alina
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DENDAM LUKA LAMA   217. Harapan Baru 3

    "Nggak ada apa-apa. Tadi IUD-ku terlepas waktu aku ke kamar mandi, makanya mau kupasang lagi.""Jangan!" sahut Erlangga spontan.Dahi Vania mengernyit mendengar ucapan suaminya. "Kenapa, Mas? Kita belum berencana nambah anak, kan?""Bagaimana kalau iya. Arga sebentar lagi umur dua tahun. Tapi Mas tetap nunggu kesiapanmu saja."Vania tampak berpikir sejenak. Apa Arga tidak terlalu kecil untuk menjadi kakak? "Mas, kasih aku waktu untuk memikirkannya dulu.""Oke, Sayang.""Ya udah, kalau gitu aku mau makan dulu. Mas, sudah makan siang apa belum?""Belum. Masih nungguin Rendy nyelesain laporan.""Baiklah. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."🖤LS🖤"Mas, tadi Mama Endah nelepon. Bulan depan ngajak kita staycation. Beliau ngasih tahu jauh-jauh hari supaya kita bisa ngatur jadwal." Vania bicara sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya."Staycation ke mana?""Ke Batu saja katanya. Yang penting bisa bersama-sama.""Kalau Mas kapan pun bisa. Kamu bagaimana?"Vania mengangguk. "Aku bisa.

  • DENDAM LUKA LAMA   216. Harapan Baru 2

    Spontan Arga memandang ke arah papanya. Jelas dia tahu sekali kalau sang papa yang rajin membelikan mainan. Sampai berkeranjang-keranjang di pojok ruang bermain. Suasana di kamar mulai berubah. Kedatangan si kecil Arga membawa suasana menjadi ceria. Kebahagiaan mulai bangkit. Celoteh Arga menciptakan kamar itu begitu semarak.🖤LS🖤Sorenya, Erlangga mengizinkan Vania pergi sendirian untuk bertemu Cici di sebuah kafe. Waktu keluar rumah, Arga tidak rewel ingin ikut. Ia malah melambaikan tangan pada mamanya. Sudah terbiasa ditinggal kerja, jadi si bayi tak banyak drama. Kecuali papanya yang keluar. Bocah itu akan nangis kejer kalau belum digendong atau diajak keliling komplek perumahan sambil naik motor. Saat Vania dan Cici duduk di sudut kafe, gerimis turun di luar sana."Ada perkembangan hubunganmu dan Mas Dokter?"Cici menyesap jus melonnya sebelum menjawab. "Masih seperti dulu.""Kamu akan menunggunya sampai selesai PPDS."Cici mengangguk. "Ya. Dia memintaku begitu.""Orang tuam

  • DENDAM LUKA LAMA   215. Harapan Baru 1

    DENDAM- Harapan BaruUdara Blitar pagi itu begitu lembab, menyisakan aroma tanah basah setelah hujan semalam. Dari jendela kamar rumah sakit, cahaya matahari menyelinap, membias ke wajah seorang pria paruh baya yang terbaring di ranjang. Tubuh Pak Setya tampak ringkih, tulangnya menonjol, kulitnya masih agak pucat seakan segala daya telah terkuras.Di kursi samping ranjang, Vania menunduk. Kedua tangannya menggenggam erat jemari papanya yang dingin. "Pa," suara Vania bergetar dan lirih.Pak Setya membuka mata, menatapnya dengan sorot bahagia. Anak kesayangannya sudah sampai."Van, kapan kamu sampai?" suara Pak Setya serak, tapi ada secercah bahagia di tatapan matanya."Tadi malam jam sembilan aku sampai rumah, Pa. Aku mau langsung ke sini, kata Mama lebih baik datang pagi saja.""Kamu sendirian?""Nggak, Pa. Sama Mas Erlangga dan Arga.""Mana Arga?" Pak Setya menoleh untuk mencari keberadaan cucunya. Mata itu tak bisa menyembunyikan rasa kangennya."Arga di rumah sama papanya. Nanti

  • DENDAM LUKA LAMA   214. Keajaiban 3

    Lampu terang benderang menyinari ruang operasi. Suhu dingin menusuk, kontras dengan degup jantung Yovan yang tak bisa dikendalikan. Ia duduk di sisi kanan ranjang operasi, mengenakan pakaian steril biru lengkap dengan penutup kepala dan masker. Tangannya tak pernah lepas menggenggam jemari Alina yang dingin. Sesekali mereka saling pandang dan tersenyum dibalik masker.Serangkaian prosedur dilakukan. Hingga Alina merasakan separuh tubuhnya mati rasa karena anestesi spinal.Bunyi alat bedah terdengar lirih. Kain hijau menutupi area pembedahan sehingga Alina dan Yovan tidak melihat langsung prosesnya. Meski begitu, bayangan tentang apa yang sedang terjadi membuat keringat dingin muncul di pelipis pria itu. Padahal suhu begitu dingin.Di ruang tunggu, Bu Ambar duduk menunduk sambil berdoa dalam hati. "Sudah hampir empat puluh menit kan, Van," gumam Bu Ambar gelisah sambil memandang menantunya."Tenang, Ma. Proses Caesar memang butuh waktu. Yang penting dokter bilang semua baik-baik saja.

  • DENDAM LUKA LAMA   213. Keajaiban 2

    "Eh, jangan salah kalian. Dokter Vania anak bos properti loh. Dia horang kaya juga tau," sungut Nita."Oalah." "Nggak nyangka, ya. Selama ini kita cuma lihat sisi bos di kantor. Tegas, cool, kadang bikin deg-degan. Tapi ternyata dia semanis itu memperlakukan istri dan anaknya. Sisakan satu yang seperti itu ya, Tuhan," ucap Rani sambil menengadah ke atas.Sinta menepuk pundaknya dengan keras. "Bangun, Ran. Nggak usah tinggi-tinggi mimpinya. Nanti kesambar geledek hangus kamu. Sekelas Pak Rendy aja susah dapetinnya, ini malah ngincer yang di atasnya."Nita cekikikan mendengar ucapan Sinta. Entah mereka ini bicara sekasar apapun, tapi tidak pernah bergaduh dan tersinggung. "Ayo kita jalan ke arah mereka. Pura-pura saja nggak tahu dan kita bisa berserempak nggak sengaja dengan bos. Aku pengen lihat anaknya. Pasti tampan kayak papanya," ajak Rani.Sinta langsung menyambar, "Gasss, Ran! Aku juga ingin lihat baby-nya.""Hush, nggak usah. Tambah oleng kalian lihat baby bos. Tambah tinggi kh

  • DENDAM LUKA LAMA   212. Keajaiban 1

    DENDAM- Keajaiban Tujuh bulan kemudian ...."Eh, jangan Arga." Spontan Vania mundur ke belakang sambil memegangi tangan anaknya yang hendak meraih bayi lelaki di pangkuan Bu Budi."Dia gemas, Nak Vania," ujar Bu Budi sambil tersenyum."Iya, Bu." Sore itu Vania dan Erlangga menyambangi Tara yang melahirkan di rumah sakit. Sahabat Vania melahirkan bayi lelaki kemarin siang. Usia anak mereka hanya selisih 7 bulan saja. "Jangan, Arga." Vania mendekap Arga erat. Namun anak itu justru semakin reseh. Kakinya menendang-nendang kecil, tangannya terus menggapai, mulutnya mengeluarkan suara gumaman sebagai bentuk protes.Arga yang tak berhenti terus menggeliat. Bocah itu sudah bisa berdiri dengan bantuan tangan mamanya, tapi malah semakin keras berusaha meraih bayinya Tara. Melihat itu Tara tersenyum lebar. Tampaknya mereka nanti akan jadi teman sekolah seperti papa mereka."Dek, ayo ikut papa. Kamu kira adek Reno mainan, ya." Erlangga mengambil anaknya dari pangkuan Vania. Kemudian mengajak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status