Share

Pembantaian Keluarga Adam

Langkah Adam akhirnya terhenti di sebuah jalan buntu. Tak ada pilihan, akhirnya Adam berbalik badan menghadapi dua pria bertubuh tegap tersebut.

Mereka melangkah mendekatinya. Merasa terancam. Adam seketika mengeluarkan kuda-kuda penyerangan.

"Jangan mendekat!" Seru Adam, seraya mempersiapkan tinjunya.

Tiba-tiba, kedua perwira tentara tersebut menjatuhkan kedua lututnya di hadapan Adam.

Sontak saja Adam terkejut melihatnya.

"Kami mohon Jendral, Kembalilah bersama kami dalam tubuh Kesatuan Militer nasional! Tanpa komando dari mu. Sangat sulit bagi kami untuk meredam pemberontakan di wilayah timur. Belum lagi gangguan yang kami harus hadapi dari para mafia yang mengganggu keamanan nasional!"

Adam tampak mengerutkan keningnya melihat perilaku mereka. Ditambah lagi segala ucapan mereka yang tak sekalipun Adam mengerti setelah hilang ingatan.

Selama ini, tak sekalipun orang yang menghormatinya hingga berlutut di hadapannya.

Lantas Adam mengangkat bahu kedua perwira tersebut agar berdiri. Lalu berkata, "Sudah–sudah. Sungguh aku tak mengerti apa yang kalian katakan."

"Aku tidak pernah menjadi anggota militer. Dan aku tak menyukainya."

"Sekarang, biarkan aku pergi. Dan kalian tak perlu lagi mencari keberadaanku!" ucap Adam kepada dua perwira militer tersebut.

Lalu Adam melangkah begitu saja meninggalkan mereka. Namun dua perwira tersebut berdiri kembali dan terus saja mengikutinya.

"Jendral Adam! Tunggu!"

Mendengar namanya disebut, Adam berbalik badan memandang kedua orang itu.

"Dari mana kalian tau nama saya?" tanya Adam.

Kedua orang tersebut menundukkan kepala di hadapan Adam dan berkata. "Kami tidak berbohong Jendral. Anda adalah yang kami cari selama ini. Sebuah insiden telah membuat anda cidera dan kehilangan ingatan."

Namun belum juga mereka selesai berbicara. Adam memotong pembicaraan.

"Cukup! Hentikan bualan kalian. Otak saya tidak mungkin mampu mengomando pasukan kalian. Aku ini hanyalah pekerja serabutan!"

Kemudian Adam kembali berbalik badan dan melangkah pergi begitu saja.

Hingga berada di persimpangan jalan. Ia merasa bingung untuk menuju ke rumah orang tuanya.

Tiba-tiba dua orang itu sudah berada di sampingnya.

"Anda mau kemana Jendral Besar? Biar kami antar," ucap salah satu pria tersebut yang bernama Letnan Lehman.

Karena Adam tak memiliki sepeserpun uang. Akhirnya ia bersedia walau sebenarnya ia terpaksa.

"Saya ingin ke desa Houston. Kalian mau mengantar saya ke sana?" Tanya Adam, mempertegas.

"Tentu saja Jendral. Kami bersedia dengan senang hati," ucap Letnan Lehman.

"Baik, sekarang antar saya kesana!" ucap Adam.

Dan seketika dua pria tersebut berlari ke arah mobilnya. Dan segera menuju ke hadapan Adam.

"Siap Jendral, sekarang kami sudah siap mengantar anda menuju ke tujuan!" Seru Latnan Oktaf, rekan dari Letnan Lehman.

Lalu Adam melangkah dan memasuki mobil Range Rover anti peluru yang telah disiapkan.

Adam benar-benar tak menyangka ia bisa memasuki mobil yang biasa digunakan oleh para jendral militer.

Sesampainya di desa Houston. Tepat di depan rumah orang tuanya.

Adam turun dari mobil dan dua pria tersebut turut keluar dari mobil. Adam lantas berbalik badan dan berkata.

"Sudah! Cukup! Ini adalah privasi saya! Kalian cepat pergi!" seru Adam.

"Ta–tapi Jendral..." Ucap Letnan Oktaf.

"Jangan membantah! Sekarang kalian pergi!" Seru Adam.

"Siap Jendral!" Dan dua pria itu langsung melangkah tergopoh-gopoh menuju ke mobil.

Di depan pekarangan rumah, Adam terus memandangi mereka.

Hal itu membuat mereka merasa grogi kepada Adam yang merupakan seorang Jendral besar. Dan Akhirnya mereka memilih untuk pergi.

Dan selepas kepergian mereka. Adam tak kuasa menahan tawanya. Ia terbahak-bahak menertawai perilaku dua tentara tersebut.

"Hahaha! Baru kali ini aku menemukan dua orang bodoh yang mau saja aku perintahkan!"

Adam yang masih tertawa lepas kemudian melangkah menuju ke dalam rumahnya.

Namun tawa itu seketika berubah menjadi kemurungan.

Rumah yang ia tinggalkan selama dua tahun semenjak menikah dengan Lusiana. Masih teringat jelas dalam ingatan. Namun hari ini, tak ada suara atau pun sapa yang terdengar dari rumah itu.

Ucapan salam tak satu pun ada sautan. Hal itu membuat Adam bertanya-tanya.

Lalu ia menyusuri setiap sudut rumah. Untuk mengetahui keadaan di dalamnya.

Di saat ia tengah melangkah, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah pecahan kaca yang berasal dari jendela.

Kaca jendela yang telah hancur seukuran tubuh manusia membuat Adam bertambah curiga.

Adam masuk melalui jendela yang telah berlubang tersebut. Lalu melangkahkan kaki perlahan menyusuri ruangan.

Terlihat bercak darah tertinggal di lantai ruangan.

"Ayah!"

"Ibu!"

"Irene!" Seru Adam, memanggil kedua orang tua dan adiknya.

Namun tak juga terdengar ada sautan.

Semakin ia melangkah lebih jauh, semakin ia menemukan sebuah petunjuk.

Bercak darah itu semakin mengarah ke sebuah kamar. Dan kamar itu adalah kamar kedua orang tuanya.

Di saat ia berdiri di depan kamar tersebut. Tiba-tiba perasaannya semakin bergejolak.

"Tidak mungkin! Semua ini pasti mimpi! Ayah! Ibu!"

Brakkk!

Adam langsung mendobrak kamar tersebut. Dan mendapati kedua orang tuanya yang telah tewas di atas kasurnya.

Tubuh mereka telah membengkak dan sebagian tinggal tulang. Menandakan kejadian tersebut telah lama berlalu.

Adam tak kuasa menahan tangisnya. Tak perduli tubuh itu dikerubungi ribuan belatung. Adam tetap memeluk kedua orang tuanya.

Di tengah kesedihan itu, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah dapur.

Adam langsung berlari menuju ke titik itu. Dan kali ini, Ia mendapati Irene (adiknya) telah mengalami gangguan jiwa.

Gadis itu terus berteriak saat Adam mendekatinya.

"Irene! Ini aku Adam!" Seru Adam, seraya perlahan mendekati.

"Tidak! Kamu bohong! Kamu pasti anak buah James! Kalian biadab!" Seru Irene. Kelopak matanya tampak menghitam dan sekujur tubuhnya tampak bergemetar ketakutan.

Adam tampak mengerutkan keningnya mendengar nama tersebut.

"James?" ucap Adam.

Ia mencoba mengingat siapakah seseorang yang disebutkan oleh adiknya tersebut.

"Irene, lihatlah, Ini aku. Adam, kakakmu!" seru Adam, terus mencoba menyadarkannya.

Namun tetap saja, sang adik yang telah mengalami gangguan jiwa tak dapat lagi mengenal dengan jelas.

"Pergi kamu!"

"Sudah cukup tubuh ini kalian nikmati!" Irene berteriak dan tiba-tiba melempar sebuah vas bunga.

Tak sengaja vas bunga itu menyentuh sebuah rekaman audio.

Dan seketika audio itu berbunyi. "Hey Adam Rudiant. Ini adalah aksi pembalasan atas pembantaian yang kau lakukan terhadap 100 pasukan mafia di kota Venice 3 tahun silam. Nikmatilah atas perbuatanmu! Salam dariku, James! Hahaha!"

Setelah mendengar rekaman audio itu. Adam Rudiant tak kuasa menahan amarah. Hingga urat-urat dari ototnya yang kekar tampak menyembul keluar.

Lalu ia melampiaskan kemarahannya dengan menghantam tembok rumahnya.

Brakk!

Tembok itu rubuh seketika dengan satu pukulan yang dikerahkan dari emosi yang membara.

"James! Aku tidak mengenalmu. Tapi aku akan mencari mu! Kau harus membayar semua perbuatanmu!!" Adam berteriak, dengan penuh emosi. Sebuah janji tertanam dalam jiwa.

Seluruh kekuatannya yang terpendam muncul di saat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status