Share

TUJUH

Author: NingsNingrum
last update Last Updated: 2024-01-24 01:15:07

Su Li membawa tungkainya ke lantai delapan. Tapak kakinya menggema memenuhi lorong bergaya futuristik tersebut, bagai berjalan di atas catwalk, Su Li menyadari puluhan pasang mata memperhatikan dirinya. Sampai di bagian ujung lantai ia berdiri di depan pintu kaca yang tidak tembus pandang dan kemudian mengetuk pintu. Mendorongnya ketika suara di dalam mempersilakannya masuk.

“Selamat pagi, Direktur.”

Direktur Lin yang melihat kedatangan Su Li melepaskan kacamata bacanya. “Ada apa Nona Su?” ucapnya sambil beranjak menuju sofa. Su Li menyamankan diri di salah satu sofa yang dipersilakan oleh Direktur Lin.

“Divisi kami membutuhkan laporan cash flow perusahaan selama tiga tahun terakhir. Tetapi entah mengapa, sepertinya bagian keuangan lupa menyerahkan beberapa laporan. Kami mendapatkan beberapa yang missed. Terutama bagian operating activities. Jadi saya kemari karena ingin meminta dokumen tersebut.”

“Permintaan saya seharusnya tidak terlalu banyak, kan?” Su Li menatap lurus Direktur Lin yang terlihat salah tingkah. Walaupun pria itu berusaha menyembunyikan, tetapi gestur tidak biasa yang bisa Su Li tangkap mengindikasikan ada sesuatu yang sedang disembunyikan.

Dapat terlihat jelas bagaimana ia selalu menghindar dari tatapan Su Li, kedua tangan yang bertaut di bawah meja pun terlihat tidak tenang. Su Li hanya menatap diam, tetapi entah mengapa Direktur Lin merasa bahwa suhu ruangan semakin meningkat. Seingatnya ia tidak mematikan pendingin ruangan. Bulir keringat itu mulai bermunculan di pelipisnya.

“Terkait dengan apa yang Nona Su minta, saya akan menginstruksikan Nona Lao mengantarnya ke kantor anda. Jadi anda tidak perlu repot-repot kemari.”

Su Li memperlihatkan ekspresi terluka, “Apakah Direktur Lin menyalahpahami kunjungan saya? Apakah seorang staf biasa seperti saya tidak diperbolehkan mengunjungi kantor Direktur? Saya terluka mendengarnya.”

Direktur Lin terlihat gelagapan, ia tidak menyangka bahwa Su Li memiliki sisi yang sedikit merepotkan seperti ini. “Apakah aku harus mengatakan hal ini kepada Ayah?” gumamnya sengaja untuk membuat Direktur Lin semakin kalang-kabut. Gadis itu melanjutkan sandiwaranya dengan mengambil ponsel di sakunya, berpura-pura ingin menghubungi sang Ayah.

“Anda salah paham, Nona Su. Saya tidak bermaksud seperti itu.” Su Li tetap menatap Direktur Lin dengan tatapan terluka. “Baiklah, baiklah, anda tunggu disini. Saya akan menanyakannya kepada Nona Lao.”

Senyum miring Su Li tersungging kala melihat Direktur Lin yang bergegas keluar dari ruangannya. Tanpa membuang waktu, ia kemudian beranjak ke arah meja besar yang menjadi incarannya sejak awal. Senyumnya semakin terkembang kala mendapati alat elektronik itu dalam keadaan menyala.

“Bisa bekerja juga ternyata,” gumamnya setelah menutup beberapa tab laporan yang sedang dibaca oleh Direktur Lin. Dengan gesit, jemarinya menari di atas keyboard mencari kata kunci laporan keuangan. Ia pikir, beragam keamanan akan menghalangi rencana pembobolan yang sudah ia rencanakan.

Ternyata, Dewi Fortuna sepertinya sedang berpihak. Su Li dengan lancar mendapatkan semua dokumen yang ia inginkan. Sudut maniknya sesekali mengawasi pintu masuk, jaga-jaga Direktur Lin kembali.

Degup jantungnya ikut bertalu seirama dengan penambahan angka pada persen pengiriman berkasnya. Pintu kaca terbuka tepat ketika Su Li baru saja mendaratkan bokong pada sofa kulit yang berada di tengah-tengah kantor Direktur Lin.

“Ini semua dokumen yang anda minta, Nona Su.” Direktur Lin memberikan beberapa tumpukan map kepada Su Li. Mengawasi dengan gugup reaksi apa yang ditampilkan oleh gadis di hadapannya tersebut. Senyum puas Su Li setelah memeriksa sekilas apa yang ia terima membuat Direktur Lin bernapas lega.

“Terima kasih, Direktur Lin.”

Ia pun meninggalkan ruangan pimpinan divisi Keuangan tersebut dengan langkah puas. Senyumnya menghilang kala keluar dari tempat tersebut dan menuju lift. Berpura-pura itu sedikit melelahkan dan juga merepotkan. Baginya jika masih dihindari, Su Li akan memilih untuk menghindar. Hanya saja untuk menghadapi orang bermuka dua seperti Direktur Lin perlu treatment tersendiri.

***

Su Li memijat pangkal hidungnya. Jam digital di atas meja sudah menunjukkan pukul empat lewat. Ia yakin bahwa tampilannya saat ini kembali pada masa-masa magang dan menyelesaikan tesis untuk gelar masternya. Kaos gombrong yang bahkan tidak bisa menutup kaki jenjangnya itu tersibak kala ia menapakkan kaki menuju dapur.

Deru halus mesin pembuat kopi otomatis kembali terdengar untuk kesekian kalinya. Tetesan demi tetesan cairan hitam pekat itu tidak pernah membuat Su Li bosan untuk memperhatikannya. Aroma espresso menguar kuat dari tetesan pertama memenuhi dapur.

Beberapa potong pizza masih tergeletak pasrah di atas meja seakan menunggu giliran untuk masuk menemani espresso yang Su Li buat. Tetapi ternyata gadis itu hanya menumpang lewat dan kembali ke ruang kerja. Suara lambung yang berdendang, membuat Su Li berbalik menuju dapur dan mengambil potongan roti dengan baluran saus tomat tersebut.

Sudah mendingin tetapi ia terlalu malas untuk memanaskannya kembali di microwave. Sepotong telah meluncur bebas melewati kerongkongan, potongan kedua ia habiskan dalam perjalanannya kembali untuk berkutat dengan beberapa laporan yang belum selesai ia periksa.

Sinar mentari yang mengintip malu-malu dari sela gorden jendela membuat Su Li beranjak dari tempat duduknya dan membuka jendela kaca tersebut. Sapuan angin lembut menerjang masuk berganti dengan udara yang sudah terkurung semalaman bersama Su Li.

Cahaya matahari pagi pun tak ingin ketinggalan, masuk dan menerangi beberapa sudut ruangan. Termasuk papan buletin kaca di mana Su Li menuangkan semua petunjuk yang ia dapatkan. Sebuah tulisan besar yang ia lingkari menjadi jawaban kejanggalan beberapa laporan yang ia selidiki sejak kemarin.

“Xiao Lu, bisakah kau menyiapkan daftar proyek yang telah berhasil selama tiga tahun, ini?”

Gumaman tidak jelas di seberang telepon memberitahukan Su Li bahwa pemuda itu belum sepenuhnya tersadar dari alam mimpi.

“Selesaikan sebelum jam makan siang dan letakkan di atas mejaku.”

Tanpa menunggu respon Xiao Lu, Su Li mengakhiri panggilannya sepihak. Gadis itu memutar tubuhnya dan menghadap papan buletin kaca itu dengan tatapan lurus. “Apa yang harus aku lakukan denganmu?” ujarnya dingin tanpa ekspresi.

Ia pun beranjak dan meninggalkan ruangan tersebut. Meninggalkan papan buletin yang membuatnya ingin meledak saat membaca satu nama. Wu Xia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM DELAPAN

    “Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM TUJUH

    “Marie, apa yang kau lakukan?” gumamnya setelah melihat cuplikan berita yang ditampilkan oleh salah satu berita fashion di situs daring yang sedang ia baca. Wei Fang kehabisan stok kesabarannya. Dengan langkah lebar ia keluar dari kafe dan menuju pintu keluar. Gadis itu hampir keluar dari bandara, namun ia menghentikan langkah ketika pandangannya tertumbuk pada seorang gadis muda yang terlihat berlari menuju ke arahnya. “Maafkan aku,” ucap gadis itu setelah tepat berada di hadapan Wei Fang. “Ada aksi demonstrasi di alun-alun kota sehingga terjadi kemacetan.” Wei Fang mengabaikan penjelasan panjang lebar dari asistennya tersebut. Ia tidak ingin energinya terbuang percuma, ada hal penting dan lebih berbobot yang harus ia kerjakan ketimbang meladeni ucapan omong kosong yang Marie lontarkan. “Kita langsung menuju butik sekarang.”Marie mengangguk mengerti. Gadis itu kemudian mengambil langkah di depan Wei Fang, membawanya menuju dimana mobil yang tadi ia bawa terparkir. Diam-diam gad

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM ENAM

    “Kau?” Dua orang berbeda gender itu sama-sama terkejut setelah melihat satu sama lain. “Apa yang membawamu sampai kemari? Rasanya aku tidak pernah memberimu alamat ini.” Wei Fang menutup pintu di belakangnya. Gadis itu keluar alih-alih membawa kedua orang tamunya memasuki rumah. Ia masih perlu menyelidiki apa maksud tujuan kedua rekannya tersebut sampai mengunjunginya di rumah sang kakak. Padahal ia sama sekali tidak pernah memberikan alamat sang Kakak. “Jangan salah paham dulu. Kami kemari karena Namjun sudah menemukan dompet itu.” Lan Huo kemudian menyikut Namjun yang terlihat membatu. Pemuda itu selalu bersikap kikuk jika sudah berhadapan dengan Wei Fang. “Betul. Kami kemari karena ingin mengambilnya,” ucapnya sedikit terbata. “Mengambil? Bukankah kata yang tepat itu adalah memberikannya padaku?” Wei Fang menatap keduanya dengan alis hampir bertaut. “Lagipula ini adalah akhir pekan. Kita bisa membahasnya besok.” Gadis itu berbalik hendak kembali memasuki rumah ketika pegang

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM LIMA

    “Ada apa dengannya?” Lan Huo kaget saat membuka pintu dan menemukan Namjun yang dipapah masuk oleh Wei Fang. “Hanya sedikit pusing,” ujar Wei Fang sekenanya. Gadis itu kemudian menyerahkan Namjun pada Lan Huo. Ia kemudian meregangkan lengan kanannya. Memapah seseorang yang memiliki postur yang lebih besar, membuat lengannya sedikit kram. “Kau terluka?” tanya Shen Juan yang baru keluar dari kamar mandi. Aroma mint segar menguar memenuhi ruangan mengikuti langkah pemuda itu. Wei Fang menggeleng, kemudian menunjuk arah dua pemuda yang sedang memasuki kamar tersebut dengan dagunya. “Sepertinya ini masih terlalu cepat untuk ikut after party.” Kening Shen Juan berkerut dalam. “Kami tidak ikut. Namjun hanya mabuk kendaraan,” ucap Wei Fang lagi kemudian beranjak. “Aku akan membersihkan diriku dan bergabung dalam dua puluh menit.” Gadis itu kemudian melenggang keluar setelah meletakkan clutch dan juga anting yang tadi ia gunakan di atas meja. “Setelah ini aku tidak mau berada di kel

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM EMPAT

    “Bukankah itu Tuan Liu?” Namjun mengikuti arah pandang Wei Fang. Secara samar ia dapat mendengar decakan halus dari gadis di sebelahnya itu. Sorot kebencian dan kemarahan terpatri jelas di manik segelap malam itu. Awal bertemu, ia mengira gadis itu menggunakan lensa kontak, karena memang iris mata berwarna hitam bukanlah warna yang umum. Bahkan setahunya, hanya ada sekitar 1 persen penduduk di muka bumi ini yang memiliki iris warna hitam. “Perhatikan tatapanmu. Dia akan menyadarinya jika kau menatapnya seintens itu,” bisik Namjun yang menyadarkan Wei Fang untuk mengalihkan pandangan. Apalagi acara fashion show itu sudah dimulai. Setelah pengantar singkat dari sang designer Liu Yan, terlihat deretan model yang berjalan memasuki runway. Tak heran dengan lokasi yang dipilih, ternyata Liu Yan mengusung tema yang menccerminkan Macau sepenuhnya. “Apakah baju-baju itu bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari?” Senyum tipis tersungging kala ia mendengar pertanyaan pemuda yang masih m

  • DENDAM SANG PEWARIS   ENAM TIGA

    Seberkas sinar dari sang surya menyelinap masuk melalui celah gorden yang tak tertutup rapat. Bias cahaya menyilaukan itu tepat terjatuh pada wajah wajah seorang gadis yang masih setia bergelung di balik selimutnya. Dering ponselnya total ia abaikan. Ia tidak tergugah sama sekali untuk sekedar berbalik memunggungi jendela apalagi beranjak menutup gorden agar sinar matahari tidak mengganggunya. Ia akan menghabiskan day off nya untuk bermesraan seharian dengan selimut juga guling empuknya. Namun, niat itu terdistraksi dengan gedoran tak sabaran dari pintu kamar. Sebenarnya ia bisa saja mengabaikan itu seperti ia mengabaikan dering perangkat jemala dari atas nakas, hanya saja ia tidakmau diusir dari hotelitu karena sudah mengganggu ketertiban umum. Tidak lucu bukan jika penegak hokum sepertinya malah melanggar hukum.Dengan langkah yang diseret Wei Fang menuju pintu cokelat yang memisahkan kamarnya dengan lorong hotel. Tanpa perlu mengintip dari lubang pintu, ia sudah bisa tahu siapa pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status