Su Li menerima sebuah paket misterius yang ternyata berisi informasi jika ibunya meninggal karena dibunuh. Su Li memutuskan resign dan kembali ke Tiongkok untuk mengungkap misteri itu. Sesampainya di sana, Su Li malah dipaksa menikah jika ingin menjadi pewaris Liang Tech. Sadar akan kurangnya kekuatan yang ia miliki, Su Li berhasil memaksa Ziang Wu, teman masa kecilnya untuk menikah kontrak dan melancarkan tujuannya mencapai puncak tertinggi perusahaan. Fakta kematian ibunya perlahan terkuak dengan bantuan pengirim paket misterius yang selalu ada di saat-saat krusial layaknya peri penolong. Di saat yang sama, Su Li juga menemukan fakta lain yang berkaitan dengan suami kontraknya dan membuatnya terpukul. Namun Ziang Wu berhasil meyakinkannya untuk tetap bertahan walaupun penolakan demi penolakan yang ia berikan. Bersama dengan Ziang Wu pada akhirnya Su Li dapat menemukan pembunuh ibunya dan berhasil membuatnya membalas atas perbuatan yang telah dilakukannya. Su Li tak hanya memenangkan kasus atas kematian sang Ibu tetapi juga berhasil menemukan rumah yang selalu dapat menyambutnya dengan penuh cinta kasih.
View MoreKeheningan yang pekat memenuhi atmosfer ruangan yang berukuran enam kali empat meter tersebut. Terlihat dua orang wanita yang berdiri sedikit gemetar menghadap sebuah meja besar yang sedikit penuh dengan tumpukan map sewarna dengan yang sedang di baca oleh seorang wanita muda di balik meja.
Embusan napas panjang wanita itu semakin membuat dua pegawai wanita tadi was-was.
“I’m done. Bukankah saya bilang berkali-kali jika kita tidak bisa menambahkan biaya produksi? Jika masih belum bisa menentukan berapa target minimum dengan benar, seharusnya kalian tidak mengambil keputusan serampangan begini.”
Wanita itu mengentak map di atas meja. Tidak peduli tatapan takut-takut dua pegawai wanita di depannya. “Perbaiki dan serahkan kembali sebelum pukul empat sore ini,” ujarnya dingin tanpa mengalihkan pandangan dari layar elektronik yang berpendar lembut di hadapannya.
Salah satu dari pegawai itu mengambil benda persegi berwarna hitam itu kemudian pamit undur diri.
“Ternyata rumor yang menyebar itu bukanlah rumor yang tidak berdasar.” Salah satu pegawai itu bergidik.
“Kau lihat tadi? Bagaimana ia bisa menyadari penambahan biaya produksi yang kita selipkan?”
“Jabatan Manager Keuangan itu bukan hal yang mudah dicapai. Pastinya karena dia berkemampuan.”
“Siapa yang kalian bicarakan?”
Kedua pegawai wanita itu terperanjat.
“Miss Anderson, Miss Robinson. Jika kalian memiliki banyak waktu membicarakan Sally, apakah tidak lebih baik waktu itu digunakan untuk merevisi proposal itu?”
“Baik, maafkan kami, Mr. Smith.”
Kedua pegawai tadi kemudian buru-buru kembali ke kubikel mereka.
***
Tiga puluh menit lagi matahari akan terbenam, dan dalam dua puluh menit semua kantor akan mengakhiri jam kerjanya. Su Li harus mencuri start. Wanita itu juga berdoa di dalam hati, agar tidak banyak orang yang berpikiran sama dengannya.
Mantel coklat yang membalut sweater putih yang ia kenakan ternyata cukup ampuh menghalau dingin saat dirinya sudah berada di luar gedung dengan tulisan Ubex Corporation berwarna silver di atas pintu masuk. Selang tak lama, taksi yang ia pesan tiba.
Musim dingin bagi Su Li adalah sebuah love hate relationship. Wanita itu menyukai winter karena malamnya akan lebih panjang, serta identik dengan holiday. Artinya akan banyak clearance sale serta diskon besar-besaran.
Walaupun terkadang niat berbelanja itu akan menguap seperti salju yang mencair di musim semi kala melihat laporan cuaca yang mendekati angka nol bahkan bisa di bawah nol. Su Li sangat sensitif dengan udara dingin.
“Hacho.” Gadis itu mengelap ujung hidungnya yang berair, inilah salah satu alasan ia tidak suka dengan musim dingin.
Sambil menghabiskan akhir pekan di dalam apartemen yang hangat, Su Li menghabiskan waktu untuk menamatkan series yang sudah ia tonton berminggu-minggu yang lalu.
Secangkir cokelat yang masih mengepulkan uap tipis dengan keberadaan dua buah marshmallow kenyal di dalam cangkir menjadi rekannya malam ini.
Baru saja ia memasrahkan diri di atas sofa empuknya, bel apartemennya berbunyi. Dengan langkah tidak sabar, ia membawa torsonya mendekati pintu. Benar saja, sang kurir yang membawa kotak coklat itu berdiri dengan sabar di depan pintu.
“Hello, Miss Su. Ini paketmu.”
“Thank you, Bram.” Setelah mengisi tanda terima, ia menerima paketnya.
Tak sabar ia mencari gunting guna membuka paket tersebut. Sepatu cantik itu sudah bersemayam lama di keranjang belanjanya. Hanya saja Su Li menunggu diskon seperti saat ini.
Keningnya berkerut kala kotak coklat itu berhasil dibuka. Tidak ada sepatu coklat incarannya, melainkan hanya sebuah flashdisk. Tidak mungkin Bram salah memberikan paket miliknya.
Su Li kembali memeriksa keterangan yang tertempel pada kardus. Benar paket itu memang ditujukan kepadanya. Wanita itu kemudian mencoba mencari hal lain, dan nihil. Kardus itu hanya berisi sebuah flashdisk.
Su Li mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera pada paket. Tidak tersambung. Bahkan nomor tersebut tidak terdaftar. Rasa penasaran memenuhi dadanya, ia kemudian membawa flashdisk tersebut ke ruang kerja untuk memeriksa isinya.
Gadis itu mengumpat pelan saat melihat ternyata diska lepas tersebut memiliki password. Ia kemudian beranjak dari meja kerjanya, namun tak berapa lama ia kembali duduk.
“Tidak bisa seperti ini,” gumamnya. Su Li berusaha memikirkan kombinasi apa yang memungkinkan. Percobaan pertama ia gagal, kembali jemari lentik itu menekan beberapa tuts keyboard komputer membentuk kombinasi ulang tahun sang Ibu.
Tak disangka, diska lepas tersebut berhasil terbuka. “Yash,” pekik Su Li kegirangan. Namun kernyitan tercipta di keningnya saat ia hanya menemukan satu folder yang tak bernama.
Tidak ada hal spesial, folder tersebut hanya berisi satu file dalam format audio berdurasi kurang dari satu menit. Su Li kemudian membuka file tersebut.
“Selesaikan tugasmu dengan benar. Su Liang bodoh itu sedang lengah sekarang.” Suara berat seorang pria berkumandang memenuhi ruangan.
Su Li terkesiap, apa maksud dari lelaki itu? Bisa dipastikan bahwa dirinya saat ini sedang mendengarkan percakapan telepon seseorang.
“Kau pikir ia akan tahu bahwa istrinya dibunuh? Lelaki kolot itu hanya peduli dengan hartanya.”
Su Li menutup mulutnya, maniknya menjadi perih dan dadanya sakit seperti terhimpit batu. Jarinya sudah tidak ada tenaga untuk menghentikan percakapan itu.
“Bos akan membayarnya lunas. Kau hanya perlu lakukan sesuai rencana. Jangan sampai gagal.”
Suara gemericik terdengar sebelum percakapan itu berlanjut. “Kau akan mendapatkan bonus jika bisa membuatnya tersiksa sebelum membunuhnya.”
Pertahanan Su Li runtuh, air matanya menganak sungai dengan kedua tangan yang mengepal. Ia berjanji akan mengejar bedebah yang telah membunuh ibunya itu, sampai perlu ke ujung dunia pun akan ia kejar.
“Kau akan mendapatkan bonus jika bisa membuatnya tersiksa sebelum membunuhnya.”
Manik kelamnya menatap nanar layar komputer. “Aku harus pulang,” tekadnya sambil mengepalkan tangan.
“Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang
“Marie, apa yang kau lakukan?” gumamnya setelah melihat cuplikan berita yang ditampilkan oleh salah satu berita fashion di situs daring yang sedang ia baca. Wei Fang kehabisan stok kesabarannya. Dengan langkah lebar ia keluar dari kafe dan menuju pintu keluar. Gadis itu hampir keluar dari bandara, namun ia menghentikan langkah ketika pandangannya tertumbuk pada seorang gadis muda yang terlihat berlari menuju ke arahnya. “Maafkan aku,” ucap gadis itu setelah tepat berada di hadapan Wei Fang. “Ada aksi demonstrasi di alun-alun kota sehingga terjadi kemacetan.” Wei Fang mengabaikan penjelasan panjang lebar dari asistennya tersebut. Ia tidak ingin energinya terbuang percuma, ada hal penting dan lebih berbobot yang harus ia kerjakan ketimbang meladeni ucapan omong kosong yang Marie lontarkan. “Kita langsung menuju butik sekarang.”Marie mengangguk mengerti. Gadis itu kemudian mengambil langkah di depan Wei Fang, membawanya menuju dimana mobil yang tadi ia bawa terparkir. Diam-diam gad
“Kau?” Dua orang berbeda gender itu sama-sama terkejut setelah melihat satu sama lain. “Apa yang membawamu sampai kemari? Rasanya aku tidak pernah memberimu alamat ini.” Wei Fang menutup pintu di belakangnya. Gadis itu keluar alih-alih membawa kedua orang tamunya memasuki rumah. Ia masih perlu menyelidiki apa maksud tujuan kedua rekannya tersebut sampai mengunjunginya di rumah sang kakak. Padahal ia sama sekali tidak pernah memberikan alamat sang Kakak. “Jangan salah paham dulu. Kami kemari karena Namjun sudah menemukan dompet itu.” Lan Huo kemudian menyikut Namjun yang terlihat membatu. Pemuda itu selalu bersikap kikuk jika sudah berhadapan dengan Wei Fang. “Betul. Kami kemari karena ingin mengambilnya,” ucapnya sedikit terbata. “Mengambil? Bukankah kata yang tepat itu adalah memberikannya padaku?” Wei Fang menatap keduanya dengan alis hampir bertaut. “Lagipula ini adalah akhir pekan. Kita bisa membahasnya besok.” Gadis itu berbalik hendak kembali memasuki rumah ketika pegang
“Ada apa dengannya?” Lan Huo kaget saat membuka pintu dan menemukan Namjun yang dipapah masuk oleh Wei Fang. “Hanya sedikit pusing,” ujar Wei Fang sekenanya. Gadis itu kemudian menyerahkan Namjun pada Lan Huo. Ia kemudian meregangkan lengan kanannya. Memapah seseorang yang memiliki postur yang lebih besar, membuat lengannya sedikit kram. “Kau terluka?” tanya Shen Juan yang baru keluar dari kamar mandi. Aroma mint segar menguar memenuhi ruangan mengikuti langkah pemuda itu. Wei Fang menggeleng, kemudian menunjuk arah dua pemuda yang sedang memasuki kamar tersebut dengan dagunya. “Sepertinya ini masih terlalu cepat untuk ikut after party.” Kening Shen Juan berkerut dalam. “Kami tidak ikut. Namjun hanya mabuk kendaraan,” ucap Wei Fang lagi kemudian beranjak. “Aku akan membersihkan diriku dan bergabung dalam dua puluh menit.” Gadis itu kemudian melenggang keluar setelah meletakkan clutch dan juga anting yang tadi ia gunakan di atas meja. “Setelah ini aku tidak mau berada di kel
“Bukankah itu Tuan Liu?” Namjun mengikuti arah pandang Wei Fang. Secara samar ia dapat mendengar decakan halus dari gadis di sebelahnya itu. Sorot kebencian dan kemarahan terpatri jelas di manik segelap malam itu. Awal bertemu, ia mengira gadis itu menggunakan lensa kontak, karena memang iris mata berwarna hitam bukanlah warna yang umum. Bahkan setahunya, hanya ada sekitar 1 persen penduduk di muka bumi ini yang memiliki iris warna hitam. “Perhatikan tatapanmu. Dia akan menyadarinya jika kau menatapnya seintens itu,” bisik Namjun yang menyadarkan Wei Fang untuk mengalihkan pandangan. Apalagi acara fashion show itu sudah dimulai. Setelah pengantar singkat dari sang designer Liu Yan, terlihat deretan model yang berjalan memasuki runway. Tak heran dengan lokasi yang dipilih, ternyata Liu Yan mengusung tema yang menccerminkan Macau sepenuhnya. “Apakah baju-baju itu bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari?” Senyum tipis tersungging kala ia mendengar pertanyaan pemuda yang masih m
Seberkas sinar dari sang surya menyelinap masuk melalui celah gorden yang tak tertutup rapat. Bias cahaya menyilaukan itu tepat terjatuh pada wajah wajah seorang gadis yang masih setia bergelung di balik selimutnya. Dering ponselnya total ia abaikan. Ia tidak tergugah sama sekali untuk sekedar berbalik memunggungi jendela apalagi beranjak menutup gorden agar sinar matahari tidak mengganggunya. Ia akan menghabiskan day off nya untuk bermesraan seharian dengan selimut juga guling empuknya. Namun, niat itu terdistraksi dengan gedoran tak sabaran dari pintu kamar. Sebenarnya ia bisa saja mengabaikan itu seperti ia mengabaikan dering perangkat jemala dari atas nakas, hanya saja ia tidakmau diusir dari hotelitu karena sudah mengganggu ketertiban umum. Tidak lucu bukan jika penegak hokum sepertinya malah melanggar hukum.Dengan langkah yang diseret Wei Fang menuju pintu cokelat yang memisahkan kamarnya dengan lorong hotel. Tanpa perlu mengintip dari lubang pintu, ia sudah bisa tahu siapa pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments