Share

ENAM

Pintu darurat menjadi tempat favoritnya beristirahat. Setelah proyek dengan investor Perancis itu selesai, Su Li mengira bahwa tugasnya sudah selesai. ia tidak menyangka bahwa ia harus menyelesaikan beberapa proyek besar lagi.

“Apakah aku terlalu serius bekerja?” gumamnya. Ia merasa sedikit demi sedikit mulai teralihkan dari tujuan utamanya. Getar ponselnya membuat dirinya beranjak. “Ada apa?” tanyanya sambil berjalan keluar.

Xiao Lu memberikan kabar bahwa mereka diminta untuk menemui Su Liang sekarang. Ketika keluar, ia berpapasan dengan seorang pria. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena pria itu menunduk sambil menerima panggilan.

“Aku akan segera kesana.”

Percakapan itu saja yang sempat ia dengar sebelum pria itu menghilang di balik pintu. Su Li terdiam, kemudian ia berbalik cepat menuju pintu tangga darurat tersebut. Derap langkah lirih yang menaiki tangga terdengar olehnya membuat jantungnya ikut berpacu.

Untung saja ia menggunakan sepatu flat hari ini, jadi bisa dengan cepat memacu langkah. Suara pintu terbuka membuatnya kembali mempercepat langkahnya.

“Sial,” umpatnya pelan. Ia kehilangan jejak, ia tidak dapat menemukan pria itu ketika berhasil mencapai lantai yang sama. Su Li yakin bahwa pria itu adalah orang yang memberikan instruksi untuk membunuh ibunya.

***

Pertemuan tidak sengaja dengan sang penelepon terus mengusik pikirannya. Su Li yakin bahwa pria itu adalah salah satu karyawan Liang Tech karena keberadaan name tag yang menggantung di lehernya.

“Nona Su!”

Su Li terperanjat dan tidak sengaja menjatuhkan pulpen yang sedang ia pegang. “Maaf. Bisa kalian lanjutkan,” ucapnya setelah memungut pulpen yang menggelinding ke bawah kursi. Ia sama sekali tidak bisa fokus walaupun sudah berusaha.

“Kita bisa lanjutkan seperti rencana awal. Investasi ini sangat berpengaruh terhadap usulan IPO yang dilakukan perusahaan. Bagaimana kinerja kita akan menentukan berapa banyak investor yang akan tertarik dan memutuskan untuk berinvestasi di perusahaan. Jadi jangan sampai ada kesalahan,” tutupnya setelah mendengar laporan dari masing-masing anggota tim  mengenai perkembangan persiapan dan juga analisis investasi yang sedang mereka kerjakan.

 Pengajuan IPO (Initial Public Offering) oleh Liang Tech membuat divisi Investor Relation terlihat sibuk. Pengaturan pertemuan dengan para pemegang saham, hingga tumpukan berkas yang membahas informasi finansial dan nonfinansial perusahaan telah membentuk gunung di sudut ruang rapat tersebut.

“Apakah Nona Su tidak enak badan?” Xiao Lu membawakan secangkir teh hangat dan meletakkan di atas meja.

“Aku baik-baik saja. Terima kasih,” ucapnya singkat sebelum kembali memeriksa beberapa dokumen yang masuk. Setelah hari itu ia tidak menemukan petunjuk lagi mengenai keberadaan pria yang berpapasan dengannya. Walaupun ia sudah memeriksa CCTV tetapi hasil yang ia dapatkan kurang memuaskan. Beberapa hari ini ia memikirkan cara untuk menemukan pria tersebut.

“Yun Shu, ada apa dengan wajahmu?”

Ucapan Xiao Lu membuat Su Li memperhatikan anggota termuda dalam timnya tersebut. Yun Shu terlihat murung padahal pemuda itu tergolong anak yang supel dan ceria.

“Kekasihnya pergi mengikuti company gathering. Jadi ia sedang menderita penyakit rindu.”

Su Li tersenyum tipis kala mendengar candaan tersebut. Tiba-tiba sebuah pertanyaan terlintas di kepalanya.

“Perusahaan kita apakah ada kegiatan serupa?” tanyanya. Hampir di setiap perusahaan pasti akan selalu menyelenggarakan company gathering  karena selain ajang untuk refreshing, tak jarang ide-ide baru bermunculan. Selain itu hubungan antar karyawan pun bisa terjaga.

Selama bekerja di Ubex Su Li selalu menantikan kegiatan tersebut, karena artinya libur dari kepenatan pekerjaan yang tak ada habisnya sepanjang tahun.

“Tentu saja. Nona Su, anda datang di waktu yang tepat. Tahun ini, CG kita akan dilaksanakan di Yihe Yuan, Summer Palace yang terkenal itu.”

“Apakah semuanya ikut?”

Xiao Lu mengangguk antusias. “Net profit kita tahun ini meningkat hampir 40 persen, jadi perusahaan memberikan reward ke semua karyawan tanpa terkecuali melalui CG ini.”

Senyum Su Li terkembang sempurna. Ia tidak menyangka bahwa sang Ayah sangatlah dermawan dan loyal kepada para karyawannya. Selain itu ia merasa memiliki jalan untuk menemukan pria misterius itu.

“Kapan itu akan diadakan?”

“Dua hari lagi. Anda belum menerima pemberitahuannya, Nona Su?”

***

Puluhan bus terlihat berbaris rapi memasuki areal Istana Yihe Yuan atau yang terkenal dengan sebutan Summer Palace. Setelah melakukan briefing dan juga beberapa kegiatan yang dijadwalkan oleh kantor, Company Gathering itu memasuki acara bebas.

Kegiatan memang sengaja dipangkas agar tujuan liburannya benar-benar terasa. Istana yang digelari sebagai Istana Musim Panas itu tidak kehilangan pesonanya walaupun tertutupi oleh salju. Danau Kunming yang membeku tidak menjadi penghalang semangat para peserta gathering. Danau yang mengitari istana itu berubah menjadi wahana bermain ski.

“Hari ini katanya Summer Palace menjadi milik kita.”

Su Li tersenyum melihat betapa antusiasnya para karyawan. Xiao Lu ternyata tidak membual, tidak ada yang tersisa di kantor. Su Liang mewajibkan semuanya untuk mengikuti acara Company Gathering kali ini. Menggunakan hoodie oversize berwarna abu dipasangkan dengan celana  jogger berwarna hitam membuat tampilan Su Li lebih santai dari biasanya. 

“Apakah Ayah benar-benar menyewa satu tempat ini?” Su Li penasaran. Anggukan Su Liang berhasil membuatnya terpukau, bahkan sampai bertepuk tangan. “Ayah punya kejutan untukmu, tunggu saja.”

Perkataan Su Liang berhasil membuat Su Li terdiam. Ia mewaspadai kejutan apa yang dimaksud oleh sang ayah. Ketenangan sang Ayah akhir-akhir ini membuat Su Li curiga. Apalagi sang Ayah kemudian berjalan menjauh.

“Jangan terlalu mencurigai Ayahmu,” ucap Ziang Chen yang melihat ekspresi Su Li.

“Paman, bisakah kau memberitahukan apa kejutannya?” tanya Su Li dengan ekspresi yang dibuat semanis mungkin.

“Jangan memasang wajah memelas seperti itu Nona Muda. Kasihanilah jantung orang tua yang lemah ini,” ucap Ziang Chen yang membuat Su Li mengeluarkan wajah pura-pura galak.

“Paman masih sehat. Jangan bicara yang tidak-tidak.”

Membersamai Su Liang dari awal merintis Liang Tech membuat Ziang Chen sangat dekat dengan Su Li. Bahkan, gadis muda itu tidak sungkan untuk bersikap sedikit manja dengan Sekretaris pribadi Ayahnya tersebut.

Obrolan keduanya terhenti kala melihat Su Liang mendekat bersama Ziang Wu dan seorang pemuda yang pertama kali ia temui. Su Li berdoa agar Ayahnya tidak memiliki niat memaksanya untuk kencan buta saat ini. Fokus Su Li berpindah kepada pemuda yang terlihat sedang bercengkrama dengan Ziang Wu tersebut, keduanya terlihat sangat akrab.

“Paman mengenalnya?” bisik Su Li.

“Calon pasanganmu selanjutnya,” jawab Ziang Chen sambil berbisik juga. 

Gadis itu hanya mampu menatap sang Ayah yang memasang wajah tanpa dosa dengan pasrah. Tidak mungkin ia kabur sekarang, misinya untuk mendapatkan pria misterius kemarin belum tercapai. Su Li berusaha memasang wajah seramah mungkin saat ketiga pria itu mendekat. 

“Ada apa dengan wajahmu?” bisik Ziang Wu. Ekspresi Su Li saat ini seperti seseorang yang ingin menerkam mangsanya. Galak.

“Apa maksudmu? Wajahku memang seperti ini.”

Ziang Wu hanya menggeleng sembari tersenyum tipis. Ia tahu bahwa gadis itu sedang meredam kesalnya.

“Su Li, perkenalkan ini Zhou Zi. Kau ingat Paman Zhou teman masa kecil Ayah?”

Mendengar sang Ayah yang memperkenalkannya dengan tambahan hubungan teman masa kecil, itu sudah menjadi arti bahwa ia harus menjaga sikapnya. Su Li sebenarnya sudah tidak ingat dengan Paman Zhou yang dimaksud oleh Ayahnya, tetapi ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Perkenalan basa-basi itu untungnya tidak berlangsung lama. Pemuda Zhou itu diminta untuk menemaninya berkeliling.

“Jadi, apakah kau terjebak dalam rencana kencan buta yang diatur oleh Ayahmu?”

Su Li tersenyum tipis. Setidaknya pemuda itu memiliki otak yang pintar menilai situasi. “Aku hanya diminta Ayah untuk bertemu putri kawan lamanya. Aku tidak menyangka bahwa itu kamu.”

Dahinya mengernyit, ia sama sekali tidak pernah merasa bertemu dengan pemuda itu. Tetapi mengapa perkataannya seakan mereka pernah bertemu?

“Saat itu kau masih di sekolah dasar, kau tidak ingat siapa yang berebut lego sampai meninggalkan bekas seperti ini?” Zhou Zi menunjuk sebuah bekas luka baret sepanjang satu senti di pipi kirinya.

Samar-samar Su Li mengingat, seorang anak kecil yang saat itu entah berasal dari mana tiba-tiba sok kenal dengannya. Bahkan anak lelaki itu menyentuh lego miliknya sembarangan. Gadis itu meringis kikuk kala menyadari anak lelaki itu berada di depannya saat ini.

“Jadi kau mau minta pertanggung jawaban?”

Pemuda itu menggeleng, “Lebih tepatnya aku ingin meminta tolong.”

Langkah pemuda itu terhenti, kemudian ia menyamankan diri di salah satu bangku taman yang menghadap langsung danau Kunming. “Aku sudah memiliki kekasih. Jadi bisakah kau menolakku?”

Tidak percaya dengan apa yang ia dengarkan, membuat Su Li bernapas lega. Ia mengambil tempat di sebelah pemuda itu, “Tanpa kau minta pun aku akan melakukan hal yang sama.”

Sebuah harapan terpancar di manik pemuda berambut ikal itu. “Aku tidak tahu mengapa Ayahku selalu mendorongku ke pernikahan. Maksudku, ini adalah kehidupanku. Walaupun ada sebutan orang tua, tetapi mereka sebenarnya tidak berhak mengatur hidup kita, bukan?”

“Kau tidak perlu khawatir, aku akan menolakmu dengan keras sampai kau tidak akan muncul di hadapanku lagi,” selorohnya kemudian.

Zhou Zi terkekeh, ternyata mengikuti saran Ziang Wu lebih mudah dari perkiraannya. Gadis di hadapannya sekarang sama sekali tidak berminat dengan perjodohan, apalagi pernikahan.

“Apa kau mengenal Ziang Wu?” tanya Su Li kemudian.

“Teman satu jurusan  di Tsing Hua University.”

Ah, pantas saja kalian terlihat akrab,” ujar Su Li.

***

Agenda selanjutnya sangat dinantikan oleh Su Li, yaitu makan malam bersama. Ini adalah kesempatan terakhir untuk menemukan pria misterius yang berpapasan dengannya tempo hari.

Acara makan malam yang dilakukan outdoor itu mengusung tema barbeque. Puluhan meja panjang sudah dipenuhi oleh aneka daging dan juga sayuran. Dua panci hotpot juga tersedia di setiap meja. Setiap divisi diberikan satu meja, Su Li bergabung dengan divisinya. Gadis itu menolak bergabung dengan jajaran direksi yang mengelilingi Ayahnya.

“Ketua Tim, apakah temanku bisa bergabung di meja kita?”  tanya Xiao Lu yang direspon Su Li dengan anggukan. Gadis itu sibuk memasukkan potongan daging ke atas pembakaran.

“Terima kasih sudah mengijinkan saya bergabung, Nona Su.”

     Su Li membatu, sumpit yang ia gunakan menggantung di udara. Ia tidak mungkin lupa dengan suara itu. Takut-takut ia mendongakkan kepala. Seorang pria yang tersenyum ramah berdiri di hadapannya. Dengan susah payah  ia mengatur emosi dan juga ekspresi wajah menjadi senormal mungkin.

Su Li meletakkan sumpitnya di atas piring, “Silakan kami masih ada tempat kosong,” ujarnya seramah mungkin. Hidup memang selucu itu. Su Li tersenyum miris, beberapa hari belakang ia berusaha keras menemukan pria itu tetapi tidak membuahkan hasil. Ternyata pria itu malah menghampirinya. Setiap mendengarnya berbicara, Su Li merasakan sesak. 

“Ketua Tim, kau tahu? Shen Juan baru bergabung dengan perusahaan kita dua minggu yang lalu. Hampir bersamaan dengan anda.”

Really? Sebelumnya kau bekerja dimana?” tanya Su Li dengan suara yang nyaris tidak bisa keluar dengan sempurna dari tenggorokannya. Demi mendapatkan informasi yang ia inginkan, Su Li berusaha menahan bulir air menggenang di pelupuk matanya. Walau dadanya terasa sesak seperti bernapas di tengah kabut pekat, ia menelan semuanya.

“Awalnya saya bekerja di bidang jasa. Tetapi perusahaan kami bangkrut dan saya mendapatkan rekomendasi untuk bekerja di perusahaan ini.”

Su Li tidak dapat menahannya lebih lama, “Maaf, aku permisi sebentar.”

Mendapati dirinya yang gemetar membuat Su Li kesal dengan dirinya sendiri. Langkah gontainya ia bawa menjauh dari kerumunan. Ia kira ketika menemukan apa yang ia cari, dirinya akan meledak tetapi ternyata dirinya tidak cukup memiliki keberanian untuk itu.

Melihat bagaimana pria itu yang bisa tertawa lepas membuat dirinya mual. Bagaimana cara bicara pria itu saat meminta untuk membunuh Ibunya terngiang dan terputar bak kaset rusak di kepalanya.

 “Shen Juan, mengapa?” lirihnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status